Di topik pertama ini yang diangkat
adalah tentang perbedaan gender. Yup, intinya bagaimana anak paham tentang
gendernya, apakah dia laki-laki atau perempuan. Alhamdulillah, Kak A sudah
paham tentang itu. Dia tak jarang berkata, “Aku kan laki-laki.”
Yang masih menjadi PR adalah Adik
Z. Usianya memang baru dua tahun sih, dan dari pemaparan tim kemarin memang
anak paham gender di usia mulai dua hingga empat tahun. Apakah Adik Z bingung
gender? Oh, bukan begitu. Dia tahu kok dia laki-laki, Cuma mungkin karena
kedekatan dengan figur perempuan saja makanya dia melihat bahwa dia mengambil
peran perempuan.
Oke, ini sih sepertinya bukan
bingung gender ya, lebih ke kurang pengenalan aktivitas saja sepertinya. Tapi
ngomong-ngomong tentang kurangnya pengenalan aktivitas, saya jadi teringat
dengan kisah Irfan Hakim. Dulu banget waktu di acara Hafidz Indonesia, Irfan
Hakim pernah cerita. Suatu kali dia baru di rumah dan sudah memasuki jam
sholat. Dia pun mengajak sekeluarganya untuk sholat berjamaah. Fyi, Irfan Hakim
punya beberapa orang anak dan yang paling kecil laki-laki.
Apa yang terjadi? Di saat akan
sholat itu, si bungsu meraih mukena seperti kakak-kakaknya. Melihat itu Irfan
Hakim menangis. Mungkin bagi sebagaian orang hal itu akan dianggap lucu, tapi
tidak bagi Irfan Hakim. Dia menganggap bahwa dirinya kurang mengenalkan sosok
laki-laki yang sholat dengan memakai sarung dan bukan dengan mukena layaknya
kakak-kakaknya.
Yup, dari situ saya makin setuju
dengan pemaparan tim bahwa pengenalan gender itu memang bisa dimulai dengan
pencontohan dari orang tuanya. Ayah dan bundanya lah yang memberikan makna
tegas bahwa saya laki-laki atau saya perempuan. Bismillah
#harike4
#tantangan15hari
#bundasayang
#zonapendidikanseksualitas
#institutibuprofesional
No comments:
Post a Comment