Brak! Saya meletakkan ember berisi pakaian yang baru saja diangkat dari jemuran ke lantai kamar siang tadi. Ya, memang ada suara 'brak' karena kali ini saya meletakkan dengan sedikit keras, jika tidak ingin disebut membanting. Lalu saya memalingkan badan begitu saja, keluar dari kamar, dan menutup pintu dengan cepat hingga muncul suara yang hampir serupa.
Beberapa menit sebelumnya, saya sempat bernada tinggi pada dua bocah yang sedang bermain di kasur. "Mami capek!"
Sejak bangun Subuh tadi, ada saja yang harus dikerjakan. Kebetulan adik baby kurang kooperatif dari tadi malam. Jam tidur malam hari berkurang, sejak pagi pun tidak mau dibaringkan. Alhasil pekerjaan satu demi satu saling beruntun hingga lepas dhuhur belum juga selesai dirampungkan.
Di jam krusial energi yang mulai menipis, sedikit ulah duo kakak itu memang menjadi tantangan yang sangat menggoda iman. Maksud hati ingin rebahan barang sejenak, tapi apa daya baru beberapa menit mata terpejam bersama baby, duo kakak justru berteriak. Refleks, saya pun ikut berteriak, "Mami capek!"
Belum seratus persen saya menetralkan diri, mendadak terdengar suara air menghantam genteng rumah. Hujan! Saya sontak beranjak dari kasur dan bergegas ke atas, mengambil jemuran. Maka terjadilah adegan tadi. Saya yang masih kesal karena mendadak terbangun dari tidur dilanjut kewalahan karena segera mengangkat jemuran, langsung membanting ember berisi baju ke lantai kamar.
Ketika akhirnya saya memilih keluar kamar dan merebahkan diri di kursi tamu bersama baby, saya mendengar kedua kakak itu bercakap. Mas Z sempat membuka pintu kamar sejenak, memastikan kondisi Maminya yang mendadak mengurung diri di luar kamar. Lewat celah pintu yang tak sengaja terbuka karena Mas Z tidak menutupnya lagi, saya melihat mereka berdua tengah asyik sendiri. Tidak ada suara ribut, yang ada mereka seperti sedang sibuk melakukan sesuatu.
Beberapa saat kemudian (cukuplah buat saya melakukan afirmasi dan hipnosis agar merasa rileks meski hanya beberapa menit) Kak A keluar dari kamar dan berkata, "Udah, Ma". Semula saya tak menggubrisnya. Saya memilih tetap bersandar di kursi dan tidak menghiraukan perkataanya yang seolah meminta saya kembali ke kamar. Namun karena melihat dia yang seperti berharap, akhirnya saya memutuskan masuk kamar juga.
Ternyata, baju bersih yang di ember tadi sudah terlipat dan ditata berjajar di kasur. Masya Allaah...
Kak A pun di luar kamar berkata, "Udah ya, Ma. Aku mau nyapu dulu." Dia pun lantas mengambil sapu dan menyapu ruang tengah dan ruang tamu. Tak berapa lama, dia keluar rumah dan mengambil sapu lidi untuk menyapu jalan. Saya sempat menahan biar tidak usah di sapu saja, tapi dia bersikeras menyapu karena baru saja selesai hujan dan pasti ada daun yang berjatuhan.
Dari dalam kamar saya mendengar ada suara di luar sana. Entahlah, mungkin tetangga akan mempertanyakan tumben sekali anak ini menyapu. Atau justru tidak habis pikir kenapa anak enam tahun mendadak menyapu jalan di siang menjelang sore begitu. Biarlah...
Dari kejadian tadi saya banyak belajar. Ada poin positif ketika saya menyampaikan kondisi saya pada duo kakak. Ya, saya bilang dengan jujur kalau saya capek. Meskipun cara saya menyampaikan masih kurang baik karena dengan nada keras, setidaknya mereka tahu kenapa Maminya mendadak menjadi emosional. Paling tidak mereka belajar bahwa saya marah bukan karena ingin marah, tetapi karena saya lelah sehingga butuh istirahat.
Saya pun belajar menangkap sisi lain dari duo kakak. Ternyata mereka berhati peka. Tanpa diminta, mereka melakukan pekerjaan rumah, sebagai tanda bahwa mereka memahami Maminya yang memang sedang lelah. Saya tidak berharap mereka akan membantu melakukan pekerjaan rumah, yang saya harapkan sekedar mereka tidak ribut dan saya bisa beristirahat sejenak bersama baby. Namun ternyata saya justru mendapat lebih. Saya bisa sejenak menepi dan justru duo kakak menyelesaikan pekerjaan rumah atas kemauannya sendiri. Masya Allah tabaarakallah...
Dari sini saya belajar untuk berkomunikasi dengan lebih baik lagi. Saya juga harus belajar untuk lebih memahami mereka, karena ternyata mereka pun sebenarnya bisa memahami saya. Alhamdulillah.
No comments:
Post a Comment