Ada sebuah anggapan di masyarakat bahwa manusia sering terjebak pada tiga nafsu dunia. Nafsu tersebut adalah tentang harta, tahta, dan wanita. Hal ini tentu saja berlaku untuk pria, sedangkan bagi kaum wanita tentu akan beralih menjadi harta, tahta, dan pria. Intinya sama saja bahwa keinginan seseorang berkutat pada kekayaan, posisi, dan lawan jenis.
Ketika seseorang mentas dan berlepas dari kehidupan orang tuanya selepas menikah, sangat wajar jika faktor ekonomi menjadi prioritas utama. Bagaimana seorang suami mampu menafkahi istrinya, pun bagaimana seorang istri mampu mengelola nafkah suami untuk kebutuhan sehari-harinya. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan di sektor ekonomi ini semakin bertambah. Lahirlah anak, muncullah keinginan-keinginan yang pada akhirnya semua berujung pada ada tidaknya uang. Maka mungkin benar adanya jika nafsu pertama yang membuat manusia tergila-gila pada dunia adalah nafsu harta.
Ketika hidup sudah mulai mapan, kebutuhan ini itu sudah tidak sempoyongan, manusia lagi-lagi mencari tantangan. Apa lagi sekarang? Harta sudah ada, saatnya aku membuktikan bahwa aku bisa. Barangkali begitu pemikirannya. Maka kebutuhan akan aktualisasi diri pun muncul. Ada yang mewujudkannya dengah terjun ke politik mencalonkan diri sebagai anggota legislatif misalnya atau dengan makin menyelam ke dunia bisnis untuk mengguritakan ladang bisnisnya. Bukan semata-mata untuk uang karena keuangan bukan lagi menjadi suatu permasalahan, melainkan karena manusia butuh pengakuan. Itulah mungkin yang membuat tahta sebagai nafsu dunia selanjutnya.
Ketika pengakuan sudah di tangan, lagi-lagi manusia tidak merasa terpuaskan. Tantangan demi tantangan menggelitik ingin ditaklukkan. Harta sudah ada, kuasa juga sudah punya, untuk apa lagi sekarang. Dengan harta dan kekuasaannya bukan tidak mungkin manusia menjadi makhluk mempesona untuk memikat lawan jenisnya. Pejabat-pejabat punya pria atau wanita idaman lain, sepertinya bukan lagi sekedar kisah sinetron di layar kaca. Satu demi satu lawan jenis dijerat. Seringnya masa ini muncul di usia separuh baya, ketika hidup susah mengejar harta dan tahta sudah terlewat. Maka muncullah istilah puber kedua, ketika lagi-lagi tertarik pada lawan jenis karena sudah memiliki segalanya. Lepas dari satu wanita boleh jadi berganti ke wanita berikutnya. Begitu seterusnya demi memberinya tantangan hidup untuk menaklukkan dunia, yaitu nafsu wanita.
Pertanyaan yang kini muncul adalah hingga kapan keinginan ini berakhir? Keping-keping uang tetap ditumpuk, tingkatan-tingkatan posisi terus didaki, satu demi satu lawan jenis terus dijajaki. Mungkinkah barangkali hanya ajal yang akan menghentikan? Tapi jika memang hanya ajal yang mengakhiri, apakah lantas semua manusia akan melalui fase ini? Wallahu'alam. Na`udzubillahimindzalik.
Mungkin memang benar tidak seharusnya dunia disandarkan di hati. Cukuplah ia di tangan untuk digenggam dan mudah dilepaskan hingga kita tak perlu mengalami rasanya gila harta, tahta, dan wanita. Semoga Allah SWT tidak menjadikan kita cinta dunia hingga lupa negeri kekal di akhirat sana. Aamiin...
No comments:
Post a Comment