Follow Us @soratemplates

Monday 30 June 2014

The Real Me

23:00 2 Comments
Ramadhan#2

Saya teringat catatan di Ramadhan dua tahun yang lalu. Tepatnya catatan terakhir dari serial 30 Hari Mencari Cinta. Sebagai akhir pencarian cinta, di situ saya menuliskan pertanyaan “who am I?”. Sudah dua tahun berselang dan lagi-lagi pertanyaan itu kembali membayang.

Orang bisa saja menjawab pertanyaan siapa saya dengan menyebutkan namanya, profesinya, keluarganya, dan lain sebagainya. Bisa juga orang akan menyebutkan tentang watak-wataknya, kelebihannya, atau kekurangannya. Sedikit banyak, apa yang akan orang lontarkan untuk menjawab pertanyaan itu sebanding dengan seberapa dia mengenal dirinya sendiri.

Ketika mengikuti organisasi dulu, ada sebuah game  unik yang berjudul ‘Aku di Matamu’. Permainan ini sebenarnya adalah sebuah cara untuk mengenal siapa diri kita sebenarnya. Lewat sebuah kertas, setiap orang menuliskan hal positif, negatif, dan saran untuk kita. Masing-masing saling mengisi dan kertas terus berputar hingga akhirnya kertas itu kembali ke tangan kita sendiri.

Ada yang mengatakan bahwa orang lain justru lebih mengerti bagaimana watak seseorang daripada dirinya sendiri. Maka itulah yang disampaikan oleh kertas itu. Kita akan mengenal diri kita sendiri setelah membaca bagaimana penilaian teman-teman terhadap kita.

Jujur saja ketika membaca kertas itu, ada beberapa kata sifat yang saya bahkan tak menyangka bahwa itu melekat di diri saya. Ada beberapa faktor yang mendasarinya. Bisa jadi karena kita masih terselimuti oleh pencitraan tertentu atau karena orang lain yang kebetulan menuliskan itu tidak cukup mengenal baik siapa diri kita sebenarnya. Tapi di lain sisi, bisa jadi justru itulah karakter kita yang sebenarnya yang tak pernah kita sadari sebelumnya.

Siapakah diri kita juga bisa dilihat dari siapakah teman-teman dekat kita. Mungkin sudah banyak yang tahu bahwa berteman dengan penjual minyak wangi akan terkena wanginya dan berteman dengan pandai besi akan terkena percikan apinya. Begitu juga dengan kita. Seperti apakah diri kita akan terlihat dari orang-orang yang dekat dengan kita. Bukan berarti kita menjadi pilih-pilih teman. Tapi, memutuskan siapa yang menjadi teman karib hingga mempengaruhi rutinitas sehari-hari tentu akan menjadi penilaian tersendiri.

Semua penilaian itu hanyalah cara agar kita lebih mengenal siapa diri kita sebenarnya. Sedemikian repotkah? Sebegitu perlukah? Tentu saja. Karena bagaimana kita mau dikenal baik dan diperlakukan dengan baik oleh orang lain jika kita tidak mengenal siapa diri kita sendiri. Bahkan, dengan cara mengenal diri sendiri itulah maka kita akan mengenal Tuhan kita.

So, selamat menyelami diri sendiri. Selamat mengenali diri pribadi.

Sunday 29 June 2014

Persiapan

10:08 2 Comments
Ramadhan #1

Ini hari pertama Ramadhan, dan pagi hariku dimulai dengan obrolan panjang yang membicarakan persiapan. Tentang apa? Banyak hal.

Sejatinya hidup hanyalah berisi dengan segala macam persiapan. Saat bangun tidur tadi, aku melakukan persiapan untuk sahur. Ibu melakukan persiapan untuk ke pasar. Hari ini aku harus melakukan persiapan ujian, dan seterusnya hingga akhirnya kita seharusnya mempersiapkan titik terakhir yaitu kematian.

Pertanyaannya adalah, apa yang akan kita persiapkan?

Ketika kita tidak pernah memikirkan persiapan itu dengan matang dan hanya menjalani kehidupan mengalir bagai air, mungkin pertanyaan persiapan menjadi tanda tanya besar yang butuh jeda waktu untuk menjawab. Persis seperti tadi pagi. Ketika obrolan itu berakhir, aku hanya terpaku dengan beribu pertanyaan. Mana yang harus aku persiapkan dulu? A, B, C, D, atau E? Ah, kenapa belum ada yang beres semua?

Persis seperti akan mempersiapkan ujian. Buku 1 belum selesai, buku 2 belum kepegang, buku 3 apalagi. Mentok. Begitukah juga untuk persiapan kematian? Sholat belum khusyu, ilmu belum cukup, ngaji masih semampunya, sedekah masih seadanya.

Kalau begitu terus, kapan siapnya?

Siap tidak siap, ketika waktu akan menghampiri maka mau tidak mau harus dinyatakan siap. Sekalipun ada banyak buku di lemari yang belum dijamahi, kalau jam masuk ujian sudah tiba, pasti akan ditinggal juga semua buku-bukunya. Kalau ajal sudah menjemput,sekalipun dalam proses menggenapkan tabungan haji, ujung-ujungnya akan ditinggal pula tabungannya.

Jadi?

Persiapan seharusnya bukan dilihat dari waktu yang akan dijalani. Bukan ketika akan ujian maka mulai persiapan. Bukan ketika akan mati lalu menyiapkan diri. Ketika seorang pelajar memiliki tugas belajar, maka seharusnya sudah dia lakukan jauh-jauh hari. Ketika seorang hamba diberi kehidupan di dunia, maka sudah selayaknya dia menyempurnakan wudhu, sholat, puasa, zakat, dan ibadah-ibadah lainnya. 

Kembali lagi, kita bukanlah pemilik waktu. Maka tidak selayaknya kita bermain-main dengan waktu. Karena bisa jadi persiapan mati kita sepuluh tahun lagi ternyata diakselerasi menjadi satu hari lagi. Jika begitu, mau bilang apa? 

Maka, dibuat aturan umum saja. Persiapkan, persiapkan, dan persiapkan. Apapun. Tak peduli kapan waktu akan mengeksekusi, kita hanya butuh terus mempersiapkan diri.



NB:
Ramadhan #1 (Ditulis rutin insya Allah selama Ramadhan)
Dalam proses persiapan untuk menjemput masa depan.