Follow Us @soratemplates

Monday 14 February 2011

Pertanyaan dan Jawaban

Hari ini adalah hari pertama saya kembali memenuhi ruang-ruang kampus saya. Yup, hari pertama kuliah untuk semester 4. Kembali bertemu dengan teman-teman yang pulang kampung setelah libur lama yang sebenarnya tidak lama jika dibandingkan fakultas lainnya. Yah, tidak apa-apa.

Seperti biasa, karena sudah lama tidak bertemu, mulailah saling bertanya dan bercerita dengan panjang dan lebarnya. Hayo, berapa luasnya ya. Hehe.., bercanda. Saat tengah asyik menjadi pendengar dari keriuhan hari pertama masuk, saya menyadari ada hal-hal aneh yang sudah dianggap wajar. Seorang teman yang baru saja datang menyapa seorang teman saya yang lain.

“Hei, liburan ngapain aja?”

Teman saya itu pun menjawab “Di rumah aja.”

Merasakan ada yang aneh? Awalnya saya tidak merasakan itu. Tapi coba dipikir. Pertanyaan teman pertama saya adalah “liburan ngapain aja”. Sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban sebuah aktivitas. Kata kerja lah paling tidak, misalnya belajar, baca-baca, atau jawaban ga ngapa-ngapain. Itu menunjukkan suatu kata kerja. Tapi, teman kedua saya justru menjawab “di rumah aja” yang kita tau itu adalah penunjuk kata tempat. Harusnya jawaban itu akan tepat jika pertanyaanya adalah liburan ke mana aja. Hm…

Ada juga pertanyaan yang lain yaitu pertanyaan tentang kabar semisal “apa kabar?” atau “gimana kabarnya”. Jika sebuah jawaban yang tepat tentu akan dijawab baik, kurang sehat, atau sesuai dengan kondisinya pada saat itu. Tapi terkadang muncul jawaban yang baik namun kurang lengkap yaitu jawaban Alhamdulillah.

Paham maksud saya? Coba lihat. Pertanyaan “apa kabar?” lalu jawabannya “Alhamdulillah.. (segala puji hanya bagi Allah).” Kata Alhamdulillah memang menyiratkan sebuah keadaan yang sedang baik namun bukankah itu jawaban yang tidak menjawab pertanyaan. Apa kabarnya sebenarnya. Baik kah, buruk kah. Bisa saja dia sedang dalam keadaan buruk namun dia tetap bisa bersyukur dan memuji Allah. Bukankah tidak ada kepastian jawaban dari pertanyaan tersebut? Ya, alangkah lebih baik dan lebih lengkap jika dijawab “Alhamdulillah, baik” atau sejenisnya.

Yup, pertanyaan dan jawaban memang sesuatu yang harusnya berkaitan. Sering kali sebuah jawaban dikira sudah menjawab suatu pertanyaan. Padahal kalau ditilik kembali bisa jadi jawaban itu adalah pertanyaan itu sendiri atau tidak nyambung sama sekali. Misalkan pertanyaan “bagaimana kita bernafas?” lalu dijawab “dengan menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida”. Nah lo, padahal menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida adalah definisi dari bernafas. Berarti si penjawab belum menjawab pertanyaannya, sekedar mendefinisikan saja. Bukankah pertanyaannya sama saja dengan “bagaimana kita menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida?” Hehe…, sama aja ngulangi pertanyaannya kan.

Yup, ini hanya perkara iseng saja gara-gara saya melantur sepanjang nunggu kuliah di kampus tadi. Tapi yang unik adalah kita tidak mempermasalahkan hal tersebut atau mungkin tidak menyadarinya. Bukan masalah sebenarnya. Toh, komunikasi mereka lancar-lancar saja. Yup, asalkan sama-sama saling memahami dan menerima jawaban yang diberikan. Meskipun tidak nyambung sama sekali. Hehe…



P.S:
@ Zahra jadi inget waktu bahas tentang obrolan ga nyambung di mushola kemarin. :)

No comments:

Post a Comment