Follow Us @soratemplates

Monday, 23 August 2010

Berpura-pura Sempurna

09:51 2 Comments

Manusia itu tidak sempurna, untuk itu berpura-puralah untuk jadi sempurna.
Statement itu digelontorkan oleh seorang teman saya untuk kami diskusikan bersama. Menarik, karena saya baru mendengar istilah itu. Berpura-pura sempurna.

Yap, tidak ada manusia yang betul-betul sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah semata. Coba dibayangkan jika manusia itu betul-betul sempurna, serba bisa, serba segalanya. Pastilah manusia akan sangat 'capek', plus sangat individualis. Toh, apa-apa bisa ia kerjakan sendiri karena ia begitu kaya potensi. Tapi dengan begitu ia akan menjadi capek, karena tidak ada lagi rasa saling membutuhkan, saling empati, dan saling berbagi. Jadi, betapa banyak manfaat di balik ketidaksempurnaan manusia. Syukurilah itu. Betapa qodarullah yang menciptakan kita sebagai manusia yang penuh dengan kekurangan itu sungguh sangat manis.

Tapi di sisi lain, manusia tetaplah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Bukankah banyak ayat Allah yang menyebutkan Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Allah telah membekali kita akal yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah lainnya. Maka, syukurilah kelebihan yang telah Allah berikan pada kita.

Lalu, kenapa sampai ada istilah berpura-pura sempurna? Saya mengambil makna berpura-pura terlebih dahulu. Rasanya ada konotasi negatif di balik kata pura-pura. Bagi saya, orang yang berpura-pura adalah orang yang tidak bisa mensyukuri kehidupannya. Dia tidak mau menerima kekurangannya, menutup mata dengan kekurangannya itu, lantas bersikap pura-pura tidak memiliki kekurangan tersebut.

Di sini berbeda dengan orang yang menutupi kekurangannya. Menutup kekurangan dalam arti tidak membuka aib sendiri atau dengan maksud memaksimalkan kelebihan yang dia miliki, jelas tidak termasuk dalam hal berpura-pura. Dia menyadari betul kekurangannya. Dengan menyadari kekurangan tersebut, bisa jadi dia justru sangat bersyukur dengan kekurangannya. Salah satu bentuk syukurnya yaitu dengan memperbaiki kekurangannya dan mengembangkan kelebihan yang dia punya.

Coba tengok sebentar lirik lagu jangan menyerah :
Tak ada manusia yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali sgala yang telah terjadi

Syukuri apa yang ada

Hidup adalah anugrah

Tetap jalani hidup ini

Melakukan yang terbaik


Kuncinya adalah syukur. Kalau kita sudah mensyukuri segala yang terjadi, segala kelemahan kita, insya Allah kita tidak akan terjebak dalam suatu kepura-puraan. Tinggal bagaimana kita melejitkan sisi lain diri kita yang penuh potensi. Tapi jika kita belum bisa bersyukur, yang ada kita akan sangat terganggu dengan kelemahan kita. Akibatnya bisa jadi kita menutup mata dari kelemahan kita tersebut. Nah, di situlah letak kepura-puraannya. Tidak mau mengakui bahwa kita juga punya kelemahan.

So, tak perlulah merasa tidak beruntung karena memiliki banyak kelemahan. Cobalah untuk selalu bersyukur dan galilah potensi yang kita miliki. Dengan syukur dan menguasai potensi kita, orang lain justru akan melihat betapa kita sangat sempurna.



PS:
Special for my friend, fian.
Mudah-mudahan bisa menambahi yang kemarin.

Tulisan di gambar di atas: People are not perfect except when they smile
Hanya orang-orang bersyukurlah yang bisa tetap tersenyum dengan ketidaksempurnaan yang dia miliki

Keep smiling fian.. ;)

Wednesday, 18 August 2010

Tentang Kau, Indonesia

04:02 1 Comments

Sayup sayup aku mendengar desah tentang kau
Sejak aku dalam buaian kehangatan kain jarik ibuku
Orang yang mengerumuniku menggumam
Semoga menjadi anak sholihah, berguna bagi nusa, bangsa, agama

Aku menggugat makna di balik kata berguna
Yang mereka koar-koarkan setiap insan bernyawa berani membuka mata
Jika kah semua mewujudkannya
Bukankah engkau sungguh luar biasa, duhai Indonesia

Aku belum beranjak
Terpaku menyipitkan mata menghalau debu deru perubahan di luar jendela
Yang lagi-lagi mereka usung atas nama berguna untuk Indonesia
Aku tak mencicip makna berguna untukmu
Apa yang kau butuhkan hingga kau mengharapku berguna
Aku tak mengenalmu
Pun mendengar rintih harapmu untuk kebergunaanku

Mereka tak membuatku benar-benar menelanjangimu
Kisah-kisah sejarah tersapu oleh kepentingan penguasa
Yang dijadikan nyanyian nina bobo pengantar tidur para siswa
Sedangkal itu, adakah aku benar-benar mengenalmu
Hingga mengerti makna kebergunaanku

Aku ragu dengan makna bergunaku
Dengan belajar yang rajin, sayang
Begitu kata orang-orang tua
Namun aku menatap nanar mereka yang telah susah payah rajin belajar
Sungguh cerdasnya hingga menorehkan white collar crime di mana-mana
Inikah jadinya setelah belajar dengan amat rajinnya?

Aku melirik mereka yang mengelu-elukan kebergunaan
Dengan turun ke jalan, kawan
Aku memilih tetap berada di balik jendela
Menatapmu untuk meresap makna berguna
Namun yang kudapat hanya gugatan
Merongrong mereka yang pandai itu untuk suatu perubahan
Masalah yang kasat mata
Sedang solusi serasa mendekam entah di mana
Inikah berguna, dengan menguak masalah di mana-mana?

Tidak, teriak mereka
Orang-orang yang terlihat teduh namun semangat mengobar menyala
Dengan bertindak nyata, saudariku
Membantu saudara-saudara kita di luar sana yang menderita
Aku setuju
Namun aku tetap tergugu
Saat kau berduyun-duyun meminta bantuan untuk mereka 'negeri terjajah'
Tanpa diimbangi bantuan untuk ibu pertiwi sendiri yang berdarah-darah
Engkau marah saat negeri penjajah merampas hak mereka di balik garis perbatasan
Namun mengapa tak marah saat orang lain merampas kekayaan kita dengan nyata
Freeport yang mengeruk gunung emas hingga terkikis
Minyak..., dan entah apa lagi

Aku masih menggugat makna kata berguna
Yang disampaikan oleh mereka-mereka
Untukmu ibu pertiwi
Yang telah melahirkan berjuta anak bangsa
Maaf jika aku belum beranjak seperti kebanyakan mereka
Aku ingin merawatmu yang mulai renta
Hingga aku mengerti
Rintihan tuntutan kebergunaanku darimu
Agar aku tak salah jalan
Justru mengabaikan harapmu
Dan mengusung sesuatu yang justru melukaimu
Sungguh aku mencintaimu, Indonesiaku


Tuesday, 17 August 2010

Biarkan Aku Merapat Padamu

05:17 2 Comments

Pemandangan di bulan Ramadhan, masjid yang mulanya sepi mendadak menjadi tempat favorit untuk melangkahkan kaki. Ajakan adzan terasa begitu menarik perhatian. Semua bergerak, berduyun mengikuti panggilan sholat.

Begitu iqamah berkumandang, seorang imam bangkit, menoleh kapada pengikutnya untuk memastikan keadaan mereka. Tak lupa, beliau berkata "lurus dan rapatkan shaf". Seorang jama'ah pun berdiri. Tegak, dengan kaki rapat di atas sajadah lebarnya bak menaiki permadani terbang. Hirauan sang imam yang meminta shaf rapat dan lurus ditafsirkan sebagai ajakan untuk merapatkan sajadah. Sajadah memang rapat, sayangnya bahu dan kaki tidak bisa saling merapat. Hm, sebuah masalah klise yang terjadi di masjid-masjid Indonesia.

Adakah cara yang bisa kita lakukan? Ya, masalah shaf memang sulit. Sahabat Umar r.a saja sampai mengeluarkan pedangnya untuk meminta jama'ah benar-benar rapat dan lurus dalam sholatnya. Lantas apa yang bisa kita lakukan? Membawa-bawa pedang juga? Hm, tak harus dengan begitu, kawan. Coba kita lakukan hal kecil berikut!

Bawalah sajadah mungil
Sebuah cara awal yang kita mulai dari diri kita sendiri. Dengan membawa sajadah yang mungil, otomatis kita memperkecil jarak dengan sajadah di sebelah kita. Lebih bagus lagi sebenarnya jika kita tak membawa sajadah, sehingga kita benar-benar bisa menempel dengan orang di sebelah kita. Sayangnya, terkadang orang sebelah kita justru berbagi sajadah panjangnya dan itu justru melebarkan jarak kita denganya. So, coba dulu dengan sajadah kita yang mungil. Mungil bisa dalam arti hanya sebagai tempat sujud saja. Namun jika tidak kuat dengan dinginnya lantai masjid, carilah sajadah yang mungil dalam arti tidak lebar seperti permadani terbang. Cukuplah selebar kaki yang kita buka sejajar bahu.

Ajak teman yang paham untuk sholat bersama kita

Setelah kita membawa sajadah yang mungil, hal yang berpengaruh selanjutnya adalah orang yang sholat di samping kita. Jika kita berada di samping orang yang paham, tentu akan lebih mudah bagi kita untuk saling merapat. Tapi, tidak dapat dipungkiri jika sekali waktu kita tak bisa bersanding dengan kawan yang paham tersebut. Kalau sudah begitu, coba cara selanjutnya.

Pilih jama'ah yang bersajadah mungil juga
Meskipun kita tidak bersama kawan kita yang paham, kita tetap bisa mencoba merapat dengan jama'ah yang membawa sajadah kecil pula. Tentunya sajadah dia yang kecil, akan lebih memudahkan kita untuk berdempet-dempet dengannya. Insya Allah, mereka yang bersajadah kecil lebih memaklumi ketika harus 'terdesak'. Toh, mereka membawa sajadah yang mungil, yang lebih memberi kesempatan untuk 'dipepet' oleh kita. Sayangnya, jama'ah yang membawa sajadah mungil tidak terlalu banyak. Mayoritas jama'ah yang hadir sekarang ini cenderung membawa permadani-permadani lebar nan indah. So, bagaimana cara selanjutnya?

Menunggu untuk memilih shaf

Cara terakhir (mungkin) yang bisa dilakukan adalah bersabar menunggu hingga sholat didirikan. Kita bisa mengambil tempat di ujung shaf terlebih dahulu untuk mendirikan sholat rawattib. Begitu iqamah berkumandang, kita bisa merapat ke tengah shaf jika shaf masih berlubang. Dengan begitu kita hanya fokus untuk merapat ke satu sisi permadani lebar itu saja dan tidak terlalu memaksakan diri untuk merentangkan kaki tak wajar demi meraih kerapatan dengan orang di samping kanan dan kiri kita.

Cara di atas memang belum bisa membuat keseluruhan shaf menjadi rapat dan lurus. Cara terampuh memang dengan selalu memberi penjelasan tanpa henti. Namun jika penjelasan tak juga dimengerti, cara di atas setidaknya dapat mengatasi masalah yang kita hadapi sendiri. Egois agaknya, tapi bukankah sedikit lebih baik jika kanan kiri kita rapat dibanding tidak sama sekali?

Wallahu ta'ala a'lam

Sunday, 8 August 2010

Sudah Pernah Khatam?

20:47 2 Comments

Beberapa hari lagi sudah masuk bulan Ramadhan. Sudah ada persiapan? Biasanya di akhir bulan Sya'ban atau awal Ramadhan, banyak di antara kita yang membuat target-target agar Ramadhan tidak berlalu dengan sia-sia. Ada yang berharap dapat tarawih full, iktikaf sukses, atau khatam Al-Qur'an berapa kali dalam sebulan. Saya ingin bertanya, apakah Anda sudah pernah khatam? Wah, pertanyaan menghina! Mungkin begitu kata sebagian orang. Khatam Al-Qur'an dalam sebulan di bulan Ramadhan mudah. Anak TPA saja bisa. Hm...'afwan. Yang saya maksud, sudah pernah khatam terjemah Al-Qur'an?

Saya teringat pengalaman saya saat masih duduk di kelas 1 SMA dulu. Seorang kakak kelas yang kebetulan mengisi taklim jum'at di kelas bertanya pada kami, "Ada yang sudah selesai baca Harry Potter?"
Ya, kala itu belum terpaut lama dengan launching novel Harry Potter yang edisi ke sekian ('afwan saya lupa). Teman-teman sekelas saat itu bergemuruh mengatakan sudah. Lalu kakak kelas itu menanyai salah seorang teman yang ikut mengatakan ya. "Waktu baca Harry Potter, selesai berapa hari dek?"
Teman saya yang kebetulan memang penggemar Harry Potter dan hobi baca menjawab, "Sehari selesai dong, mas."
Kakak kelas itu lanjut bertanya, "Ada berapa halaman itu?"
Teman saya pun menjawab kisaran jumlah halaman Harry Potter edisi tersebut.
Dan kakak kelas itu kembali melanjutkan pertanyaannya, "Kalau terjemahan Al-Qur'an sudah pernah khatam belum?"
Teman saya, pun kami yang tidak ditanyai hanya diam.

Analoginya sama. Harry Potter yang dibaca juga sebuah terjemahan, Al-Qur'an yang kita bicarakan di sini juga Al-Qur'an terjemahan. Jumlah halamannya tak kalah banyak. Harry Potter beratus-ratus halaman, Al-Qur'an juga beratus-ratus halaman. Itu pun masih harus berbagi tempat dengan tulisan arab di setiap halaman. Jadi, kalau Harry Potter saja bisa selesai dalam 1 hari, mengapa terjemahan Al-Qur'an tidak?

Membaca terjemah Al-Qur'an tak kalah penting dengan membaca Al-Qur'an versi bahasa Arab. Bukankah dengan mengetahui artinya, kita juga akan lebih meresapi apa yang kita baca? Meskipun tetap membutuhkan tafsir untuk memahami Al-Qur'an sepenuhnya, setidaknya terjemah Al-Qur'an dapat memberi kita bekal ilmu yang tak ternilai harganya.

So, adakah target khatam terjemah Al-Qur'an untuk Ramadhan ini?

Tuesday, 3 August 2010

Pedas...!!!

06:31 6 Comments
Anda pecinta masakan pedas? Wah, tentu cukup memikirkan harga cabai yang melonjak akhir-akhir ini. Yap, orang Indonesia banyak sekali yang suka masakan pedas. Seorang ibu yang ditanya oleh reporter TV juga mengatakan kalau makan masakan yang rasanya ga pedas katanya ga enak. Hm..., rasa pedas? Adakah rasa pedas itu.

Masih ingat tentang pelajaran biologi saat sekolah dulu? Tentang sensor rasa yang ada di lidah. Di sana disebutkan rasa manis berada di ujung, asin di samping, asam di tepi, dan pahit di bagian pangkal. Lalu di mana letak rasa pedas?

Ternyata pedas bukanlah suatu rasa. Pantas kiranya tidak ada distribusi reseptor pedas di lidah kita. Lantas apa sebenarnya pedas itu? Pedas merupakan suatu sensasi panas dan terbakar yang diterima oleh ujung saraf lidah yang disebut papila. Cabai atau makanan yang menyebabkan sensasi pedas adalah makanan yang mengandung suatu senyawa bernama capsaicin. Semakin banyak capsaicin yang kita makan, kita akan semakin mendapat sensasi pedas (madsci.org).

Trus, bagaimana capsaicin ini memperngaruhi lidah kita dan menyebabkan kita kepedasan? Capsaicin yang merupakan suatu partikel ini akan berikatan dengan reseptor yang ada di papila lidah kita. Capsaicin dapat berikatan dengan papila lidah yang mana saja, tak melulu di bagian ujung, samping, atau pangkal. Jadi ga ada hubungannya kalau kata orang makan cabai di pinggir lidah saja biar ga pedas. Intinya, makin banyak papila yang berikatan dengan capsaicin, makin terasa pula sensasi pedas yang kita dapatkan (madsci.org).

Lalu, jika pedas bukan suatu rasa, bagaimana kita bisa 'merasakan' sensasi itu? Jadi ketika capsaicin itu sudah berikatan dengan papila lidah, dia akan mengirimkan signal pada otak di mana signal itu sama persis dengan signal ketika kita kepanasan dan nyeri. Sehingga otak kita menangkapnya, kita sedang merasakan panas atau sakit di lidah kita yang sebenarnya 'panas' atau 'sakit' itu ga ada (madsci.org).

Yap, jadi begitulah mengapa kita menganggap ada rasa pedas. So, jika Anda ditanya bagaimana rasa makananya, masihkah menjawab terasa pedas?? ^^