Follow Us @soratemplates

Sunday, 9 May 2010

Betapa Jahat Seorang Dokter

Cerita berawal dari sebuah perjalanan. Sebuah truk dalam keadaan terjungkir dan ringsek bagian depan. Posisinya tak wajar dan membuat seseorang berdecak kagum dengan mata berbinar. "Wah...." Lalu tanggapan berikutnya membuat tercenung.Orang lain berkata "Wajar. Dia seorang dokter. Pantas kalau melihat suatu kecelakaan dari sudut pandang ladang usahanya. Tak salah jika filosofinya begitu. Tertarik pada sebuah peristiwa yang memberinya peluang usaha."

Lain kesempatan, terdengar obrolan beberapa mahasiswa kedokteran. Seorang mahasiswa yang nilainya pas-pasan sedang dibesarkan hatinya oleh kawannya, "Sudah, tidak apa-apa. Besok belajar lebih baik lagi." Tapi mahasiswa itu menanggapi, "Oke, nggak apa-apa. Nilai jelek, biarin! Yang penting besok kalau praktik punya banyak pasien." Dan kawannya mengangguk mengiyakan.

Lain lagi seorang siswa yang hendak lulus SMA memiliki pandangan berbeda saat menentukan sekolah lanjutnya. Siswa yang fanatik dengan sekolah kedinasan berpendapat, "Lihat saja mahasiswa-mahasiswa itu. Tiap tahun kedokteran selalu saja ketat persaingannya. Tapi mana bukti lulusannya. Ketat persaingan tapi tinggi pula pengangguran. Lihat, betapa tiap jengkal rumah dibuka praktik dokter tanpa ada pasiennya."

Filosofi dokter atau mahasiswa kedokteran. Betulkah hanya semata ingin mencari pasien sebagai ladang usaha untuk mengantarnya menjadi kaya? Jika memang begitu, sungguh betapa jahat seorang dokter. Secara tidak langsung pandangannya mengatakan "Biarkan saja mereka sakit. Biar mereka datang dulu padaku dan aku akan membantu mengobatinya."

Katanya dokter itu pekerjaan mulia. Membantu orang-orang sakit untuk dapat kembali merasakan nikmatnya sehat. Tapi kemuliaan itu sedikit demi sedikit ternoda. Kualitas pelayanan berbanding lurus dengan tingginya biaya pengobatan. Lagi-lagi sedikit terbersit pemikiran, "Jika kamu kaya, kamu akan berpeluang untuk sehat. Jika kau tunjukkan kemampuan memberi uang, akan aku lakukan tindakan segera." Kalau begini, apakah masih bisa dibilang mulia.

Hm..., filosofi dokter dan kemuliaan. Adakah yang bisa memperbaikinya?

20 comments:

  1. kalo aku pernah dapet pesan dari seseorang,
    beliau mengatakan
    "do, kalo jadi dokter, kamu harus bisa membedakan antara dokter dan pengusaha..."

    aku nggak tanya maksud dari pernyataan itu...
    tapi, kalo aku pahamim maksudnya "mungkin" gini

    dokter itu seharusnya susah kalo banyak pasien,
    pengusaha seneng kalo banyak pelanggan

    soalnya, kalo dokter banyak pasien berarti status kesehatan masyarakat memburuk, kalo pengusaha banyak pelanggan berarti status kesejahteraan masyarakat membaik...

    jadi, aku menyimpulkan profesi dokter itu jangan dijadikan sandaran untuk menghidupi diri secara total, tetapi menghidupi diri itu dengan menjadi pengusaha atau pun pedagang

    mungkin sedikit menambahkan :)

    ReplyDelete
  2. sip, itulah yang kumaksud.
    sayangnya, masih ada kasus balas dendam biaya kuliah kedokteran yang mahal dengan biaya praktik yang jadi dibikin mahal. atau kasus rebutan pasien antarsesama dokter.

    dokter dan pengusaha...
    hm, mantap. mudah-mudahan kelak bisa begitu. amin...

    tapi perlu juga jadi ilmuwan sepertinya. agar kedokteran di Indonesia lebih berkembang. Anggaplah sebagai balas jasa atas ilmu yang kita peroleh.

    ReplyDelete
  3. Anonymous12 May, 2010

    jadi dokter yang baik hati, ramah, dan sering kasih gratisan pasien yang berobat ukh :D

    ReplyDelete
  4. amin...

    hehe, sering pengobatan gratis ya. hm...^_^

    ReplyDelete
  5. dokter kan tidak hanya kuratif, tapi juga preventif dan promotif. iya ga?

    ReplyDelete
  6. bisa sebenarnya. tapi bisa jadi diprotes sama mantan kampusku dulu (kesehatan masyarakat tercinta...) karena mereka lah yang lebih fokus ke preventif dan promotif.

    hm..., tak apa. yang penting saling bekerja sama untuk kesehatan masyarakat Indonesia.

    ReplyDelete
  7. kalo menurutku, jadi ilmuwan tu bukan tugas kita . . .

    karena balas jasa yang menjadi hak kita hanya dengan menyejahterakan umat melalui profesi kita sebagai dokter . . .

    aku pernah dikasih ide, untuk menolong orang orang dengan sosioekonomi dibawah normal, kelak bisa kita lakukan subsidi silang . . . dengan menaikkan ongkos periksa bagi yang mampu, dan menurunkan bagi yang tidak . . . namun penambahan dan penurunan biaya itu harus menghasilkan jumlah total yang sama dengan angka yang dihasilkan jika jumlah pasien secara total dikalikan harga standar berobat pasien . . . sehingga seorang dokter tetap bisa memenuhi kebutuhan nafkah dari profesinya tanpa harus merepotkan orang lain . . .

    ReplyDelete
  8. saya kurang sependapat jika dikatakan menjadi ilmuwan bukan tugas kita.

    kalau semua lulusan dokter berpikir begitu, dalam arti semua merasa tidak memiliki kewajiban untuk mengembangkan ilmu dan hanya menyejahterakan masyarakat, apa jadinya dokter-dokter masa berikutnya? Ilmu kedokteran tidak berkembang karena generasi yang sekarang tidak ada yang mau mengembangkan ilmu.

    Mungkin akan lebih tepat jika dikatakan menyejahterakan masyarakat adalah fardhu 'ain, dan mengembangangkan ilmu tetap kewajiban tapi fardhu kifayah.

    ReplyDelete
  9. hm, benar juga . . . setuju sama pernyataan terakhir . . .

    aku tarik pernyataan ku

    ReplyDelete
  10. Benar juga, dokter2 jaman sekarang hanya ingin kaya saja, bukannya menolong pasiennya. :(
    Namun, saya yakin pasti masih ada dokter yang tulus... :)

    ReplyDelete
  11. Insya Allah.., amin..

    Semoga Allah tetap menjaga kemuliaan di hati para dokter walau tergerus rutinitas dan tuntutan di dunia kedokteran. Allahumma amin..

    ReplyDelete
  12. bener banget...haha...
    dari sekarang, kita harus luruskan niat untuk menjadi dokter yang sesungguhnya... =D

    ReplyDelete
  13. bener banget...haha...
    dari sekarang, kita harus luruskan niat untuk menjadi dokter yang sesungguhnya... =D

    ReplyDelete
  14. think positive21 November, 2011

    Tulisannya sepihak banget.. belum pernah ketemu dokter yang 'jahat' gt, setelah bertemu dan kenal dengan begitu banyak dokter selama hidup..

    ReplyDelete
  15. hm.., semoga saja memang begitu. mudah-mudahan tak akan ada dokter yang begitu sehingga tidak perlu bertemu.
    cerita ini ditulis berdasarkan pengalaman seseorang juga yang tidak mendapat pelayanan karena biaya, atau bertemu dokter yang melihat pasien dari segi bisnis.

    ReplyDelete
  16. Ummul Fitri24 April, 2012

    saya mahasiswa kedokteran gigi
    skrng pmrintah lg ad program dokter gigi keluarga kok..
    jd lbh k tindakan preventif n promotifny..
    pengobatan itu pasti krn mmng tgs utama seorang dokter
    pasal 8 Kode Etik Kedokteran Indonesia
    "Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan/mendahulukan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh(promotif,preventif,kuratif, dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya"

    ReplyDelete
  17. sip..
    Terima kasih Ummul Fitri yang sudah berkunjung.
    Insya Allah dokter yang memiliki filosofi dan kemuliaan akan tetap memegang kode etiknya.. :)

    ReplyDelete
  18. Anonymous05 July, 2012

    andapun akan kesusahan tanpa dokter...

    ReplyDelete
  19. tentu saja, karena manusia memang diciptakan untuk saling membutuhkan dan tolong-menolong

    ReplyDelete
  20. Anonymous22 July, 2013

    Superrr sekali!!

    ReplyDelete