(dimuat di Majalah Embun LAZiS Jawa Tengah edisi April 2012)
Bukan
sesuatu yang mengherankan jika orang selalu memiliki hasrat untuk menyantap
makanan. Keinginan untuk makan demi memenuhi kebutuhan energi memang tidak
dapat dipungkiri. Kebutuhan ini sangat manusiawi dan memang harus dipenuhi.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
badanmu mempunyai hak atas dirimu” (H.R Bukhori). Salah satu hak ini adalah
mendapatkan asupan nutrisi melalui makanan.
Rasulullah
SAW memiliki cara unik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Beliau berusaha memenuhi
asupan makanan agar energinya terjaga, tetapi di lain sisi juga menjaga agar
tidak sembarangan makan apa saja.
Selepas
Subuh, Rasulullah SAW membuka menu sarapannya dengan segelas air yang dicampur
sesendok madu asli. Kandungan gula yang terdapat dalam madu dapat menjadi
sumber glukosa untuk cadangan energi. Namun bukan berarti Rasulullah SAW lantas
mengonsumsi banyak glukosa, beliau hanya menambahkan satu sendok madu. Hal ini
menandakan bahwa Rasulullah SAW juga menjaga agar tidak terjadi kelebihan gula.
Sikap beliau ini didukung oleh pakar gizi yang mengatakan bahwa mengonsumsi
glukosa sebagai energi yang terlalu banyak di pagi hari justru akan membuat tubuh
malas dan mudah mengantuk.
Memasuki
waktu dhuha, Rasulullah SAW selalu makan tujuh butir kurma. Beliau bersabda, "Barang
siapa yang makan tujuh butir kurma, maka akan terlindung dari racun." (H.R
Bukhori). Hal ini menandakan bahwa Rasulullah SAW memang memperhatikan makanan
apa yang layak untuk dimakan. Beliau tidak hanya memilih makanan yang asal
mengenyangkan, tetapi juga memperhatikan apakah makanan tersebut memiliki
kandungan nutrisi yang bermanfaat, lebih-lebih jika ternyata berguna untuk
menangkal penyakit.
Menjelang
sore hari, Rasulullah SAW mengonsumsi cuka dan minyak zaitun. Tentu bukan
sekedar cuka dan minyak zaitun saja, melainkan dikonsumsi dengan makan pokok
yaitu roti. Lagi-lagi sikap Rasulullah SAW ini dibenarkan oleh ahli gizi yang
menyebutkan bahwa konsumsi karbohidrat memang sebaiknya difokuskan di siang
hari. Karbohidrat yang tinggi tersebut diharapkan dapat segera mengganti energi
yang telah dipakai sejak pagi sehingga dapat segera digunakan untuk
beraktivitas kembali.
Di
malam hari, menu utama Rasulullah SAW adalah sayur-sayuran. Menu ini merupakan
pilihan yang tepat karena sayur tetap mengandung karbohidrat namun tidak dalam
jumlah besar. Dengan mengonsumsi sayur di malam hari, artinya kita tidak akan
menimbun terlalu banyak karbohidrat ketika tidur. Rasulullah SAW juga tidak
pernah langsung tidur selepas makan malam. Beliau selalu beraktivitas terlebih
dahulu sehingga makanan yang beliau makan tersebut telah dimanfaatkan sebagai
energi.
Jika
dilihat dari kebiasaan Rasulullah SAW di atas, akan kita dapati bahwa interval
waktu antarmakan sangat sesuai untuk keadaan tubuh kita. Ketika perut sudah
mulai lapar, jam makan berikutnya pun tiba. Antara ba’da subuh, dhuha,
menjelang sore, dan malam hari tentu sangat cukup bagi tubuh untuk mendapatkan
sumber energi.
Waktu
makan dengan jarak yang singkat tersebut didukung pula dengan pemilihan menu
yang tepat. Pemilihan makanan ini disesuaikan dengan aktivitas yang akan
dilakukan sehingga seluruh makanan akan dimanfaatkan secara tepat. Itulah
mengapa Rasulullah SAW memilih menu yang berbeda-beda untuk setiap waktu
makannya.
Seperti
yang dituturkan oleh Aisyah r.a. dalam sebuah kisah. Setelah Rasulullah SAW
wafat, suatu ketika para sahabat mengunjungi Aisyah r.a. Sahabat-sahabat
tersebut saling bercerita tentang menu makanan yang mulai berkembang pesat.
Mendengar hal itu, Aisyah r.a. menangis. Beliau berkata, “Dahulu Rasulullah SAW
tidak pernah mengenyangkan dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti,
beliau tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau
tidak akan makan roti”. Ternyata sikap Rasulullah SAW ini didukung oleh ahli
gizi. Penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenis-jenis makanan dalam
perut telah melahirkan bermacam-macam penyakit.
Dari
hadits tersebut kita dapat belajar bahwa ketika Rasulullah SAW telah kenyang
dengan suatu jenis makanan, maka beliau tidak menambah makanan jenis lain.
Artinya, ketika kita sudah kenyang dengan makanan utama, tentunya kita tidak
perlu jajan untuk menambah makanan jenis lain.
Untuk
menyiasati keinginan jajan itu, kita bisa meneladani sikap Rasulullah SAW yang
mengatur waktu makannya dengan interval singkat. Dengan interval singkat dan
pemilihan makanan tepat, tubuh pun tak akan kelaparan dan selalu sehat.