Follow Us @soratemplates

Friday, 27 May 2022

Sosial di Masa Tua

20:30 0 Comments



Kemarin siang seorang tetangga datang ke rumah. Beberapa hari ini ibu memang sedang tidak enak badan. Karenanya, tetangga itu ke rumah untuk melihat keadaan ibu. Sempat terdengar obrolan beliau berdua. Salah satunya tentang betapa di usia tua hanya sendirian saja dan tak ada teman bicara.


Ketika akhirnya saya keluar kamar dan menemui beliau, ibu tetangga itu berkata, "Ngapunten mbak, ngobrol-ngobrol kaliyan ibu niki. Lha jenengan niku kan tiyang mendel mawon. Kados mantu kula nggih ngoten niku. Nek ora ditutuk ora metu suarane," (Maaf mbak, ngobrol-ngobrol sama ibu ini. Soalnya kamu itu kan orangnya diam saja. Seperti menantuku juga begitu. Kalau tidak 'dipukul'--diajak bicara--ga keluar suaranya)


Hm..., saya hanya tersenyum saja.


Padahal beberapa jam sebelumnya, saya sedang membahas dengan mentor saya di kelas bunda cekatan. Saya bercerita bagaimana saya sangat tertutup hingga tidak terbiasa bercakap-cakap bahkan dengan keluarga terdekat. Entah apakah karena memang dasarnya saya pendiam dan tidak cerewet, atau saya kurang terbiasa basa-basi, atau memang karena saya tak bisa membangun komunikasi?


Kita pasti tahu betul kalau manusia adalah makhluk sosial. Kita butuh berinteraksi dengan orang lain, membaur dengan yang lain, dan tak bisa sendirian karena saling membutuhkan. Terlebih lagi ditambah embel-embel kami kaum wanita butuh mengeluarkan dua puluh ribu kata tiap harinya. Seolah-olah memang harus bersosialisasi. Hanya saja sosial yang dimaksud di sini seperti apa? Apakah di era modern sekarang ini makna sosial bergeser ke sosial media?


Bukan satu dua orang yang mengalami ini. Mungkin saja ada orang yang aktif di media sosial, tapi di kehidupan nyata tidak terlihat gaungnya. Dia butuh sesuatu, langaung mencari info dengan berselancar di dunia maya. Dia butuh interaksi, langsung membuat akun dan komentar atau chat di sana-sini. Namun di kehidupan nyatanya tidak demikian. Mungkin dia akan tetap di dalam rumah karena sibuk bersosialisasi dengan dunia yang ada dalam genggamannya. Maka apakah orang seperti ini akan disebut sebagai pendiam yang tak biasa basa-basi dan tak mahir berkomunikasi?


Lalu saya berandai-andai, bagaimana ya kalau para manula ini juga bersosial lewat media? Kebetulan saja mereka orang sepuh yang tidak kenal gadget. Andai mereka tahu sedikit saja, apakah mereka akan merasa kesepian juga? Atau jangan-jangan justru berubah 'status' menjadi lansia sosialita karena saking hitsnya?


Lantas saya pun membayangkan diri saya sendiri pula. Kira-kira apa ya yang akan saya lakukan di usia senja nanti? Ketika anak-anak sudah sibuk dengan dunianya sendiri. Lalu sudah tak ada 'pekerjaan' karena purna masa kerja tersebab usia. Ditambah fisik yang mulai melemah. Apakah saya akan diam saja nanti? Mungkinkah nanti saya akan rebahan di kasur sambil menatap layar. Atau bisakah saya menggenggam pena dan menggoreskan kata demi kata. Atau masih mungkinkah otak diajak berpacu mengurus ini itu meski raga mulai layu. Mengontrol bisnis misalnya, menyimak kajian atau video-video, dan yang lainnya.


Wallahua'lam, tidak ada yang tahu. Yang penting adalah berusaha bagaimana agar sisa usia tidak menjadi sia-sia. Aamiin