Follow Us @soratemplates

Saturday 16 February 2013

Dua Huruf


Ketika berinteraksi dengan orang lain, bagaimanakah ciri khas Anda? Apakah menjawab dengan panjang lebar? Atau menjawab dengan membubuhkan emoticon? Menjawab super singkat? Atau bahkan tidak merasa butuh menjawab jika itu bukan suatu pertanyaan?

Saya pernah iseng membaca tentang teori kepribadian seseorang dalam berinteraksi. Tanpa disadari, cara menjawab itu sedikit banyak memang menggambarkan karakter diri kita sendiri. Dari beberapa contoh yang saya sebutkan di atas, saya termasuk tipe orang yang menjawab sesuatu dengan singkat. Sekedar oke, ya, ga, dan jawaban setipe lainnya.

Awalnya saya pikir itu tidak masalah. Bukankah saya tetap saja menjawab, setidaknya lebih baik daripada yang sama sekali tidak menjawab atau menjawab dengan interval waktu yang sangat lama. Tapi, entah mengapa akhir-akhir ini banyak yang protes tentang hal itu pada saya.

Seorang teman beberapa kali protes, "Kok jawabnya singkat-singkat lho...", dan saya cuma menjawab "ga papa" (singkat juga bukannya.. :p).
Kemarin seorang teman yang membeli pulsa di saya juga cuma saya jawab, "Ya". Lalu dia SMS lagi "Mbok ya jawabnya yang agak panjang dikit, masa cuma dua huruf..." Dan saya balik menjawab "Yo iki wis mlebu" (lagi-lagi cuma singkat seperlunya).
Sayangnya kadang saya begitu juga dengan orang tua saya. Bahkan ketika saya bad mood, bapak akan hafal jawaban saya. Kalau memang tidak, saya akan menjawab "ga", kalau jawabannya iya atau mungkin butuh penjelasan lebih lanjut saya akan menjawab "ga tau". Ya, cuma "ga" atau "ga tau".

Berhubung mulai banyak yang protes, akhirnya saya sadar juga kalau ada yang tidak beres dengan cara menjawab saya. Mungkin kepribadian saya memang berubah, atau memang karena dipengaruhi suasana hati itu tadi. Tapi terlepas dari suasana hati itu, mungkin lebih baik jika kita (khususnya saya) menginstrospeksi diri sendiri.

Awalnya saya berpikir, bukankah enak jika berkata itu hanya to the point saja. Ringkas, tak bertele-tele. Daripada terlalu banyak bicara padahal itu tak penting, bukankah lebih baik hemat kata saja. Tapi, di sisi lain yang namanya interaksi itu tak hanya butuh satu personal saja. Ada orang lain yang dilibatkan, dan orang lain itulah yang perlu kita pikirkan.

Tentu orang lain ingin ketika berinteraksi dengan kita mendapat sambutan yang hangat dan diterima dengan baik. Mereka bertanya baik-baik, seharusnya dijawab dengan baik-baik pula. Bukankah sebuah kebaikan harus dibalas minimal dengan kebaikan yang serupa, bahkan kalau bisa lebih baik daripada itu. Jadi, kalau mereka bertanya dengan sopan, seharusnya kita menjawab dengan jauh lebih sopan pula.

Hanya saja perkara suasana hati itu memang kadang membawa masalah tersendiri. Ada orang yang demikian senang hingga mungkin berlebihan ketika berinteraksi. Ada orang yang kelewat sedih sampai-sampai semua orang dicemberuti. Ada orang yang begitu marah hingga semua orang ikut dimarahi. Nah, kalau sudah begini bagaimana mau membalas sesuatu dengan lebih baik?

Yup, ini hanyalah introspeksi untuk diri saya sendiri. Semoga saja kita bisa menjaga hati, hingga nantinya kita bisa menjaga lisan kita dari menyakiti hati. Insya Allah..



No comments:

Post a Comment