Follow Us @soratemplates

Saturday, 16 October 2021

Yang Terakhir?

Ada pertanyaan menarik yang mengusik. Bisakah kita sebagai manusia menentukan sesuatu menjadi yang terakhir? Misalnya kita menentukan bahwa ini akan menjadi anak terakhir, atau menjadi cinta terakhir, atau untuk hal sepele misal melakukan cheating untuk yang terakhir kali? 


Mungkin bisa saja kita menjawab, “tentu saja bisa”, toh tinggal tergantung keteguhan hati kita untuk tidak melakukan kembali apa yang sudah diakhiri. Tapi, baru-baru ini saya menyadari kalau barangkali manusia memang tidak punya kuasa untuk menentukan apa-apa menjadi yang terakhir. Kok bisa?


Kehamilan yang Terakhir


Awal mulanya saya tergelitik ketika membaca status facebook dari Teh Kiki Barkiah. Beliau saat ini sedang hamil anak kedelapan, dan kehamilannya kali ini membuatnya payah, berbeda dengan hamil-hamil sebelumnya dimana dia masih bisa berenang, bepergian sendiri dan lain sebagainya. Melihat istrinya yang begitu kerepotan, sang suami pun berkata, “Ini yang terakhir saja ya,” Tapi buru-buru Teh Kiki meralat sembari berkontemplasi, bagaimana kita bisa tahu kalau ini yang terakhir? Bagaimana kalau Allah menitipkan lagi? Dan seterusnya. Yang pada akhirnya berujung pada kesimpulan, mereka tidak berniat untuk menentukan yang terakhir.


hamil terakhir



Kasus ini mengingatkan saya pada pengalaman artis Zaskia Adya Mecca. Bagaimana ketika dia hamil anak ketiga, dia berkata bahwa ini yang terakhir saja. Jarak anaknya dekat-dekat, toh sudah lengkap anak perempuan dan laki-laki. Tapi belum genap si anak berusia dua tahun, ternyata dia sudah hamil anak keempat. Waktu itu bilang lagi, “Oke ini yang terakhir”. Dan, tahu-tahu dia sudah mengumumkan hamil anak kelima yang usianya sudah 7 bulan. Hm, memang tidak dikabarkan dari awal, mungkin karena ada rasa “kok hamil lagi”, tapi bukan di poin itu yang saya cermati, melainkan poin bisakah memang yang terakhir?


Cinta Terakhir

Bukan hanya perkara takdir dalam kehamilan, dalam urusan cinta pun mulai muncul rasa skeptis pada makna terakhir. Sepasang sejoli boleh mengatakan kau cinta terakhirku, tapi apakah akan ada jaminan hubungan mereka langgeng? Berapa banyak orang yang sudah melakukan petualangan cinta akan selalu membual bahwa engkau adalah pemberhentian terakhirku. Tapi tetap saja ketika ada cekcok lantas hubungan kandas, dan mulai menemukan pelabuhan berikutnya. Bisakah orang tersebut menjadi yang terakhir juga?


Bahkan untuk urusan rumah tangga pun tidak ada kepastian yang terakhir. Sepasang suami istri yang begitu sangat saling mencintai tiba-tiba harus terpisah karena ajal menjemput. Awalnya mereka bagaikan sejoli, seolah cintanya adalah yang pertama dan terakhir. Tapi ketika satu pergi, apakah ada jaminan bahwa tidak akan mencari pengganti?


cinta terakhir



Terlebih dengan kebutuhan biologis, kebutuhan psikologis, dan lain-lain, tak jarang dalam hitungan bulan pun sudah menemukan pendamping yang baru. Padahal puluhan tahun sebelumnya sudah mengarungi hidup bersama mendiang pasangannya. Tetap saja kemudian menemukan yang baru, dan mungkin tidak bisa menjadi jaminan bahwa akan menjadi yang terakhir. Bagaimana jika salah satu kemudian mati (lagi) lantas kembali mencari pujaan hati?


Last But Not Least

Agaknya akan lebih bijak jika kita berkata “last but not least”. Ya, boleh saja kita berkehendak menjadikan sesuatu sebagai yang terakhir. Tapi itu hanyalah sebatas rencana manusia. Yang namanya rencana tentu diikuti dengan usaha juga untuk mencapainya. Mungkin dengan melakukan KB untuk kasus hamil misalnya, atau dengan berusaha setia dan tidak main serong untuk perkara cinta, pun tergantung kondisi untuk kasus lainnya. Tapi kembali lagi, sebatas rencana dan usaha adalah ranah manusia, dan biarkan Allah yang menentukan apakah ini memang yang terakhir untuk kita.


No comments:

Post a Comment