Follow Us @soratemplates

Saturday 31 December 2011

Difabel Juga Capable

06:59 2 Comments

Beberapa waktu lalu, Indonesia mengadakan perhelatan besar. Salah satunya dilaksanakan di kota Solo, Jawa Tengah. Apa lagi kalau bukan Asean Paragames 2011. Paragames bukan sekedar games biasa. Ada yang berbeda dari diri para pemain paragames. Mereka disebut sebagai orang difabel yang merupakan pleseten dari difable, sebuah akronim frase different ability.

Mereka memang memiliki kemampuan yang berbeda. Tubuh sempurna yang dimiliki oleh atlet games biasa tak masuk dalam kriteria fisik mereka. Justru orang-orang dengan satu kaki, satu tangan, atau dengan gangguan penglihatanlah yang berlaga. Memang mereka memiliki fisik yang berbeda sehingga kemampuan mereka pun berbeda pula.

Tapi perhatikan di sini. Mereka disebut difabel, bukan disable (tidak mampu). Mereka dikatakan sebagai orang dengan kemampuan berbeda, bukan orang yang tidak memiliki kemampuan. Memang istilah difabel dan disable masih menjadi perdebatan. Tetapi marilah kita lihat buktinya.

Meski fisik mereka terbatas, mereka mampu untuk mengikuti kompetisi. Mereka mampu memainkan bola, membantai kok, berenang, dan kemampuan lainnya. Bukankah itu artinya mereka ‘mampu’ dan bukan ‘tidak mampu’?

Ada pula yang kita pelajari di sini. Meski mereka memiliki keterbatasan fisik, mereka tetap memanfaatkan apa yang mereka punya. Tubuh yang seadanya tetap digunakan untuk melakukan hal semaksimal mungkin. Jika kaki tak sempurna, masih dapat duduk untuk melempar bola voli. Meski penglihatan seadanya, masih bisa menggunakan indra peraba untuk mengenali bidak catur.

Tentunya ini menjadi pelajaran bagi kita yang barangkali memiliki keadaan fisik yang sempurna. Apakah fisik kita ini telah benar-benar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya? Apakah penciptaan Allah SWT yang sempurna ini hanya sia-sia belaka? Atau jangan-jangan justru kesempurnaan fisik ini menjadi sumber maksiat dan malapetaka.

Bisa jadi fisik mereka yang terbatas justru menjaga mereka dari kemaksiatan. Barangkali justru gangguan panglihatan itu membuat mereka terjaga dari pandangan yang tak seharusnya. Barangkali tangan mereka yang buntung justru mencegah mereka untuk mengambil yang bukan haknya. Barangkali kaki mereka yang lumpuh justru menghambat mereka melangkah menuju kemaksiatan.

Seperti itu pula yang dikisahkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dalam bukunya. Diceritakan bahwa Abu Ibrahim suatu ketika berjalan-jalan di padang pasir dan tersesat tak bisa pulang. Pada saat itu dia menemukan sebuah kemah yang sangat lusuh. Ketika dia mendekat, dia melihat di dalam kemah itu ada seorang lelaki tua yang duduk di atas tanah dalam keadaan sangat tenang. Ternyata orang tua ini kedua tangannya buntung, matanya buta, dan sebatang kara. Ketika dia mendekat, dia melihat mulut orang tua itu komat-kamit mengucapkan dzikir, “Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia… Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia…”

Tentu saja Abu Ibrahim merasa kaget. Bagaimana mungkin orang yang kedua tangannya buntung, matanya buta, dan tinggal sebatang kara masih bisa merasa bersyukur karena mendapat kelebihan dari Allah SWT dibandingkan banyak manusia. Maka, Abu Ibrahim pun bertanya mengapa dia bisa begitu bersyukur dan merasa mendapat kelebihan disbanding banyak manusia.

Orang tua itu menjawab, “Bukankah aku memiliki akal sehat sehingga aku bisa memahami dan berpikir, sedangkan banyak orang yang gila dan tak bisa berpikir. Bukankah Allah memberiku pendengaran yang dengannya aku bisa mendengar adzan, memahami ucapan, dan mengetahui apa yang terjadi di sekililingku, sedangkan banyak orang yang tuli. Bukankah Allah memberiku lisan yang dengannya aku bisa berdzikir dan menjelaskan keinginanku, sedangkan banyak orang yang bisu. Dan bukankah Allah telah menjadikanku seorang muslim yang menyembah-Nya, mengharap pahala-Nya, dan bersabar atas musibahku, sedangkan di luar sana banyak orang yang menyembah berhala padahal mereka juga sakit. Maka, segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia.”

Subhanallah… Kiranya kita perlu belajar dari kisah di atas tentang bagaimana bersabar dengan kekurangan yang kita miliki dan tetap bersyukur atas apa yang Allah beri. Janganlah menjadi orang yang mudah mengeluh hanya karena kekurangan sedikit saja pada diri kita. Apalagi hanya karena merasa iri atas kelebihan fisik yang dimiliki oleh orang lain.

Marilah kita teladani semangat beramal orang tua dalam kisah di atas dan juga semangat berjuang para atlet difabel di ajang paragames itu. Apakah keadaan fisik kita telah membawa kemaslahatan seperti ibadah dzikir yang senantiasa orang tua tersebut ucapkan atau telah membuahkan prestasi seperti yang dilakukan para atlet paragames?

Marilah kita kembali merenungkan keadaan fisik kita, agar kita lebih bisa memaksimalkannya dalam kebaikan dan menjaganya dari kemaksiatan. Kalau para difabel saja capable besyukur dan memanfaatkan fisiknya, jangan sampai kita justru disable mensyukuri dan mengoptimalkan diri kita.


Thursday 22 December 2011

Psikiatri Biologi

05:48 3 Comments
dr.Debree Septiawan

Suatu gangguan jiwa dapat ditinjau dari segi biologi. Kaitannya nanti dengan mengetahui proses perubahan biologi, fisiologi, maupun biokimianya sehingga dapat dilakukan terapi secara klinis. Maka muncullah istilah psikiatri biologi yang dewasa ini berkembang menjadi psikoneuroimunologi.
Dalam sistem saraf, kita mengenal istilah neuron, sel glia, dan impul saraf. Neuron di otak jumlah milyaran baik aferen dan eferen. Neuron ini akan saling membantu. Misal ada 10 neuron, ketika 2 neuron lemah, 8 neuron akan menutup tugas dari 2 neuron tersebut. Ini terjadi karena ada interkonektif.
Setelah berumur 30 tahun, tiap 1 tahun ada 1% neuron yang mati. Tapi bukan berarti memori akan hilang. Soalnya ada interkoneksi tadi, sehingga neuron yang lain bisa mengcover kehilangan neuron yang lain.
Neuron ini butuh glukosa untuk bekerja. Kalau tidak ada glukosa, maka aka nada mekanisme glukoneogenesis, pembentukan glukosa dari bahan-bahan lain. Yang perlu diingat, dalam otak ada 5 daerah rawan yang bariernya lemah. Padahal neuron juga berhubungan dengan dunia lair. Misal ada benturan di hipofisis (salah satu daerah yang lemah), maka wajar jika bicaranya langsung nglantur dll.
Sel glia meliputi astrosit, oligodendrosit, sel schwan, microglia. Yang kaitannya dengan imunitas dan psikiatrik yang mirkroglia. Yang kaitannya dengan metabolism seperti Fe yaitu astrosit.
Memori kita itu ada kuncinya berupa magnesium. Jika kita baca berkali-kali atau mengulang-ulang berkali-kali, ikatan Mg ini akan lepas sehingga kita bisa ingat. Tapi ada juga orang yang sekali baca langsung ingat. Ini berarti ikatan Mg-nya lemah. Ikatan Mg ini penting biar tidak semua hal dapat kita ingat dengan mudah. Itulah kenapa untuk mengingat itu biar butuh usaha.
Ikatan Mg ini lebih mudah terlepas ketika kita emosi. Makanya kenapa kalau orang patah hati (dalam keadaan emosi) dia jadi ingat terus apa penyebab atau kejadian yang membuat dia patah hati. Termasuk ketika benci dengan seseorang, hal ini justru membuka ion Mg sehingga kita malah ga bisa lupa dengan orang itu. Inilah yang menyebabkan terjadinya phobia. Karena ada emosi sehingga ingat terus dengan keadaan ketakutan itu.
Impuls saraf mulai dari presinap, melewati celah sinaps, dan berakhir di reseptor yang ada di pasca sinaps. Neurotransmitter pecah dari vesikel di presinaps kemudian ke celah sinaps. Sebagin neurotransmitter akan sampai ke reseptor. Tapi ada juga yang dihancurkan, hilang, atau kembali ke presinaps.
Neurotransmiter yang berikatan dengan reseptor berfungsi sebagai first massanger. Kemudian selanjutanya ke sitoplasma oleh G protein yang berfungsi sebagai second massanger. Inti sel sebagai third massanger.
Ada beberapa neuropeptida seperti serotonin, norepinefrin, dopamine. Serotonin kaitannya dengan pengendalian impuls. Jadi orang yang kurang bisa mengendalikan rangsangan dari luar, bisa jadi serotoninnya berlebihan. Misal, dia kaget tiba-tiba langung mukul.
Dopamin kaitannya dengan dorongan. Misal ada orang yang males diajak ngapa-ngapain, bisa jadi dopaminnya rendah. Norepinefrin kaitannya dengan kewaspadaan. Misal gampang ngantuk, bisa jadi norepinefrinnya rendah.
Ketiganya itu saling berinteraksi. Misal norpenifrin dan dopamine berhubungan ketika termotivasi. Untuk bisa termotivasi, orang butuh kewaspadaan (norpepinefrin) alias kesiapan untuk melakukan sesutu  dan juga dorongan (dopamine) untuk melakukan sesuatu.
Dopamin dan serotonin saling berkaitan dalam hal nafsu makan, seks, agresif. Misal orang dorongan seksnya tinggi (dopamine tinggi) dan serotonin tinggi (kemampuan menghadapi rangsangnya tinggi), bisa-bisa setiap bertemu dengan orang yang menurutnya merangsang trus mengajak untuk melakukan hubungan.
Norepenifrin dan serotonin berhubungan dalam hal kecemasan dan sensitifitas. Orang cemas cenderung untuk selalu waspada (norepinefrin tinggi). Ketika ada rangsangan sedikit saja, dia akan berespon (serotonin tinggi). Jadilah muncul kecemasan itu. Bisa juga karena ada rangsangan sedikit saja, dia lantas emosi sehingga terlihat sensitive.
Serotonin, dopamine, dan norepinefrin berkaitan dalam hal emosi, mood, dan fungsi kognitif. Contohnya dalam hal belajar. Untuk belajar, kita butuh dopamine (dorongan kuat). Kita juga butuh norepinefrin tinggi biar ga ngantukan. Kita juga butuh serotonin tinggi biar kita terangsang untuk belajar.
Dalam kaitannya dengan psikiatri (emosi), bagian otak yang paling berperan adalah sistem limbic. Sistem limbic terdiri dari diensefalon yang mengatur emosi dan perilaku, hipotalamus kaitannya dengan emosi, girus singulat kaitannya dengan agresif, amigdala kaitannya dengan rasa takut, dan hipokampus kaitannya dengan memori.
Ada juga sistem HPA axis. Ketika orang stress atau takut, amigdalanya akan mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus akan memproduksi CRF ke hopofisis sehingga hipofisis memproduksi ACTH yang akan mempengaruhi adrenal dan memproduksi glukokortikoid. Glukokortikoid inilah yang menyebabkan stress.

Saturday 17 December 2011

Berani Menulis Artikel #2 (Kuasai Bahasa, Kuasai Dunia)

11:34 2 Comments



Setelah di bab pertama kita dikompor-kompori untuk mengubah dunia dengan menulis artikel, di bab kedua kita kembali dibakar untuk menguasai formula selanjutnya. Formula yang dimaksud adalah bahasa. Apa pentingnya? Kita mungkin merasa bisa membuat artikel. Tapi jika kita tak menguasai bahasa, bagaimana kita bisa menggunakan bahasa untuk menguasai dunia?

Maka, di bab inilah Wahyu Wibowo membahas tuntas tentang perjalanan peliknya sebuah bahasa. Mulai dari bahasa filasafat, hingga akhirnya muncul bahasa biasa. Mulai dari ujaran performatif dan ujaran deklaratif yang terkesan rumitnya tetapi nyatanya sama saja. Intinya, entah itu diucapkan secara deklaratif atau performatif, setiap ujaran tersebut harus bertanggung jawab atas apa yang diucapankannya.

Hingga kemudian muncul istilah lokusioner yang menyampaikan percakapan dengan kalimat langsung atau tidak langsung, ilokusioner yang menyatakan sesuatu yang khas, maupun perlokusioner yang memberikan efek rasa pada pendegar. Semunya menunjukkan pada satu hal bahwa bahasa adalah faktor terpenting untuk menyampaikan suatu hal yang bisa dipertanggungjawabkan dengan ciri khas dari penulis dan memberikan efek rasa pada pembaca.

Barangkali terkesan sedikit ribet dan terlalu bersusah payah jika harus memahami bahasa. Tetapi dalam buku Berani Menulis Artikel, Wahyu Wibowo mengatakan bahwa menggunakan bahasa tanpa memahami hakikat perkembangannya bisa menimbulkan kendala bagi terciptanya saling pengertian di antara para pemakainya. Kalau kita menggunakan bahasa yang asing, pasti orang-orang tak akan bisa menangkap maksud kita. Karena memang begitulah adanya. Sebuah kebenaran selalu terkait pada penilaian orang melalui bahasa yang digunakan.

So, mari kuasai bahasa dan kita kuasai dunia melalui bahasa di artikel kita.


Thursday 15 December 2011

Teori Kepribadian dan Gangguan Kepribadian

09:30 0 Comments

dr. Makmuroh

TEORI PSIKOSEKSUAL (Freud)
Lebih menekankan pemenuhan dorongan instinktual secara erotic/libido/dorongan seksual.
Ada beberapa fase:
1.        Fase oral (0-2 tahun)
-          Mencari kepuasan di daerah mulut
-          Kecenderungan untuk memasukkan barang-barang yang dijumpai
-          Dampak jika tidak terpenuhi: cerewet, suka mendebat, merokok
2.       Fase anal (2/3 sampi 4 tahun)
-          Kenikmatan di daerah anus
-          Kecenderungan untuk menahan buang air kecil atau buang air besar
-          Dampaknya, kalau sudah terlanjur ngompol atau buang air besar sembarangan dan orang tuanya marah, anak akan menjadi perfeksionis, obsesif-kompulsif.
3.       Fase oedipal/falik (3/4-6 tahun)
-          Kepuasan di alat kelamin
-          Kecenderungan anak laki-laki dekat dengan ibu, anak perempuan dekat dengan ayah.
4.      Fase laten (5-6 sampai 11-13 tahun)
-          Impuls seksual mereda
5.       Fase genital (11-13 sampai dewasa muda)
-          Impuls seksual disalurkan objek luar

Struktur kepribadian (Sigmund Freud)
1.        Id (tidak sadar)
Sudah ada sejak lahir
Aspek biologis: lapar, haus, seks
Apa-apa berusaha utk segera dipuaskan.
Misal: bayi lapar langsung nangis.
2.       Ego (sadar)
Muncul 6 bulan.
Sudah memiliki kemauan. Misal haus, ya minta minum, dll.
Mengungkap sisi realita.
3.       Supergo
Muncul usia 5 tahun
Harus dididik, kalau tidak diajari ga bisa.
Prinsipnya moralitas, agama.
Untuk membedakan benar salah. Kalau tidak bisa membedakan berarti superegonya tidak berfungsi.

TEORI PSIKOSOSIAL (Erik-Erikson)
Ada 8 fase:
  1. Oral sensory (lahir-1,5 tahun)
Dari segi psikososial bukan tentang kenikmatan, tapi tentang keamanan.
Kalau ibu memberi rasa aman, akan terjadi kepercayaan. Tapi jika ibu tidak memberi rasa aman, akan muncul rasa selalu curiga.
Contohnya: anak pipis tapi tidak segera diganti, berarti anak merasa kalau hidup itu penuh dengan kesengsaraan. Jadinya anak tumbuh dipenuhi rasa curiga.
  1. Anal-Musculature (1,5 sampai 3 tahun)
Kalau dari segi psikoseksual tentang obsesif kompulsif, dari segi psikososial tentang kemandirian.
Kalau dibiasakan toilet training, maka anak akan mandiri. Tapi jika tidak diajari dan malah jadi hobi ngompol, anak akan tumbuh jadi pemalu karena tidak terbiasa untuk ngomong kalau ingin pipis atau jadi ragu-ragu karena merasa takut salah kalau ngompol nanti dimarahi dsb.
  1. Genital-Locomotor (3-6 tahun)
Anak mulai membandingkan alat kelamin yang dimiliki dengan lawan jenis. Kalau orang tua menjelaskan bahwa memang ada perbedaan jenis kelamin, anak akan tumbuh menjadi sosok penuh inisitatif (tidak malu bertanya atau menyampaikan gagasannya, dll). Tapi kalau pada saat itu orang tua langsung memarahi, menganggap kalau hal itu tabu dan jorok, maka anak akan tumbuh diselimuti dengan kesalahan.
  1. Latency (6 sampai 11 tahun)
Antara kerajinan dan inferioritas.
  1. Puberty dan Adolescence (11 tahun – akhir masa remaja)
Anak perempuan hendaknya bersikap seperti perempuan, laki-laki seperti laki-laki.
Sebaiknya ada contoh sosok yang mau ditiru. Kalau sosoknya baik, akan muncul identitas diri yang baik. Kalau sosok yang ditiru buruk, akan terjadi kekacauan identitas.
  1. Young adulthood (21-40 tahun)
Kalau orang tuanya dulu akur, pada usia ini anak juga bisa menjalin hubungan yang baik dengan pasangan, termasuk juga menjalin keakraban dengan teman. Tapi kalau ga, bisa merasa terisolasi, ga punya teman.
  1. Adulthood (40-65 tahun)
Orang bisa tetap melakukan banyak aktivitas. Tapi bisa juga stagnan ga bisa melakukan apa-apa.
  1. Maturity (65 tahun ke atas)
Bisa terbangun integritas yang kuat karena tinggal menuai jerih payah. Tapi bisa juga justru putus asa dan nelangsa karena merasa belum melakukan apa-apa dalam hidup.

TEORI KOGNITIF (Piaget)
Intelegensi dipengaruhi oleh
-          Kemampuan belajar dari pengalaman
-          Menyesuaikan diri
-          Memperlakukan konsep
Dalam proses perkembangan ada proses akomodasi dan asimilasi.
Ada 4 fase:
  1. Sensori motor (0-1,5 atau 2 tahun)
Belajra dengan cara meraba untuk membedakan benda.
  1. Praoperasional (2-7 tahun)
Masih bersifat egosentris.
  1. Operasi konkret (7-11 tahun)
Baru paham kalau ada objek yang konkret.
  1. Operasi formal (11-12 tahun)
Sudah bisa berpikir abstrak tanpa benda konkret.

TEORI KELEKATAN (Bowlby)
Tentang kelekatan seorang anak terhadap sosok yang dianggap special, misal ibu. Jadinya selalu berusaha untuk dekat atau mencari-cari ibu ketika ibu tidak ada.

TUGAS PERKEMBANGAN (Havighurst)
Dibedakan jadi 6 periode:
  1. Periode bayi dan anak kecil
  2. Anak sekolah
  3. Masa muda (pubertas, adolescence)
  4. Masa dewasa muda
  5. Usia tengah baya
  6. Masa dewasa lanjut
Pada masing-masing periode memiliki tugas perkembangan yang seharusnya sudah dapat dipenuhi.

GANGGUAN KEPRIBADIAN
Kepribadian dapat diramalkan melalui tes dan relative stabil (kalau masih anak-anak masih bisa dibentuk).

Gangguan kepribadian harus dibedakan dari perubahan kepribadian. Gangguan kepribadian mulai dari anak-anak sampai dewasa. Kalau perubahan kepribadian terjadi di masa dewasa karena ada suatu hal.

Diagnosis bisa dari PPDGJ III atau DSM IV. Bedanya, kalau di DSM IV pake penggolongan
Kelompok A: aneh, eksentrik (Paranoid, Schizoid, Schizoitipal)
Kelompok B: emosional, dramatic (Antisocial, Ambang, Histrionic, Narsisitik)
Kelompk C: cemas, ketakutan (menghindar, dependen, obsesif kompulsif)