Follow Us @soratemplates

Saturday, 14 September 2013

Harta dan Keluarga



Jika kamu sudah berkarier nanti, mana yang kamu pilih antara harta dan keluarga? Ada yang memilih harta dengan alasan toh harta yang didapat akan diberikan pada keluarga. Tapi ada juga yang lebih memilih keluarga dengan alasan justru keluarga itulah hartanya.

Inilah yang terjadi di dunia sekitar saya. Tidak sedikit saya menjumpai dokter-dokter yang terpaksa harus berpisah dari keluarganya. Tapi di lain sisi tidak sedikit juga saya mendapati beberapa dokter yang mengatur aktivitas kariernya demi tetap bisa bersama keluarga.


Saya pernah menonton film tentang ini, tapi saya lupa judulnya. Di film itu diceritakan seorang pria demikian terobsesi dengan kariernya. Awalnya semua baik-baik saja. Semua keluarga menyemangati dirinya agar kariernya terus menanjak. Status keluarga tersebut pun meningkat dan mereka menjadi keluarga terpandang. Tapi, tunggu beberapa tahun kemudian.

Bisnisnya memang semakin menggurita, tapi istri pria itu akhirnya selingkuh. Entah karena tidak ada perhatian atau apa. Kedua anaknya juga tidak ada yang mengurus. Barangkali istilahnya adalah menjadi anak salah pergaulan. Hingga di akhir cerita akhirnya pria itu hampir meninggal dalam posisi masih memikirkan pekerjaannya.

Di akhir film itu sebelum si pria menghembuskan nafas terakhirnya, dia berpesan pada anak laki-lakinya, "Jangan hanya mengejar karier, utamakan keluarga!"

Jika melihat dari kacamata negeri akhirat, keduanya sama-sama penting sekaligus tidak penting. Dikatakan tidak penting karena mereka semua hanyalah pelengkap di dunia. Harta tak akan dibawa mati. Keluarga juga tak akan sudi ikut kita mati. Tapi, mereka juga tetap penting.

Jika kita punya harta, kita bisa lebih banyak sedekah. Tapi sebenarnya tak peduli berapapun banyaknya harta itu, kita akan tetap bersedekah. Maka, bukan seharusnya menghabiskan waktu demi mendapatkan tambahan income semata.

Jika kita mendekatkan diri pada keluarga, kita juga akan mendapat keberkahan silaturahim. Andai dia anak, maka orang tua akan mendapat kiriman doa ketika sudah mati karena sang anak paham dia harus berbakti pada orang tuanya yang telah menyayanginya.

Proporsional, barangkali itu kuncinya. Kebutuhan finansial terpenuhi tetapi kebutuhan orang-orang terdekat dari keluarga juga tercukupi. Apakah bisa? Barangkali. Asalkan ada pengertian dari semuanya untuk saling mengingatkan setiap perannya insya Allah semua juga akan berjalan dengan seimbang. Mudah-mudahan.


2 comments:

  1. Anonymous13 July, 2014

    Ini masalah klasik. Mengejar harta dengan alasan untuk keluarga, namun ketika keluarga bermasalah, ini berpotensi menguras harta.

    Sebetulnya keduanya adalah godaan. Di agama saya dikatakan, harta dan anak (keluarga) adalah cobaan...

    Untuk saya sendiri, kedua hal ini sangat sulit dijawab tingkat urgensinya. Profesi dan pemahaman saya di dunia keuangan, mengharuskan saya berpikir rasional dalam membagi alokasi antara tabungan, investasi, pengeluaran, dan hutang jika diperlukan.

    Saya sering memberikan banyak rekomendasi kepada orang-orang di sekitar saya mengenai keuangan dan alokasi untuk keluarga. Namun ironisnya, saat dihadapkan pada dua pilihan, menjaga nama keluarga dan menyeimbangkan keuangan pribadi, berujung pada berantakannya keuangan personal, karena saya menjadi tidak rasional. Perasaan pada keluarga terlibat di dalamnya.

    Tapi itulah hidup. Memilih berarti berkomitmen menjalani konsekuensinya. Konsekuensi dari sisi finansial memang pahit, namun menurut saya ini layak, karena ketimbang saya menanggung penyesalan jika terjadi hal buruk pada keluarga. Toh duit bisa dicari lagi..

    Namun inilah yang membuat hidup lebih bermakna. Seperti kata Hamka: hidup jika sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Bekerja jika sekedar bekerja, monyet juga bekerja.

    Best,
    tmy

    ReplyDelete
  2. Sepakat. Asal esok masih ada kehidupan, maka masih ada rizqi yang Allah janjikan. Bukan dengan menumpuk harta lantas melupakan keluarga, ataupun jika memilih sebaliknya. Lagi-lagi karena setiap pilihan memang butuh konsekuensi.

    ReplyDelete