Menulis adalah pekerjaan yang menyenangkan. Tapi, bagi sebagian orang, menulis juga bisa dianggap sebagai suatu aktivitas yang memberatkan. Banyak yang mengeluh terbengkalai ini itu karena harus menulis. Lantas tiba-tiba terbersit pertanyaan, apakah menulis itu pekerjaan yang mengganggu?
Seorang teman yang ditanya tentang progres menulisnya berkata, "Maaf, aku sedang sibuk menggantikan peran sebagai seorang ibu." Lain lagi teman berkata, "Aku tidak menulis, aku mau fokus skripsi dulu." Begitu juga beberapa alasan serupa yang mengesankan bahwa menulis adalah kegiatan menyita waktu dan mungkin akan mengganggu rutinitas lainnya.
Sebaliknya, ada yang berkomentar pada orang yang konsisten menulis, "Kok bisa masih sempat menulis?" Atau mereka bertanya-tanya, "Ga terganggu aktivitasnya dengan menulis?" Dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya yang mengesankan keraguan mengapa harus repot-repot menulis di tengah rutinitas lainnya.
Bagi sebagian orang, menulis adalah caranya untuk bersenang-senang. Maka, ketika waktu begitu padat, bukan tidak mungkin dia justru menulis untuk membuat dirinya tetap senang. Ini bukan perkara sempat atau tidak sempat untuk menulis, atau tentang mengganggu waktu lainnya atau tidak, tetapi ini tentang pemuasan kebutuhan untuk menulis yang mungkin justru akan terus disempatkan agar aktivitas lain tidak terganggu karena otak yang keburu mendidih kepanasan.
Barangkali pertanyaan ini serupa dengan pertanyaan membaca itu memanfaatkan waktu atau justru membuang waktu? Seseorang yang sedang memiliki banyak pekerjaan memilih menggunakan waktunya untuk membaca terlebih dahulu. Lantas orang lain berkata, "Kenapa malah membuang-buang waktu dengan membaca, segera kerjakan tugasmu". Padahal di mata orang itu bisa saja dia berpikir, "Lebih baik aku memanfaatkan waktu dengan membaca, daripada justru aku membuang waktu karena belum menemukan jawaban dari tugas-tugasku."
Seorang teman pernah menanggapi pertanyaan itu. Baginya, kalau bacaan yang dia baca itu baik, berarti dia memanfaatkan waktu. Tapi jika bacaan yang dia baca tidak ada gunanya, berarti dia membuang-buang waktu. Jika dikembalikan ke masalah semula terkait menulis, akankah berarti jika tulisan itu berguna maka dia tidak mengganggu dan jika tulisan itu tak bermutu maka ia hanyalah sebagai pengganggu?
Padahal ada orang di luar sana yang beranggapan tak ada bacaan yang tak berguna dan tak ada tulisan yang tak bermutu. Sekalipun itu bacaan buruk, tinggal pintar-pintar bagaimana si pembaca mampu menangkap hikmahnya. Ambil baiknya, buang buruknya, jadikan pembelajaran. Maka bacaan itu tetap menjadi bacaan yang berguna. Berlaku pula bagi suatu tulisan. Tak ada istilah tulisan baik atau buruk karena semua dinilai menurut selera pembaca. Tulisan yang dianggap sampah bahkan ternyata mengandung nilai yang bisa terbaca oleh mereka yang pandai mengungakapnya.
Lalu? Apakah itu artinya membaca tetaplah berguna dan menulis tak seharusnya mengganggu?
Mungkin value dari sebuah aktivitas yang kita lakukan hanyalah diri kita yang merasakan. Orang mungkin tak habis pikir melihat orang lain yang tengah malam menulis tidak penting di blog. Bukankah lebih baik dia istirahat? Orang mungkin tak habis pikir pula melihat orang lain yang membaca buku pengembangan diri padahal ada setumpuk diktat kuliah yang belum dikuasai. Bukankah dia lebih baik segera menyelesaikan buku-buku kuliahnya? Tapi, siapa kita dan siapa mereka? Apa hak kita melarang orang lain mendapatkan nilai dari aktivitas baca dan tulisnya?
Jikalau kita terganggu karena orang lain yang menganggap baca tulis kita adalah kegiatan yang tak bermutu, biarkan saja. Atau, bagi Anda yang masih merasa bahwa baca tulis hanyalah sambilan yang cukup mengganggu, mungkin perlu dicari lagi value-nya. Karena semua aktivitas kita akan kembali berarti ketika kita mampu mengambil nilainya. Insya Allah.
Monday, 25 August 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment