Saya bukanlah pecinta film, bukan orang yang up date film terbaru dan tergila-gila mengejar film tertentu. Bukan, tapi saya penikmat film. Meskipun hanya beberapa film saja yang pernah saya lihat, saya menikmatinya dan saya mengambil banyak pelajaran dari sana. Itulah yang terjadi pada saya beberapa hari yang lalu. Ketika banyak orang membicarakan sebuah film yang kata mereka bagus, saya masih belum cukup mengerti. Tapi begitu saya melihat sepenggal saja, saya menyadari bahwa film ini layak dilihat dan layak dijadikan inspirasi. Yap, apalagi kalau bukan 3 idiots!
Ada banyak hal yang saya pelajari dari film ini. Secara terselip, sang tokoh memberikan begitu banyak makna.
Hidup adalah kompetesi. Ya, begitu. Bahkan agar kita bisa lahir pun dibutuhkan kompetesi dari sperma untuk bisa menembus ovum. Jika kalah akan mati dan kompetisi berakhir.
Saya sepakat. Bukankah memang begitu kehidupan yang sesungguhnya? Apa ada hidup yang enak dan nyaman tanpa ada kompetisi? Tidak. Untuk bisa kuliah, harus melewati kompetisi dulu. Untuk mendapat uang dari bekerja, butuh kompetisi dulu. Pun untuk menggapai surga, butuh kompetisi terlebih dahulu. Bukankah ada hadits yang mengatakan berlomba-lombalah dalam kebaikan. Ya! Betapa ini menguatkan bahwa kita memang harus berkompetisi.
Memahami sebuah ilmu. Ilmu tak cukup sekedar dihafalkan, namun ilmu haruslah dipahami. Mengapa? Karena otak kita terbatas. Kita ditakdirkan untuk lupa, maka apa gunanya jika kita hanya menghafal dan tidak paham sama sekali toh akhirnya kita akan lupa. Jadi, pahamilah. Ketika kita paham dengan sebuah ilmu, ilmu akan lebih melekat. Kita pun akan bisa menjelaskannya dengan bahasa yang lebih sederhana. Bukankah itu membantu orang lain untuk lebih memahami ilmu juga? Begitu seharusnya agar ilmu itu menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi bekal kelak di akherat.
Jangan belajar untuk sukses. Belajarlah untuk membesarkan jiwa, menjadi orang besar. Hm..., rasanya ini berhubungan dengan kata kemarin 'jangan berusaha menjadi orang sukses, tapi berusaha menjadi orang bernilai.' Ya, memang begitu karena sukses itu hanya menyertai. So, orientasinya janganlah sukses, tapi proses belajar itu sendiri.
Ketika kita belajar, nikmatilah proses belajar itu plus nikmatilah keindahan ilmu itu. Dengan begitu, belajar akan menjadi lebih indah dan tak memberikan sebuah beban dan tekanan. Tapi ketika belajar itu ditujukan untuk menjadi sukses, otak dan hati akan terpacu untuk mengejar kesuksesan itu. Proses menjadi kurang terasa nikmat, dan keindahan ilmu pun tidak teresapi. Dampaknya, ilmu tak masuk, sukses bisa jadi justru makin menjauh.
Ketika belajar hanya untuk sukses, yang terbayang adalah nilai excellent. Dampaknya, bisa jadi muncul sejuta cara ilegal untuk mewujudkannya. Untuk apa menjadi rangking satu dengan metode seperti itu. Yang dibutuhkan di luar sana adalah 'manusia-manusia' yang menguasai dan menikmatinya ilmunya, dan bukan 'mesin-mesin' yang tertekan dengan kekakuan hafalan ilmunya. So, nikmatilah ilmu.
Jalani hidupmu seperti apa yang kau mau. Takdir memang sudah ditentukan tapi mau jadi apa kita tergantung usaha kita. Tak jarang orang tua berharap kita menjadi orang yang seperti apa, berprofesi apa, berpangkat apa, namun tetap saja ini adalah hidup kita dan kita lah yang berhak untuk menentukannya. Jangan anggap ini suatu hal yang salah dan menjadi sebuah bentuk kedurhakaan. Orang tua tetaplah diperlukan, dalam arti untuk memberikan restu. Ya, karena restu orang tua adalah restu Allah. Tapi, apa yang kita inginkan tentulah kita yang lebih tahu dan kita wajib mengejar itu. Mengapa? Karena ketika melakukan sesuatu yang kita inginkan, kita idam-idamkan, kita cintai, atau kita kuasai, segalanya akan terasa lebih indah. Proses akan menjadi lebih mudah dan secara tidak langsung kesuksesan pun makin di depan mata.
Satu pesan di akhir film "Berpikirlah efisien, maka kesuksesan ada di belakangmu"
Mari Belajar...
Saturday, 15 May 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment