Segala clutter ini harus dibereskan alias dirapikan. Proses ini dinamakan decluttering. Nah, lewat Gemar Rapi inilah nanti kami diajak step by step merapikan semua clutter.
Setelah paham tentang konsep clutter, tugas pertama adalah mengidentifikasi apa saja clutter di rumah masing-masing. Tentunya dengan mengidentifikasi maka kita jadi tahu bagian-bagian mana yang akan di-decluttering. Namun prinsip decluttering ini memakai prinsip berlaku untuk barang milik sendiri. Karena bagaimana pun hak untuk merawat atau bahkan membuang barang tentu saja harus seizin dari yang punya. Berhubung saya tinggal dengan mertua maka ada spot-spot tertentu yang sebenarnya bukan bagian saya.
Clutter yang saya identifikasi mulai dari kamar yaitu baju-baju di almari, khususnya baju anak-anak. Berhubung suka pilih baju sendiri, risikonya penataan baju jadi terkesan tidak rapi.
Di sisi atas almari juga masih menjadi clutter karena seolah menjadi space untuk meletakkan segalanya. Ada buku yang masih dalam proses baca di situ, ada laptop dan chargernya, ada topi dan asesoris, kertas-kertas dll. Menurut saya ini clutter paling wow di sudut kamar.
Beranjak keluar, di ruang tamu yang sekaligus jadi ruang keluarga adalah meja besar yang berisi segala toples-toples makanan. Ini bukan milik saya. Tapi mungkin bisa saya rapikan saja.
Ruang keluarga yang sesungguhnya beralih fungsi jadi 'ruang galon' karena menyetok galon 10 biji. Awalnya karena dengan mendaftar jadi agen maka harga lebih miring. Hanya saja memang negatifnya menjadi clutter dan galon pun memakan ruang tersendiri. Mungkin nantinya perlu dicarikan 'rumah' galon dulu.
Ditambah lagi akhirnya mainan anak yang berukuran besar seperti sepeda atau mobil ikut parkir di situ.
Pun buku-buku dagangan dan stok-stok apapun ikut teronggok di tempat ini. Tak nyaman sebenarnya, tapi memang beberapa bukan ranah saya.
Di dapur, tak banyak yang bisa saya otak-atik. Hampir 100% barang di sana bukan milik saya.
Di ruang kerja suami, cukup clutter juga. Karena beberapa bulan yang lalu sedang ada renovasi di dapur dan kamar mandi, jadilah barang-barang dapur masih berantakan dan sebagian masuk ke ruang kerja. Sayangnya belum sempat untuk ditata ulang. Mungkin nanti bisa dikerahkan untuk menata bersama, biar masing-masing ruang kembali sesuai fungsinya.
Terakhir kamar tidur tamu yang beralih fungsi jadi tempat persembunyian. Baju-baju yang sudah niat dishodaqohkan sejak tahun lalu masih teronggok di situ. Kado-kado, baju-baju yang sengaja disimpan untuk next generation, 'koleksi' tas, dan apapun yang tak terpakai tapi masih belum dieksekusi semua masuk di kamar ini. Sekalipun masih bisa ditempati, tapi kamar ini kesannya penuh. Mungkin memang harus segera dieksekusi agar terkesan lapang dan bukan jadi clutter lagi.
Kesannya sepele memang, atau mungkin dianggap biasa karena memang sudah begitu dari dulunya. Tapi sebenarnya clutter ini memang mengganggu.
Suami misalnya, ketika harus menerima tamu dan biasa dijamu di ruang kerja (kantor) terpaksa di ruang teras karena ruang kerjanya penuh barang rumah tangga.
Pun ketika ada acara keluarga yang harus menggunakan ruang keluarga, terpaksa galon-galon yang di sana pun dipindahkan dulu tempatnya.
Harapannya dengan nanti semua sudah memiliki tempatnya, maka rumah menjadi lebih rapi. Semua berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada kerepotan-kerepotan ini itu karena moment-moment tertentu. Setidaknya dari decluttering barang milik saya, perlahan akan sedap dipandang pula untuk spot-spot lainnya.
Apakah terkesan mulul-muluk? Tidak, sewajarnya saja.
Bukan karena trend atau apa. Hanya saja memikirkan hisab kelak di akhirat itu cukup menjadi pengingat juga. Ketika semua barang menumpuk di rumah dan itu semua atas nama kita, bukankah akan lama waktu yang dipakai untuk menghisab barang itu satu per satu.
Sebaliknya jika barang-barang itu ada yang berpindah tangan barangkali di akhirat nanti barang-barang itu justru kembali datang pada kita dan menambah timbangam pahala sedekah kita.
Wallahua'lam...
No comments:
Post a Comment