Follow Us @soratemplates

Thursday 18 August 2022

May I Help You?

21:04 0 Comments



Adakah yang merasa bahwa membantu sesama adalah perbuatan tercela? Rasanya tidak ada. Hampir semua orang secara aklamasi sepakat bahwa membantu orang lain adalah perbuatan yang baik. Namun ternyata yang baik belum tentu selamanya baik.


Konsep itu saya sampaikan pada Kak A beberapa waktu lalu. Ini bermula ketika Kak A membuat Mas Z menangis. Kedua anak ini memiliki karakter yang berbeda. Dari catatan ustadzahnya, Kak A memiliki karakter suka membantu. Entah diminta atau tidak, Kak A cenderung ringan hati menawarkan bantuan. Beda halnya dengan Mas Z yang sedang fase egosentris. Dia sedang memiliki keinginan kuat untuk belajar bisa melakukan apa-apa sendiri.


Tak ayal, kedua karakter ini sedikit bertolak belakang. Ketika Mas Z ingin merangkai lego misalnya, Kak A serta merta membantu merangkai. Ketika Mas Z mau turun dari mobil dengan tentengan beraneka ragam di tangannya, Kak A secara refleks meraih tentengan itu. Tentu saja Mas Z sontak menangis.


Dalam keadaan begitu, semula saya biasanya langsung menegur Kak A. Saya katakan agar dia tidak mengganggu adiknya. Tapi, setelah saya pikir-pikir, sepertinya respon saya tidak adil. Karena terjadi berulang kali, saya pun menyadari bahwa Kak A sama sekali tak ada niat mengganggu adiknya. Sebaliknya, dia justru berbaik hati ingin membantu.


Akhirnya saya pun berkata pada Kak A: Mungkin kita memang ingin membantu. Kita berharap mendapat banyak pahala. Sayangnya, tidak semua orang mau dibantu. Ada orang yang ketika dibantu justru menjadi marah. Ada juga yang ketika mendapat bantuan justru merasa direndahkan, tidak dihargai. Jadi tidak selamanya semua bantuan itu baik. Apalagi kalau bantuan itu justru membantu berbuat jelek. Makin tidak baik lagi.


Jadi, jika memang ingin membantu, tanyakan dulu pada orang yang mau dibantu, "Boleh dibantu tidak?" Kalau dia membolehkan, berarti kita bisa segera mengulurkan bantuan. Tapi kalau ternyata dia tidak mau, ya jangan dibantu. Biarkan saja. Mungkin dia ingin mencoba dan berusaha sendiri. Kalau kita memaksa membantu, mungkin dia justru akan marah atau sedih. Justru jadi tidak baik. Jadi, tanyakan dulu boleh dibantu atau tidak.


Alhamdulillah dengan pengertian itu Kak A bisa mengerti. Walaupun dari raut mukanya terlihat betul bahwa dia berusaha mencerna. Mungkin dalam benaknya bagaimana mungkin karena mau membantu justru jadi perkara pertengkaran baru.


Di kesempatan berikutnya, Alhamdulillah Kak A bisa mempraktikkan prinsip ini. Ketika Mas Z terlihat kewalahan mau membuka bungkus makanan, naga-naganya Kak A sudah geregetan ingin mengambil alih pekerjaan. Untungnya Kak A ingat untuk meminta izin. Dia bilang, "Aku bantu buka boleh ga?" Serta merta Mas Z pun menyerahkan bungkus makanan beserta guntingnya pada Kak A. Yup, tanpa drama.


Saya yang mengamati dari kejauhan tersenyum penuh kemenangan. Tidak ada lagi ribut-ribut hanya karena beda karakter. Mereka hanya perlu divalidasi keunggulan karakternya, dan diberi pengertian bagaimana berinteraksi dengan harmonis jika bertemu dengan karakter berbeda. Alhamdulillah, solved! Sampai jumpa lagi di tantangan berikutnya.