Akhir-akhir ini, ada atmosfer berbeda yang kami rasakan, khususnya untuk teman-teman seangkatan saya. Perkuliahan sudah usai, ujian demi ujian sudah meninggalkan kami satu demi satu. Namun, beberapa dari kami masih memiliki tanggungan ini itu. Skripsi, jurnal, semester pendek, kompre, wisuda, plus pernik-pernik di sekitarnya. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Yang belum ujian, khawatir tidak sempat ujian. Yang syarat wisudanya belum lengkap, khawatir tidak cukup waktu untuk melengkapi. Intinya hanya satu, kami ingin segera berganti status dari mahasiswa preklinik menjadi mahasiswa klinik.
Di tengan segala kekhawatiran itu, saya dikejutkan dengan pendapat seorang teman, "Kalau tidak wisuda Maret, trus kenapa?" Hm..., pertanyaan itu belum terpikirkan di kepala saya. Tapi, saya sering berpikir hal serupa untuk kasus lainnya, misal "Kalau ga cumlaude, trus kenapa? Kalau remed, emangnya kenapa? Kalau dapat B, kenapa?" dan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.
Oke, pertanyaan itu sepertinya memang terkesan menggampangkan. Boleh jadi orang yang melontarkan kalimat itu akan dicap sebagai orang yang terlalu santai tanpa ada perjuangan untuk hidup. Tak mau berjuang untuk wisuda Maret, tidak mau susah payah mempertahankan cumlaude, tidak mau berusaha keras agar mendapat nilai A dan tidak remed, dan seterusnya. Ya, boleh jadi kami memang terkesan menggampangkan. Tapi, lebih dari itu, perkara ini memang gampang karena ada perkara lain yang lebih penting.
Wisuda, cumlaude, nilai A hanyalah hitam di atas putih. Mereka hanyalah bukti di atas sebuah kertas. Lagi-lagi teman saya berkata, "buat apa lulus Maret tapi cuma buat gaya-gayaan". Begitu juga dengan kasus lainnya, buat apa cumlaude dan nilai A kalau cuma untuk kebanggan dan gaya semata. Bukan meremehkan atau sirik karena kami mungkin tak mampu, tapi lihat kembali niatnya, lihat lagi esensinya.
Yang lebih penting dari semua itu adalah 'untuk apa?'. Untuk apa kita mati-matian mengejar nilai atau wisuda? Lagi-lagi, semua hanyalah di atas kertas. Itu semua adalah hasil yang tertampil, sedangkan di luar itu ada sesuatu yang tidak terpampang. Apa itu? Proses.
Ya, proses. Proses yang kita lalui tak akan tertulis dalam lembar ijazah atau KHS. Tapi, proses yang kita laluilah yang akan lebih membekas dalam kehidupan kita selanjutnya. Euforia cumlaude dan wisuda mungkin hanya bertahan sebulan atau setahun setelah wisuda. Tapi, coba lihat, apakah sepuluh tahun kemudian masih terasa euforia itu? Mungkin iya, tapi lebih banyak tidak. Di lain sisi, proses yang kita alami sehingga kita wisuda dan mendapat nilai di KHS pastilah sudah mempengaruhi dan membekas dalam diri kita.
Jadi yang terpenting adalah bagaimana kita melalui proses dengan sebaik-baiknya. Dalam proses itu pasti ada niat pula. Ketika niatnya baik, akan baik pula proses yang dilalui. Dan jika prosesnya baik, sangat besar kemungkinannya pula kalau hasilnya pun akan baik.
So, perbaiki niatnya, jalani prosesnya, nikmati hasilnya. Dengan keyakinan akan tiga hal itu, insya Allah tak akan ada lagi khawatir yang coba-coba mampir.
No comments:
Post a Comment