Follow Us @soratemplates

Thursday 22 August 2013

Senyum Sapa



Kemarin, ketika saya selesai menjawab konsulan dari semua bangsal, tidak sengaja saya melihat sosok yang sangat saya kenal sedang duduk antri di poli geriatri. Beliau adalah guru agama saya sejak kelas satu sampai kelas tiga SMP. Entah karena dorongan apa, reflex saja saya langsung menghentikan langkah dan menghampiri beliau.

“ Pak M, saya Avi, murid bapak waktu SMP dulu.”

Ekspresi beliau campur aduk. Antara kaget, ramah, dan lupa-lupa ingat. Yah, maklum saja, saya lulus SMP sudah 8 tahun yang lalu, dan selepas saya lulus, beliau juga pensiun. Praktis tidak pernah ada pertemuan sama sekali. Sebagai guru agama, murid beliau juga banyak. Wajar saja jika beliau lupa dengan saya. Namun, sekalipun beliau tidak langsung mengingat saya, tetap saja ada perasaan senang di hati saya karena betemu dengan beliau.

Saya jadi teringat pengalaman saya dengan guru-guru yang lain.

Lebaran tahun lalu saat sedang hectic mengurus skripsi, saya mengirimkan SMS ucapan selamat idul fitri dan memohon maaf kepada pembimbing dan penguji skripsi saya. Salah satu penguji skripsi yang juga merangkap staff di Moewardi membalas SMS saya, “Alhamdulillah dik, kami senang sekali masih diingat. Blablabla..” Sekalipun kata-kata selanjutnya adalah ucapan idul fitri standar, tapi ada kalimat di awal yang menunjukkan bahwa beliau senang karena saya sebagi murid mau mengingat beliau.

Yup, saya memang tidak berprofesi sebagai guru, tapi mungkin dari contoh yang saya temui di atas saya bisa menggambarkan bagaimana perasaan seorang guru. Ada rasa bahagia ketika dia dihargai oleh murid-muridnya dan salah satu bentuk penghargaan adalah dengan mengingatnya dan menyapa bila kebetulan bertemu.

Bahkan bukan berprofesi sebagai sorang guru pun, bukankah kita senang jika diingat dan disapa? Misal di sebuah acara lantas kita disapa oleh seorang kenalan yang sudah lama tak bertemu. Bukankah menyenangkan karena seakan terjalin lagi sebuah silaturahim baru? Mungkin rasa senang itu muncul karena manfaat silaturahim itu sendiri. Kita akan tersenyum, dan senyum itulah yang membuat kita bahagia. Ketika kita bahagia maka panjanglah umur kita. Ketika kita bahagia, makin melimpahlah rizki kita. Yup, karena itulah berkah silaturahim, memanjangkan umur dan menambah rizqi.

Percaya atau tidak, itu terbukti pada diri saya. Sebelum menyapa guru saya itu, saya merasa lelah setelah mengitari semua bangsal. Tapi selepas berinteraksi dengan beliau dan saling tersenyum, lelah itu seakan terbang bersama hadirnya senyuman. Begitu pula dengan rizqi, hanya dengan interaksi yang mungkin tak ada lima menit, ada sebuah doa dari beliau semoga saya sukses menjadi dokter. Simple sekali.


Hanya dengan sapaan dapat membuat kita bahagia. Hanya dengan sapaan membuat kita mendapat rizqi lewat doa. Hanya dengan sapaan pula kita membuat orang lain merasa lebih dihargai peran dan keberadaannya. So, tak ada salahnya menyapa dan menebar senyuman. Bukankah senyum adalah ibadah? :)


2 comments: