Pemandangan di bulan Ramadhan, masjid yang mulanya sepi mendadak menjadi tempat favorit untuk melangkahkan kaki. Ajakan adzan terasa begitu menarik perhatian. Semua bergerak, berduyun mengikuti panggilan sholat.
Begitu iqamah berkumandang, seorang imam bangkit, menoleh kapada pengikutnya untuk memastikan keadaan mereka. Tak lupa, beliau berkata "lurus dan rapatkan shaf". Seorang jama'ah pun berdiri. Tegak, dengan kaki rapat di atas sajadah lebarnya bak menaiki permadani terbang. Hirauan sang imam yang meminta shaf rapat dan lurus ditafsirkan sebagai ajakan untuk merapatkan sajadah. Sajadah memang rapat, sayangnya bahu dan kaki tidak bisa saling merapat. Hm, sebuah masalah klise yang terjadi di masjid-masjid Indonesia.
Adakah cara yang bisa kita lakukan? Ya, masalah shaf memang sulit. Sahabat Umar r.a saja sampai mengeluarkan pedangnya untuk meminta jama'ah benar-benar rapat dan lurus dalam sholatnya. Lantas apa yang bisa kita lakukan? Membawa-bawa pedang juga? Hm, tak harus dengan begitu, kawan. Coba kita lakukan hal kecil berikut!
Bawalah sajadah mungil
Sebuah cara awal yang kita mulai dari diri kita sendiri. Dengan membawa sajadah yang mungil, otomatis kita memperkecil jarak dengan sajadah di sebelah kita. Lebih bagus lagi sebenarnya jika kita tak membawa sajadah, sehingga kita benar-benar bisa menempel dengan orang di sebelah kita. Sayangnya, terkadang orang sebelah kita justru berbagi sajadah panjangnya dan itu justru melebarkan jarak kita denganya. So, coba dulu dengan sajadah kita yang mungil. Mungil bisa dalam arti hanya sebagai tempat sujud saja. Namun jika tidak kuat dengan dinginnya lantai masjid, carilah sajadah yang mungil dalam arti tidak lebar seperti permadani terbang. Cukuplah selebar kaki yang kita buka sejajar bahu.
Ajak teman yang paham untuk sholat bersama kita
Setelah kita membawa sajadah yang mungil, hal yang berpengaruh selanjutnya adalah orang yang sholat di samping kita. Jika kita berada di samping orang yang paham, tentu akan lebih mudah bagi kita untuk saling merapat. Tapi, tidak dapat dipungkiri jika sekali waktu kita tak bisa bersanding dengan kawan yang paham tersebut. Kalau sudah begitu, coba cara selanjutnya.
Pilih jama'ah yang bersajadah mungil juga
Meskipun kita tidak bersama kawan kita yang paham, kita tetap bisa mencoba merapat dengan jama'ah yang membawa sajadah kecil pula. Tentunya sajadah dia yang kecil, akan lebih memudahkan kita untuk berdempet-dempet dengannya. Insya Allah, mereka yang bersajadah kecil lebih memaklumi ketika harus 'terdesak'. Toh, mereka membawa sajadah yang mungil, yang lebih memberi kesempatan untuk 'dipepet' oleh kita. Sayangnya, jama'ah yang membawa sajadah mungil tidak terlalu banyak. Mayoritas jama'ah yang hadir sekarang ini cenderung membawa permadani-permadani lebar nan indah. So, bagaimana cara selanjutnya?
Menunggu untuk memilih shaf
Cara terakhir (mungkin) yang bisa dilakukan adalah bersabar menunggu hingga sholat didirikan. Kita bisa mengambil tempat di ujung shaf terlebih dahulu untuk mendirikan sholat rawattib. Begitu iqamah berkumandang, kita bisa merapat ke tengah shaf jika shaf masih berlubang. Dengan begitu kita hanya fokus untuk merapat ke satu sisi permadani lebar itu saja dan tidak terlalu memaksakan diri untuk merentangkan kaki tak wajar demi meraih kerapatan dengan orang di samping kanan dan kiri kita.
Cara di atas memang belum bisa membuat keseluruhan shaf menjadi rapat dan lurus. Cara terampuh memang dengan selalu memberi penjelasan tanpa henti. Namun jika penjelasan tak juga dimengerti, cara di atas setidaknya dapat mengatasi masalah yang kita hadapi sendiri. Egois agaknya, tapi bukankah sedikit lebih baik jika kanan kiri kita rapat dibanding tidak sama sekali?
Wallahu ta'ala a'lam
Memang perkara ini ckup sulit diatasi,karna ktdaktahuan dan kurangnya ilmu
ReplyDeleteKhotib jg jarang utk menympaikan ini di subbab khusus dlm ta'limnya,jd ya terasa awam bgi sbagian
Kalau kita maksa mepet2,ntar plng cm dbilangn jgn mepet2 ndesek2 gt,hha
Tapi,tips lumayan jg =)
Memang benar, awam karena kurang penjelasan. Namun, pernah suatu waktu seorang senior saya memberikan penjelasan di masjid. Nyatanya hanya bisa bertahan 1-2 hari saja. Selepasnya lupa.
ReplyDeleteIni hanya sebuah solusi untuk diri pribadi saja, terlepas dari tetap pentingnya penjelasan yang terus menerus.
Syukron untuk sharinganya. Namun, 'afwan sebelumnya. Ahsan menyebutkan nama, sekedar inisial sekalipun. Meskipun saya tidak mengenal Anda, setidaknya dengan inisial sudah cukup membedakan jika ada anonim-anonim yang lain. 'Afwan...