"Mas B survey sama tim nih?" tanya teman bisnis suami di sebuah acara zoom di malam hari. Waktu itu kami sedang melakukan perjalanan karena ada keperluan untuk eksekusi project baru. Padahal ada jadwal zoom rutin yang diikuti suami. Jadilah suami nyimak dan komen zoom sambil menyetir.
Dengan santai suami menjawab pertanyaan host zoom saat itu, "Iya ini sama tim mengarungi hidup." Saya pun menahan tawa.
Berhubung masih menunggu acara zoom dimulai, host pun melanjutkan pertanyaannya, "Gimana itu tim hidup bisa jadi tim bisnis?" Wah, pertanyaannya kok jadi serius begini, batin saya dalam hati. Suami pun menjawab, "Ya ada coaching khusus lah..." Kali ini saya beneran tertawa.
Saya teringat kejadian di hari pertama menikah dulu. Bada subuh, suami sudah berdiri memegang spidol dan menghadap papan tulis yang memang saya pasang di dinding kamar. Buat apa? Di hari itu juga suami langsung mem-brain wash saya dan menyampaikan rencana-rencana bisnisnya. Saya hanya manggut-manggut menatapnya, menyimak dari atas tempat tidur.
Apa yang disampaikan suami sedikit banyak mempengaruhi saya. Ya mau gimana, dia imam saya. Otomatis makmum harus mengikuti imamnya kan.
Kadang kalau orang melihat kami, seperti sepasang suami istri yang seiring berjalan bersama. Sampai ada seorang teman yang berkomentar, "Kapan ya suamiku mau diajak ngembangin bisnis bareng, mau ikut kuliah bareng," dan seterusnya dan seterusnya. Padahal....
Lagi-lagi ini tentang sawang-sinawang. Saya pun pernah terbersit hal yang sama ketika melihat seorang senior suami istri hadir di acara parenting berdua. Lalu makin mupeng ketika ternyata beliau aktif membersamai sebuah komunitas ayah bunda. Tanpa saya sadar kalau ada orang lain yang menatap hal sama pada saya dan suami, meski di ranah yang berbeda.
Kalau menurut saya, ini hanya tentang mencari kesamaan passion yang serupa. Kami pun tidak selamanya berjalan seiring berdua. Suami yang hobi olahraga bela diri misalnya. Hanya sesekali saja saya hadir menemani latihan. Tapi selebihnya saya pilih di rumah dan suami latihan sampai berjam-jam. Pun begitu sikap suami. Saya yang suka menulis misalnya. Sepertinya bisa dihitung jari suami menemani saya di acara-acara literasi.
Tapi ya begitulah kehidupan. Kita tidak sedang memperbesar lembah kan. Meratakan lembah saja tidak dianjurkan apalagi makin memperbesarnya menjadi jurang.
Yang perlu dilakukan hanya meninggikan bukit. Fokus saja pada hal-hal yang menyenangkan. Lihat saja bahwa kami seiring berdua dalam wirausaha, meski sendiri-sendiri dalam menekuni hobi. Orang tak akan menilai, "Kok ga pernah hadir literasi ditemani suami?" Yang mereka lihat adalah kebahagiaan saat hadir berdua. So, tampakkan saja kebahagiaan itu dari diri kita.
No comments:
Post a Comment