"Tugasnya dikumpulkan kapan ya?"
"Paling lambat kapan?"
"Deadlinenya kapan sih?"
Pertanyaan-pertanyaan di atas bukanlah hal yang asing lagi. Yup, deadline. Sebuah batas waktu.
Ketika seorang mahasiswa dihadapkan pada sebuah tugas dan kewajiban, pertanyaan yang mungkin tak akan terlupa adalah kapan deadlinenya. Lantas sikap setelah itu akan berbeda-beda. Sikap yang pertama adalah orang yang tak peduli dengan deadline itu dalam arti tetap segera menyelesaikan kewajibannya jauh-jauh hari. Sikap kedua adalah orang yang merasa tenang terlebih dahulu karena mungkin batas waktunya masih lama. Hingga nanti di ujung waktu, kata 'deadline' seakan benar-benar menjadi 'garis mati'.
Sebuah fenomena yang cukup unik. Terkadang mahasiswa dicap sebagai orang yang rajin. Bagaimana tidak, rela mengorbankan waktunya hingga tengah malam untuk mencari sumber tugas. Atau sudi meluangkan waktunya di pagi hari datang ke kampus untuk mencari contekan tugas. Orang yang melihat bisa terkagum-kagum. Rajin sekali mahasiswa ini. Membuat tugas sampai malam dan datang pagi buta ke kampus. Padahal siapa yang tahu kalau dia begitu karena dikejar waktu. Yup, si garis mati. Kalau sampai melewati garis, maka ia benar-benar mati.
Boleh jadi, waktu yang ada memang sempit, hingga terpaksa harus berjuang dengan bersimbah darah. Tapi jika ternyata jangka waktu yang diberikan sudah cukup panjang, mengapa sikap berkejar-kejaran dengan deadline tetap saja terjadi? Apakah sebuah 'pencicilan' tidak bisa dilakukan? Mungkinkah ini akan menjadi sifat dasar manusia? Semoga saja tidak.
Pernahkah Anda memikirkan bahwa hidup kita pun identik dengan tugas kampus dan deadline? Ada sebuah kewajiban yang harus kita tunaikan dalam hidup. Dan deadline kita benar-benar sebuah garis mati, saat tubuh sudah tak bernyawa lagi. Bedanya dengan tugas kampus, kita tau kapan deadline itu. Sedangkan untuk urusan hidup, siapa yang tau?
Bagusnya jika kita terbiasa menjadi orang kategori pertama, yang sudah biasa mencicil tugas sejak awal. Dalam menghadapi deadline sesungguhnya bekalnya pun sudah dipersiapkan sejak awal. Tapi bagaimana jika terbiasa bersantai dulu dan mengulur waktu hingga deadline itu dirasa sudah makin dekat. Akankah persiapan akan benar-benar matang di ujung waktu itu?
Mungkin itulah mengapa surau-surau, mushola, maupun masjid lebih penuh dengan generasi tua daripada generasi muda. Mungkin itu pula mengapa generasi muda lebih banyak lupa diri daripada generasi tua. Apakah ini manifestasi dari sikap santai dan menunda persiapan untuk menghadapi deadline? Karena merasa deadline hidup itu kelak di usia tua. Ya kalau memang begitu. Tapi, bagaimana jika ternyata esok hari sudah tidak lagi.
Ayo kawan. Janganlah puas menjadi manusia deadline. Manusia-manusia yang tuntas kewajibannya di garis batas waktu. Banyak persiapan yang harus segera dilakukan. Hanya dengan sikap tidak menunda-nunda waktu yang bisa diusahakan. Karena kita tak pernah tahu, kapan kita akan berdiri di depan garis mati.
PS:
Untuk teman-temanku yang dikejar deadline besok sore, ayo semangat. Beryukurlah, karena pak ketua bukan malaikat izrail.
*untuk kelompokku: hehe..., maaf ya. udah tau dikejar deadline masih sempet-sempetnya nulis blog. peace... ^^V
*tertohok*
ReplyDeletehehe... ga bermaksud bil..
ReplyDeletekan aku juga dikejar-kejar deadline. masih jadi manusia deadline juga berarti :D
mbak avi,, bagian healthy-mu ato judul blog itu bisa diganti nda to? nuwun..
ReplyDeleteBisa bil.
ReplyDeleteBuka aja dasbor, trus pengaturan, trus dasar. ntar ada kolom judul buat ganti-ganti.
Ayo, blogspotnya diopeni..