Follow Us @soratemplates

Monday 29 March 2021

To Do List Serba Salah

10:23 0 Comments




Kangen nulis lagi. Beberapa hari skip karena ada pekerjaan yang lebih urgent. Padahal sebenarnya ide datang bertubi-tubi. Seringnya sih saat naik motor, atau di perjalanan bareng suami. Tapi sayangnya ketika sudah di tempat tidak bisa segera meluapkan ide, then blllaaaar hilang sudah menguap entah ke mana.


Lalu kini saya merindu menumpahkan kata. Semata-mata hanya demi mengalirkan rasa. Ide-ide kemarin seolah berjejalan untuk ditorehkan, sekan menagih "Aku dulu... aku dulu... aku yang ditulis dulu". Fyuh, lalu akhirnya tak jelas begini nulisnya.


Baiklah, ini free writing saja. Sekedar mengeluarkan apa yang ingin dikeluarkan. Biar hati loss dan tidak mbundet dengan segala hal. Kalau kata orang, free writing ini bagus sekali untuk mengurai rasa. Plus bagus juga untuk melatih ketahanan menunangkan kata-kata dalam durasi waktu tertentu. Tanpa perlu peduli, apakah tulisannya benar ejaannya atau benar susunan ide dan topiknya. Biarkan saja menulis bebas.


Pagi ini saya sedang terpikirkan dengan to do list. Sejak beberapa waktu terakhir, saya terbiasa dengan menuliskan to do list harian. Kadang saya merasa hidup bagai kejar-kejaran dengan waktu ketika to do list hari itu begitu padat. Rasanya banyak sekali urusan yang harus dilakukan. Bahkan sering sampai begadang, sering sampai curi-curi waktu untuk bersemedi sendirian. Tapi ketika list itu berhasil dicoret, rasanya puas luar biasa.


Nah pagi ini saya merasa tidak tenang lagi. Tapi bukan karena over job list harian, melainkan karena saking tidak ada to do list yang kudu dilakukan hari ini. Then, saya merasa sepertinya kok ada yang kurang, ada yang berbeda dalam hidup saya. Dan dalam kondisi begini, bahaya sekali kalau saya terpikirkan untuk menambah job list. Yang ada nanti lain waktu bakal kewalahan lagi. Haha


Cuma jadi berasa aneh kan. Ketika kebanyakan kerjaan, kelimpungan. Ketika tidak ada gawean, juga jadi tak bersemangat dan merasa kehilangan. Mau dibikin kegiatan rutin, berasa bosan. Mau dibikin insidental, berasa banyak kejutan tak terencana. Ah, namanya juga manusia. Mau kayak gimana juga ada aja salahnya. 


Fyuh, selamat menjalani hari saja lah ya. Semangat....!



Thursday 18 March 2021

Meleleh Oleh Mereka

22:21 0 Comments



Malam ini kembali menghangat. Saya kembali tersenyum sepanjang malam. Apakah ada perlakuan baru dari suami? Oh, tidak. Bukan tentang suami, tapi tentang anak-anak. 


Ya, ini tentang Kak A dan Adik Z, dua orang berbeda dan tentunya tak bisa sama. Ah, pastinya saya sudah paham betul tentang itu. Bahkan orang kembar pun tak ada yang seratus persen sama kan. Apalagi Kak A dan Adik Z. 


Malam ini saya menghangat karena mereka memiliki cara berbeda untuk menganghangat hati saya. Saya rasa karena bahasa cintanya berbeda pula. Kak A yang word of affirmation dan Adik Z yang physical touch.


Saya selalu dibuat meleleh dengan sikap Adik Z. Alih-alih minta dikeloni sebelum tidur, Adik Z justru yang akan memeluk saya dan 'ngeloni' saya. Biasanya dia akan memeluk leher dan berkata, "Ayangku....", atau "Intaku....". Ah, meski kosa katanya belum full benar, sudah bisa terbaca kan?


Lain waktu dia yang akan memeluk lalu mengelus kepala saya sambil berkata, "Mami bobok...., mami bobok...." menyuruh saya untuk tidur. Hm, gimana tidak bablas sampai pagi kalau begini. Atau seperti kemarin siang ketika dia tiba-tiba memeluk dan berkata, "Mami antik...." 


Saya membayangkan, kalau saya seorang wanita pasti sudah meleleh diperlakukan begitu oleh Adik Z. Ups, salah bahkan sebagai maminya pun saya meleleh juga. Tapi ternyata, meski dengan cara tak sama, Kak A juga melelehkan hati saya.


Kak A bukan tipikal yang sedikit-sedikit menghujani saya ciuman atau pelukan seperti Adik Z. Tapi, sambutannya malam ini ketika saya pulang kerja membuat saya terharu, "Mi, lihat. Mas A sudah beresin mainnya. Biar cepet, mami tinggal nyapu trus tidur."


Ya, Kak A tipikal yang butuh apresiasi. Dia menceritakan pencapaian-pencapaian dan senang kita saya mengapresiasinya. Tapi dari 'laporannya' tadi, saya melihat celah bahwa dia begitu perhatian pada saya. Dia sengaja membereskan mainannya sendiri dan kamar sudah rapi. Saya tidak perlu beres-beres lagi, tinggal menyapu lantai lalu beristirahat tidur.


MasyaAllah....

Ya, saya menghangat malam ini. Saya kembali menata dan memaklumi bahwa mereka berbeda dan memiliki cara yang berbeda. Namun yang jelas sama adalah bahwa mereka mencintai saya sebagai maminya. Alhamdulillah...

Wednesday 17 March 2021

Penyimpangan dan Kejahatan Seksualitas (Tantangan Bunda Sayang Pendidikan Seksualitas)

22:47 0 Comments



Oke, demi rapelan tugas tantangan bunda sayang, di hari terakhir ini saya langsung menjadikan satu topik penyimpangan seksualitas dan kejahatan seksualitas. Well, saya teringat pada satu pengalaman saya.

Dulu, ada teman yang bercerita kalau saat dia SMP ada orang gila yang biasa masturbasi di gang pojokan dekat sekolahnya. Kelihatan banget, dan sampe bikin risih. Ternyata, saya mengalaminya sendiri. Suatu ketika ada orang gila lewat di depan rumah dan iya benar, dia juga sedang melakukan masturbasi tepat di hadapan saya. Astagfirullah

Waktu itu saya buru-buru lari masuk ke dalam rumah. Malamnya ketika suami pulang, langsung saya ceritakan ke suami. Asli itu bikin trauma dalam beberapa hari. Bener-bener bikin nengok-nengok dulu khawatir kalau ada orang gila lagi.

Lalu saya membayangkan, saya yang sudah menikah saja bisa se-shock itu menghadapi peristiwa tadi. Gimana ceritanya kalau itu dialami anak-anak yang masih awam. Apa tidak lebih shock? Nau'dzubillah.

Iya, balik lagi ke kita sebaga orang tua untuk melakukan proteksi. Tapi, jangan lupa satu hal bahwa sebaik-baik penjagaan adalah milik Allah Ta'ala. Maka, titipkan saja diri kita, anak-anak kita, keluarga kita pada-Nya. Biar Allah langsung yang menjaganya. Aamiin


#harike10
#tantangan15hari
#zonapendidikanseksualitas
#institutibuprofesional

Ketika Anak Bertanya (Tantangan Pendidikan Seksualitas)

22:37 0 Comments




Topik terakhir adalah ketika anak bertanya tentang seksualitas. Huwaw, saya sendiri belum bisa bayangin sih kalau berada di posisi itu. Kira-kira akan berekspresi apa dan mau menjawab apa.

Cuma, saya inget banget dulu Bu Elly Risman pernah cerita buat konfirmasi dulu. Misal, si anak tanya seks itu apa sih. Hm..., jangan shock dulu, tapi tanya balik aja dulu, yang kamu tahu apa? Lucunya saya pernah dapat meme di medsos gitu. Ada anak kecil bertanya pada orang dewasa, apa itu seks. Lalu si orang dewasa itu menjelaskan dengan belepotan tapi benar-benar berusaha menjelaskan. Si anak cuma melongo, padahal dia cuma ingin mengisi formulir dalam bahasa Inggris di mana ada kata sex di situ yang artinya kudu dijawab laki atau perempuan. Nah lho, malah salah kaprah kan?

Ini bisa jadi senjata sih. Ketika si anak sudah sedikit tahu, orang tua tinggal mengonfirmasi saja. Pun jadi bisa menilai sejauh mana yang kira-kira bisa disampaikan pada anak. Yang jadi PR adalah, gimana biar tetap tenang dan tidak terkesan kaget ketika ditanya. Bukankah kesan pertama begitu menggoda. Khawatirnya si anak udah notice duluan nih kenapa kok ekspresi orang tuanya udah beda padahal ditanya gitu doang.

Oke, mudah-mudahan nanti siap menjawab pertanyaan seperti ini. Bismillah

#harike9
#tantangan15hari
#institutibuprofesional
#kelasbundasayang

Ketika Aqil dan Baligh Berjalan Tak Beriringan (Tantangan Zona Pendidikan Seksualitas)

22:07 0 Comments



Masya Allah sudah hari terakhir di zona ini dan saya masih punya hutang nyimak video plus hutang bikin laporan tantangannya. Bismillah....

Ini tentang topik ke lima yang disampaikan oleh teman-teman sobatualang yaitu tentang aqil dan baligh. Yup, aqil dan baligh itu dua kata saudar-saudara. Means, ada kalanya aqil datang pun baligh datang. Harapannya sih aqil datang duluan atau barengan dengan si baligh. Tapi kenyataannya?

Saya jadi teringat materi tentang ini juga yang disampaikan oleh Ustadz Hary Santosa. Saya ngeri sendiri ketika beliau mengatakan, "Bagaimana jadinya anak-anak yang sudah baligh di usia 10-12 tahun padahal mereka baru boleh/bisa menikah di usia 25 tahun" Wow, iya juga ya. Dan itu tantangan berat buat orang tuanya juga. Artinya memang PR aqil bersama baligh itu perlu diupayakan.

Cuma yang masih jadi pertanyaan saya adalah bagaimana untuk memulainya. Iya, kemarin sudah disampaikan oleh pemateri kalau sejak usia 7 tahun sudah mulai dikenalkan dengan tanggung jawab. Ah, PR sih buat saya untuk tidak sungkan mengutarakan duluan. Persis seperti yang dikatakan pemateri, buat anak untuk nyaman dulu dengan orang tuanya. Karena dengan mereka nyaman, maka mereka akan bercerita pada orang tuanya ketika akhirnya nanti mengalami menstruasi atau mimpi basah. Kalau saya sendiri sebagai orang tua risih untuk memulai ngobrolnya, gimana nanti anak mau nyaman dan cerita ke saya ketika mengalaminya?

Mungkin juga yang bisa dilakukan adalah dengan menunda si baligh datang buru-buru. Caranya? Meminimalisir media, menjaga asupan makanan, setidaknya itu yang saya ingat. Setuju banget sih, ketika zaman sekarnag semua makanan serba cepat saji, ya wajar kalau tumbuhnya cepat juga. Padahal ada makanan alami yang benar-benar clean eat yang bisa menjaga fitrah kita. Iya sih, makan dan makanan yang sesuia fitrahnya insyaAllah diri pun akan tumbuh sesuai fitrahnya kan. 

Plus media. Bener banget kalau perang media itu masyaAllah. Anak lihat akun yutub yang anak-anak saja kadang sliwer iklan yang pakaiannya terbuka. Lagi-lagi PR orang tuanya untuk mendampingi. Berat? Bismillah. Kalau Allah sudah mengamanahkan anak-anak di tangan kita, insyaAllah kita mampu untuk mendidiknya. InsyaAllah


#harike8
#tantangan15hari
#zonapendidikanseksualitas
#kelasbundasayang
#institutibuprofesional

Monday 15 March 2021

Ini Cara Ayah Hadir dalam Pengasuhan (Tantangan Bunda Sayang Pendidikan Seksualitas)

03:55 0 Comments



Topik keempat di parade live bunda sayang ini menarik, tentang peran ayah dalam pendidikan seksualitas. Ah, saya tarik mundur dulu. Bukan cuma dalam hal pendidikan seksualitas sebenarnya, bahkan peran ayah sendiri dalam hal pengasuhan menjadi tema menarik yang selalu didengung-dengungkan di kelas parenting. Ya, pasalnya belum banyak ayah yang melek dengan parenting. Kelas-kelas pengasuhan selalu penuh dengan para ibu. Mirisnya adalah jangan-jangan muncul stereotype bahwa memang tugas ibu untuk mengasuh dan tugas ayah mencari nafkah. Hm...


Di sini saya tidak akan membahas suami. Saya justru tertarik dengan bapak dan bapak mertua rahimahullah. Saya ingat waktu kecil dulu sepertinya lebih dari tiga kali bapak saya bertanya, "Bapak seperti apa Kak? Kakak mau ganti bapak ndak?" Hm, agak awkward sih memang pertanyaannya. Kadang saya juga risih untuk menjawabnya, apalagi itu pernah ditanyakan saat saya sudah SMP, sudah bisa mikir kan hehe. Tapi ketika sudah dewasa begini saya baru memahami bahwa itu adalah salah satu upaya bapak untuk mendapat masukan dari anak. Itu adalah cara bapak untuk introspeksi plus tanpa sadar membuat saya belajar menerima bapak apa adanya.


Menariknya, dalam hal peran ayah salah satu kunci yang harus dipegang adalah bagaimana agar seorang anak bangga dan melihat sosok ayahnya sebagai pribadi yang baik. Baik itu LDM atau sesibuk apapaun ayahnya, pamali bagi seorang ibu untuk menjelek-jelekkan sosok ayah di depan anak. Persis seperti yang dilakukan Bunda Hajar pada Ismail lah. Sekalipun Nabi Ibrahim tidak 'hadir' secara fisik, tapi kekaguman itu diceritakan oleh Bunda Hajar sehingga ketika Nabi Ibrahim datang, Nabi Ismail merasa dekat dan kagum pula pada ayahnya.


Rasa kekaguman ini saya rasakan juga terjadi pada suami dan kakak-kakak ipar. Qodarullah, saya belum mengenal bapak mertua rahimahullah. Tapi, melihat bagaimana suami menempel kertas-kertas wejangan dari bapak di dinding kamarnya membuat saya paham betapa suami mengaguminya.


Saya tertarik dengan cara bapak mertua mendidik anaknya. Beliau serigkali menulis dalam sebuah kertas HVS berisikan pesan-pesan atau petuah dan diberikan kepada anaknya. Beberapa seperti rangkuman materi sebagai bahan bapak untuk mengisi pengajian. Tapi sebagian yang lain memang ditujukan langsung pada si anak karena di awal kertas itu dibuka dengan kalimat, "Anakku sayang". MasyaAllah.


Apa yang dilakukan bapak mertua itu mengingatkan saya pada buku Sabtu Bersama Bapak. Ya, meskipun bapak dalam buku tersebut sudah meninggal dunia, dia menyiapkan video yang rencananya akan diputar untuk anak-anaknya setiap hari Sabtu. Sekalipun bapak itu sudah tiada, namun sosoknya kembali hadir setiap hari Sabtu dan menjadi kedekatan sendiri bagi anak-anaknya.


Well, apapun upaya yang sudah dilakukan harapannya memang agar anak mengenal dengan sosok ayahnya. Yah, semoga makin banyak ayah yang melek dengan parenting, agar Indonesia tidak makin menjadi fatherless country. Aamiin


#harike7

#tantangan15hari

#pendidikanseksualitas

#kelasbundasayang

#institutibuprofesional

Quantity Time dan Quality Time demi Menumbuhkan Fitrah (Tantangan Bunda Sayang Zona Pendidikan Seksualitas)

03:33 0 Comments



Bismillah.. topik ketiga yang diangkat di parade live pendidikan seksualitas kelas bunda sayang adalah tentang mengenal fitrah seksualitas. Hm, bahasan ini sudah tidak asing bagi saya. Terlebih referensi yang dipakai oleh tim pemateri pun juga diambil dari Ustadz Harry Santosa. Berasa tinggal review saja jadinya.


Tapi PR-nya adalah bagaimana agar saya ingat dengan tahapan fitrah tersebut. Terlebih dengan kesibukan publik yang saya dan suami miliki. Kekhawatiran yang ada di benak adalah, apakah saya sudah dengan anak di fase usianya saat ini? Wallahua'lam.


Di fase usia Kak A dan Adik Z saat ini, mereka sedang dalam tahapan untuk dekat dengan ayah dan bundanya. Kak A tinggal 1 tahun lagi untuk lebih didekatkan pada papinya ketimbang pada saya. Sejujurnya saya paham konsep ini sejak dulu. Hanya saja, ya begitulah porsi waktu saya dan suami sepertinya memang tidak sebanyak porsi publik kami.


Tak apa, bismillah saja. Meskipun kualitas tak akan tercipta tanpa kuantitas, saya kembali diremider untuk memaksimalkan kuantitas yang ada saat ini. Semoga kuantitas yang secuil ini bisa menjadi ajang berkualitas untuk main bareng, ngobrol bareng, beraktivitas bareng demi menumbuh fitrah-fitrahnya. Tidak hanya fitrah seksualitas saja, tapi semua aspek fitrahnya. Aamiin...



#harike6

#tantangan15hari

#zona7pendidikanseksualitas

#kelasbundasayang

#institutibuprofesional

Saturday 13 March 2021

Cegah Kekerasan Seksualitas dengan Pendidikan Seksualitas Sejak Dini (Tantangan Bunda Sayang Pendidikan Seksualitas)

06:10 0 Comments



Bismillah, materi kedua tentang pengenalan pendidikan seksualitas sejak dini. Sejak awal presentasi, tim sudah memaparkan tentang pentingnya poin ini karena di luar sana banyak terjadi kekerasan seksualitas pada anak kecil yang penyebabnya karena si anak tidak dipahamkan tentang pendidikan seksualitas terlebih dahulu.


Saya langsung teringat pada kejadian beberapa tahun lalu, saat masih belum punya anak. Sebut saja ada dua orang yang bertetangga bernama N dan Y, dengan anak perempuan mereka bernama D berusia 5 tahun dan I berumur 3 tahun. Karena usianya sepantaran, kedua anak ini selalu main bersama, bahkan kadang pun sampai berjam-jam main di rumahnya.


Suatu ketika saya bertanya pada Ibu Y, "Lho tumben I main sendiri, ga sama D" Barulah ibu Y bercerita. Dia memang melarang anaknya untuk main lain dengan D, pasalnya ada kejadian tak menyenangkan yang dialami I. Suatu ketika I main ke rumah sampai beberapa waktu. Lalu, I pun merasa ingin pipis. Karena D lebih besar dari I, maka dia pun mengantar I ke kamar mandi, membantu melepas celana, dan membantu menceboki. Sampai di sini sepertinya masih 'dimaklumi' kan. 


Sayangnya di sore harinya ketika I sudah pulang ke rumah, dia mengeluh area genitalnya sakit. Barulah Ibu Y ini 'menginterogasi' anaknya kenapa kok bisa sakit dan seterusnya. Hingga akhirnya Ibu Y tahu kejadian diantar pipis tadi. Usut punya usul ternyata saat menceboki itu D melakukannya dengan agak keras sehingga membuat I kesakitan. Ibu Y sempat panik, khawatir kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


Waktu mendengar cerita itu, saya merinding juga. Di sini saya melihat dari sudut pandang orang netral ya. Di satu pihak, Mama N dan anaknya D tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Ketika I kebelet pipis dan sedang berada di rumahnya, wajar kan kalau dipersilakan buang air kecil sekalian saja. Di pihak lain dengan usia I yang baru tiga tahun, wajar juga kalau proses ini pun dia 'dibantu', meski harusnya bukan anak usia lima tahun juga yang membantunya.


Di sisi lain, saya setuju sekali kalau kejadian ini bisa dihindari jika anak diberi pendidikan seksualitas sejak dini. Dari sudut pandang Ibu Y, sebenarnya bisa saja dengan mensounding anak sejak kecil tentang bagian tubuh mana-mana saja yang boleh disentuh. Pun tentang kemungkinan kejadiana bagaimana kalau terasa ingin kencing padahal tidak sedang di rumah.


Well, dari pengalaman ini saya belajar cukup banyak. Semoga tidak ada lagi kasus seksualitas yang tidak diinginkan hanya karena terlambat memberikan pendidikan seksualitas sejak dini. Aamiin


#harike5

#tantangan15hari

#zona7pendidikanseksualitas

#kelasbundasayang

#intitutibuprofesional

Friday 12 March 2021

Paham Gender: Aku Laki-laki (Tantangan Bunda Sayang Zona Pendidikan Seksualitas)

22:06 0 Comments


Bismillah, di FB grup Pantai Bentang Petualang sudah mulai jadwal presentasi topik. Syukurlah, tim Solo tidak terpilih. Eh gimana? Haha… Ya begitulah, saya bersyukur cukup jadi pemirsanya saja, lha wong ini aja juga telat nyimaknya haha.


Di topik pertama ini yang diangkat adalah tentang perbedaan gender. Yup, intinya bagaimana anak paham tentang gendernya, apakah dia laki-laki atau perempuan. Alhamdulillah, Kak A sudah paham tentang itu. Dia tak jarang berkata, “Aku kan laki-laki.”


Yang masih menjadi PR adalah Adik Z. Usianya memang baru dua tahun sih, dan dari pemaparan tim kemarin memang anak paham gender di usia mulai dua hingga empat tahun. Apakah Adik Z bingung gender? Oh, bukan begitu. Dia tahu kok dia laki-laki, Cuma mungkin karena kedekatan dengan figur perempuan saja makanya dia melihat bahwa dia mengambil peran perempuan.


Maksudnya? Haha, agak belibet ya. Jadi, Adik Z itu suka sekali dengan hewan. Kebetulan, di rumah ada boneka sisa maminya. Hahaha, iya boneka sejak zaman saya masih kecil masih ada. Salah satu favorit Adik Z adalah boneka beruang, hampir setiap saat bonek itu dia gendong. Nah, karena Adik Z sering menggendong beruang itulah dia menyebut dirinya ‘Mama Beruang’. Pernah saya mencoba meluruskan, “Papa Beruang”, tapi Adik Z menolak. Katanya, yang gendong kan Mama bukan Papa.


Oke, ini sih sepertinya bukan bingung gender ya, lebih ke kurang pengenalan aktivitas saja sepertinya. Tapi ngomong-ngomong tentang kurangnya pengenalan aktivitas, saya jadi teringat dengan kisah Irfan Hakim. Dulu banget waktu di acara Hafidz Indonesia, Irfan Hakim pernah cerita. Suatu kali dia baru di rumah dan sudah memasuki jam sholat. Dia pun mengajak sekeluarganya untuk sholat berjamaah. Fyi, Irfan Hakim punya beberapa orang anak dan yang paling kecil laki-laki.


Apa yang terjadi? Di saat akan sholat itu, si bungsu meraih mukena seperti kakak-kakaknya. Melihat itu Irfan Hakim menangis. Mungkin bagi sebagaian orang hal itu akan dianggap lucu, tapi tidak bagi Irfan Hakim. Dia menganggap bahwa dirinya kurang mengenalkan sosok laki-laki yang sholat dengan memakai sarung dan bukan dengan mukena layaknya kakak-kakaknya.


Yup, dari situ saya makin setuju dengan pemaparan tim bahwa pengenalan gender itu memang bisa dimulai dengan pencontohan dari orang tuanya. Ayah dan bundanya lah yang memberikan makna tegas bahwa saya laki-laki atau saya perempuan. Bismillah


#harike4

#tantangan15hari

#bundasayang

#zonapendidikanseksualitas

#institutibuprofesional



Sunday 7 March 2021

Cwk Atau Cwk (Tantangan Zona Pendidikan Seksualitas)

06:26 0 Comments



Alhamdulillah, tugas kelompok zona bunsay sudah disetorkan. Ohiya, kami mendapat tema tentang Penyimpangan Seksual, Pencegahan, dan Solusi. Tema yang agak-agak gimana gitu buat saya pribadi, hihi. Tapi Alhamdulillah bisa selesai juga berkat orang-orang hebat di tim.


Kemarin saat diskusi final ada bahasan menarik yang diangkat. Seorang teman psikolog bercerita bahwa dia memiliki seorang teman wanita yang postur tubuhnya dari sananya seperti laki-laki. Hingga orang akan mengira bahwa dia laki-laki. Pun sampai sekarang, dia akan terlihat layaknya laki-laki.


Saya cukup tergelitik di sini. Statementnya adalah bahwa dasarnya Allah yang menciptkan bentuk tubuh seseorang kan. Bentuk dada yang bidang ibarat lelaki misalnya, boleh jadi akan diciptakan pada kaum wanita karena mungkin faktor genetik ayahnya berdada bidang juga. Tapi, apa iya untuk kasus begini akan berdampak ke psikologisnya sehingga nantinya berdampak pada penyimpangan seksual? Nah ini yang saya kurang paham.


Dalam benak saya, seadainya dia Muslim, tanpa melihat dia berdada bidang atau berotot kekar, kalau nurut sama perintah Allah SWT untuk menutup kepala dan menjulurkan kain ke dadanya bukankah sudah menjadi solusi? Setomboi apapun dirinya seandainya dia memakai hijab tetap akan dilihat sebagai seorang wanita kan. Ah, mungkin di sinilah maksud Allah memerintahkan kaum wanita berhijab dengan alasan agar kamu mudah dikenali. Bener banget kan kalau dengan berhijab maka kita dikenali sebagai wanita.


Poin kedua, seandainya secara fisik dia terlihat berbeda dengan jenis kelaminnya, apakah itu akan mempengaruhi pola asuh dari orang tuanya sehingga makin memantapkan perbedaan jenis kelamin itu. Misal, ketika sang mama melihat anaknya kekar, apakah dia akan berkata, "Wah Nak, ototmu kekar sekali. Yuk kita fitness dari sekarang, trus kita berburu dan ngebengkel dengan kekuatan ototmu." Kayaknya kok tidak ya.


Yang saya bayangkan, bukankah dengan sekekar apapun si anak, ketika dia kecil tetap akan dibelikan boneka dan perangkat masak-masakan. Pun seorang bayi wanita kecil, bukankah sang ibu akan tetap memakaikan baju-baju pink dan pernak-perniknya yang lucu. Sekalipun mungkin terlihat aneh dengan fisiknya yang kekar.


Dari situ saya jadi menganggap bahwa apapun bentuk ciptaan Allah, tetap saja fitrah yang baik tidak akan menyimpang. PR-nya adalah bagaimana tetap menjadi sesuai fitrahnya, sehingga dia tetap berlaku sesuai kodratnya dan tak perlu ada kasus penyimpangan seksual, Wallahua'lam


#harike3

#tantangan15hari

#zonapendidikanseksualitas

#pantaibentangpetualang

#kelasbundasayang

#institutibuprofesional

Friday 5 March 2021

Dilema Mandi Bersama (Tantangan Zona Pendidikan Seksualitas)

02:47 0 Comments



Bismillah… Tulisan kali ini masih tentang temuan insight selama menyimak paparan dari kakawi. Salah satu yang menarik bagi saya adalah ketika ada yang bertanya gimana kalau mandi bareng. Kasusnya si kakak perempuan usia lima tahun dan adik laki-laki usia tiga tahun. Hm, ini relate banget sama saya.

 

Hampir tiap hari, Kakak A dan Adik Z mandi bareng. Dalam hal ini mereka sama-sama laki-laki. Walaupun tidak menutup kemungkinan, kalau sesama laki-laki dianggap lebih aman. Cuma… ya gimana, buat mamak-mamak yang pingin serba simple, mandi bareng itu seolah sangat menghemat waktu. Sekali guyur, langsung dua-duanya. Sekali ngasih sabun sekalian, ngambil handuk, pakai baju juga sekalian.

 

Pernah sih saya kepikiran untuk membuat mereka mandi terpisah. Pernah kejadian beberapa kali juga. Biasanya karena Kakak A lebih asyik mainan saat saya ajak mandi. Alhasil kami melakukan konsekuensi, kalau tidak mau mandi sekarang berarti nanti mandi sendiri. Sayangnya itu tidak terjadi setiap hari. Kakak A masih terbawa kebiasaan mandi sekalian bareng adik. Plus dengan embel-embel maunya dimandiin Mami. Yah, poin kemandirian di fase ini memang naik turun sih, dan memang belum saatnya untuk dimandirikan kan, masih sebatas dilatihkan. Begitu kalau kata Ustadz Harry.

 

Sebenarnya mereka pun masih aman-aman saja sih. Kalau mandi bareng juga tidak terduga kemungkinan main-main dengan alat genitalnya. Ya itu tadi, mamak maunya simple. Bahkan urusan mandi adalah urusan yang paling sering bikin naik emosi. Hehe, poin komunikasi produktifnya mulai keteteran lagi ketika membujuk mereka mentas dari main air atau segera pakai baju.

 

Yang agak bikin khawatir kalau sepupu perempuannya datang saat lebaran. Yah meskipun itu satu setengah tahun yang lalu sih. Umur Kak A juga baru 3.5 tahun, belum tertarik dan tidak terlihat indikasi aneh-aneh antara genital laki-laki dan perempuan. Hanya saja kalau tahun ini sepupunya datang, saya sudah perlu sounding untuk tidak mandi bersama lagi.

 

Sempat terpikirkan, mungkin nanti kalik ya kalau sudah mulai masuk sekolah. Sepertinya bisa saya sounding sejak sekarang untuk meminta Kak A mandi sendiri kalau mau sekolah nanti. Bismillah mudah-mudahan bisa. Sekalian sounding biar kemandirian dapat plus poin pendidikan seksualitasnya juga dapat. InsyaAllah 


#hari2

#tantangan15hari

#zona7pendidikanseksualitas

#kelasbundasayang

#pantaibentangpetualang


Wednesday 3 March 2021

Penerapan Pendidikan Seksualitas Juga Butuh Duit (Tantangan Bunda Sayang Zona Pendidikan Seksualitas)

22:47 0 Comments

 



Bismillah, lagi-lagi sudah masuk zona baru. Wow, sudah dua zona terakhir. Temanya menarik yaitu tentang Pendidikan Seksualitas. Lebih menarik lagi karena tantangan di zona ini berbeda. Kalau biasanya, kami diminta untuk melakukan aktivitas bersama anak lalu membuat jurnalnya, kali ini kami lebih diminta untuk ‘belajar’ dulu. Boleh sih, mau eksekusi, tapi belajarnya jangan lupa.

 

Jadi selama lima hari pertama ini, kami diminta diskusi bersama teman-teman satu regional. Kami boleh menuliskan insight dari diskusi yang dilakukan, atau boleh juga menulis sumber referensi, dll. Nanti di hari keenam sampai sepuluh, kami diminta untuk menyaksikan hasil diskusi dari teman-teman yang tepilih. Lalu kami diminta untuk membuat resume atau insight atau menuliskan aha moment yang didapat. Hm, menarik kan?

 

Okay, karena hari ini di IP Solo masih setoran materi dan saya belum sempat membaca semua materinya (ahahaha ketahuan kan Cuma nginthil dulu) ya udah deh kali ini mengkristalkan lagi poin-poin yang didapat dari paparan kakawi kemarin. Ada beberapa yang menarik, salah satunya tentang tidur atau kamar terpisah.

 

Memang betul ada hadits yang mengatakan bahwa pisahkan anakmu di usia sepuluh tahun. Masalahnya, apakah mudah untuk melakukan itu? Oh, ini bukan hanya perkara menjadi Muslim yang taat dan menjalankan Sunnah Rosul. Bahkan salah satu yang menjadi pertimbangan adalah apakah finansial mendukung melakukan itu?

 

Yah, tidak bisa dipungkiri, kondisi manusia Indonesia memang tidak sepenuhnya ‘berada’. Tetangga depan rumah saya misalnya. Seorang nenek dengan anak 9 orang yang semua sudah berkeluarga, sudah beranak, bahkan sudah bercucu semua. Rumahnya? Hm, luasnya mungkin sama dengan rumah kami yang hanya berisi tidak sampai seperempatnya. Saya tidak terbayang, tidurnya gimana ya, kamarnya gimana?

 

Oh, ini tidak meremehkan mereka. Bukan, tapi ini memang memikirkan anjuran hadits di atas. Plus, kaitan dengan materi Pendidikan Seksualitas. Kalau tidak salah ingat, dulu sekali pernah menyimak materi dari Ibu Elly Risman, beliau berkata bahwa anak kecil usia berapapun yang melihat baik sengaja atau tidak sengaja bahkan termasuk mendengar suara orang tuanya yang sedang berhubungan suami istri itu akan berdampak pada kondisi otaknya. Dan dampaknya itu seringkali menyebabkan ‘penyimpangan’ pada anak tersebut, entah dengan matang lebih cepat misalnya, atau melampiaskan dengan tidak pada tempatnya. Naudzubillah…

 

Jadi, berhati-hati saat hubungan suami istri itu memang penting. Dan salah satu kuncinya memang dengan memisahkan kamar tidurnya. Tapi, bagaimana kalau dana tidak mencukupi, lahan rumah tak ada. Yup, di situ tantangannya.

 

Maka, urusan pendidikan seksualitas ternyata tidak sesimple itu, sampai perlu persiapan finansial juga kan. Jadi, jika memang peduli kesehatan mental anak terhadap seksualitas, yuk usaha cari duit lebih ekstra. Biar Allah melancarkan rejeki, bisa bikin kamar untuk anak sendiri-sendiri.

 

Eh, kok jadi gini kesimpulannya. Ya, begitulah. Iyain aja. Haha