Ada rindu yang beradu
Membelenggu meski ragu
Ada rasa yang menyiksa
Merana tapi nyata
Ada rasa yang menyiksa
Merana tapi nyata
Katanya, rindu adalah salah satu tanda cinta. Rindu pada
suasana tertentu, rindu pada suatu daerah, atau rindu pada seseorang. Jika kita
merindu, maka kita mencinta. Kita cinta pada suasana, daerah, atau orang itu.
Sesekali rindu itu menyenangkan. Membawa kita pada kenangan indah masa-masa
sebelumnya. Tetapi tak jarang rindu pun terasa menyakitkan, merana,
membelenggu.
Rindu tercipta karena ada rasa, sebuah rasa yang membersamai
selama interaksi tercipta. Karena tanpa sebuah rasa, proses apapun tak akan
mendapat bumbu olahan tambahan. Akhirnya, tak dapat melekat pula dalam
kenangan.
Penciptaan kenangan ini dipengaruhi oleh alat indera yang
kita gunakan. Semakin banyak indera yang kita pakai, didukung dengan semakin
kuat pula rasa yang kita tambahkan, maka makin melekat pula kenangan yang kita
miliki. Artinya, suatu saat nanti akan berpotensi pula semakin mendalam rindu
yang terasa.
Contoh nyatanya seperti ini. Ketika kita ke bank, kita pasti
berinteraksi dengan teller. Kita melihat teller, berbicara, dan mendengarkan
teller memberikan instruksi. Tetapi ketika kita keluar dari bank, hampir tidak
pernah kita rindu pada teller, bank, atau suasana transaksi dengan teller
tersebut. Kenapa? Karena kita tidak membubuhkan rasa dalam kasus ini. Sekalipun
ada, maksimal itu adalah rasa terima kasih karena sudah dibantu dalam proses
transaksi.
Lain halnya dengan orang atau suasana lain. Misalkan ketika
kita berbicara dengan A lantas ada rasa yang kita bubuhkan, bisa jadi
pembicaraan dengan A itu akan selalu kita ingat-ingat. Mata kita juga sangat
mungkin untuk memperhatikan bagaimana cara A berbicara. Telinga kita pun akan
pasang kondisi siap siaga.
Ketika suatu saat nanti kita tidak berinteraksi dengan A
lagi, maka kenangan pun akan terputar. Rasa akan ikut bermain. Bagaimana dahulu
cara A berbicara, bagaimana suaranya, dan sebagaimana. Maka, rindu itupun
menjadi terasa makin menyiksa seiring dengan makan banyaknya interaksi dan rasa
yang dilibatkan.
Lalu, bagaimana agar tak ada rindu yang menyiksa?
Karena rindu tercipta berdasarkan interaksi indera dan rasa
maka kita kendalikan dua-duanya. Yang pertama jelas dengan mengekang rasa, agar
ia tidak tumpah pada saat dan waktu yang tidak semestinya. Cara kedua, dengan
meminimalkan indera yang terlibat. Mata, mulut, telinga, apapun itu semua
dijaga.
Karena mencegah lebih baik mengobati. Mencegah rindu
menyiksa lebih baik daripada mengobati rindu yang membelenggu.
tulisannya bertema sepertinya ya mb ramadhani..
ReplyDeletesalam, azizah
Iya mb, azizah. Sedang ada program menulis dan tak sengaja mengambil tema tentang ini.
ReplyDeleteciiie.. mbak avi, heem,,dicari mas muf* lho
ReplyDeletei think i know who you are..
ReplyDelete