Beberapa tahun lalu saat harus memperkenalkan diri di sebuah komunitas, tanpa sadar saya menuliskan "suka berkompetisi" sejak kecil. Awalnya saya mengira itu adalah hal keren. Yah, siapa sih yang ga merasa wah dengan segudang prestasi sejak dini. Lihat saja mamak-mamak millennial zaman sekarang. Anaknya pasti pernah mencicipi lomba ini lomba itu, entah karena si anak suka atau tuntutan sekolah, atau jangan-jangan karena orang tua yang berambisi. Ups.
Namun beberapa waktu berselang, saya justru tertohok dengan kata-kata "Sekarang bukan zamannya kompetisi, tapi kolaborasi". Terlebih lagi ketika dalam perkuliahan parenting dibahas bahwa kompetisi sejak dini justru membawa mental yang tak baik.
Anak kecil tak paham apa itu menang dan kalah. Ketika menang dia hanya memburu hadiah, lalu lagi lagi dan lagi hingga seolah mengejar nafsu yang tak ada habisnya. Dalam otaknya adalah bagaimana dia menang dan bagaimana yang lain kalah. Ya memang begitu adanya, karena jika orang lain tidak kalah artinya dia bukan pemenang. Rasanya seperti ada hawa kebencian yang saling merendahkan di sana.
Beda halnya dengan kolaborasi, orang akan menghebat bersama. Dia akan mengakui kelebihan orang lain, makanya mereka saling bekerja sama. Katanya orang lemah yang bergabung dengan orang lemah bisa menjadi orang yang kuat. Konsep di sini berlaku juga di kolaborasi. Tak akan ada pihak yang kalah, karena sesama 'calon kalah' akan saling bekerja sama sehingga kemenangan menjadi milik semuanya.
Tapi, sepertinya hidup akan membosankan jika tak ada kompetisi. Ah, mungkin alam bawah sadar saya memang menunjukkan bahwa saya suka kompetisi. Atau mungkin saya terbawa film 3 idiots yang mengatakan bahwa hidup sejatinya adalah kompetisi. Bahkan bukankah pepatah Islam juga mengatakan agar kita saling berlomba-lomba dalam kebaikan. Lalu, benarkah memang kita harus berkompetisi, atau tak perlu kompetisi dan memang pure saling berkolaborasi?
Baru-baru ini saya menyadari bahwa kompetisi mungkin memang masih perlu, tapi bukan untuk menjatuhkan lawan. Kita seharusnya berkompetisi tapi dengan diri kita sendiri. Lawan kita adalah diri kita sendiri di masa lalu. Bukankah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini? Artinya, pembanding itu akan tetap ada. Dan pembanding itulah barometer kompetisi diri sendiri.
So, saya berkata pada setiap tantangan yang datang "Challenge accepted". Semata-mata untuk memenuhi nafsu kompetisi saya, bukan untuk menjatuhkan lawan tapi untuk menjadi versi terbaru diri saya yang lebih baik lagi dan lebih baik lagi.
No comments:
Post a Comment