Follow Us @soratemplates

Saturday, 31 December 2011

Difabel Juga Capable

06:59 2 Comments

Beberapa waktu lalu, Indonesia mengadakan perhelatan besar. Salah satunya dilaksanakan di kota Solo, Jawa Tengah. Apa lagi kalau bukan Asean Paragames 2011. Paragames bukan sekedar games biasa. Ada yang berbeda dari diri para pemain paragames. Mereka disebut sebagai orang difabel yang merupakan pleseten dari difable, sebuah akronim frase different ability.

Mereka memang memiliki kemampuan yang berbeda. Tubuh sempurna yang dimiliki oleh atlet games biasa tak masuk dalam kriteria fisik mereka. Justru orang-orang dengan satu kaki, satu tangan, atau dengan gangguan penglihatanlah yang berlaga. Memang mereka memiliki fisik yang berbeda sehingga kemampuan mereka pun berbeda pula.

Tapi perhatikan di sini. Mereka disebut difabel, bukan disable (tidak mampu). Mereka dikatakan sebagai orang dengan kemampuan berbeda, bukan orang yang tidak memiliki kemampuan. Memang istilah difabel dan disable masih menjadi perdebatan. Tetapi marilah kita lihat buktinya.

Meski fisik mereka terbatas, mereka mampu untuk mengikuti kompetisi. Mereka mampu memainkan bola, membantai kok, berenang, dan kemampuan lainnya. Bukankah itu artinya mereka ‘mampu’ dan bukan ‘tidak mampu’?

Ada pula yang kita pelajari di sini. Meski mereka memiliki keterbatasan fisik, mereka tetap memanfaatkan apa yang mereka punya. Tubuh yang seadanya tetap digunakan untuk melakukan hal semaksimal mungkin. Jika kaki tak sempurna, masih dapat duduk untuk melempar bola voli. Meski penglihatan seadanya, masih bisa menggunakan indra peraba untuk mengenali bidak catur.

Tentunya ini menjadi pelajaran bagi kita yang barangkali memiliki keadaan fisik yang sempurna. Apakah fisik kita ini telah benar-benar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya? Apakah penciptaan Allah SWT yang sempurna ini hanya sia-sia belaka? Atau jangan-jangan justru kesempurnaan fisik ini menjadi sumber maksiat dan malapetaka.

Bisa jadi fisik mereka yang terbatas justru menjaga mereka dari kemaksiatan. Barangkali justru gangguan panglihatan itu membuat mereka terjaga dari pandangan yang tak seharusnya. Barangkali tangan mereka yang buntung justru mencegah mereka untuk mengambil yang bukan haknya. Barangkali kaki mereka yang lumpuh justru menghambat mereka melangkah menuju kemaksiatan.

Seperti itu pula yang dikisahkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dalam bukunya. Diceritakan bahwa Abu Ibrahim suatu ketika berjalan-jalan di padang pasir dan tersesat tak bisa pulang. Pada saat itu dia menemukan sebuah kemah yang sangat lusuh. Ketika dia mendekat, dia melihat di dalam kemah itu ada seorang lelaki tua yang duduk di atas tanah dalam keadaan sangat tenang. Ternyata orang tua ini kedua tangannya buntung, matanya buta, dan sebatang kara. Ketika dia mendekat, dia melihat mulut orang tua itu komat-kamit mengucapkan dzikir, “Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia… Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia…”

Tentu saja Abu Ibrahim merasa kaget. Bagaimana mungkin orang yang kedua tangannya buntung, matanya buta, dan tinggal sebatang kara masih bisa merasa bersyukur karena mendapat kelebihan dari Allah SWT dibandingkan banyak manusia. Maka, Abu Ibrahim pun bertanya mengapa dia bisa begitu bersyukur dan merasa mendapat kelebihan disbanding banyak manusia.

Orang tua itu menjawab, “Bukankah aku memiliki akal sehat sehingga aku bisa memahami dan berpikir, sedangkan banyak orang yang gila dan tak bisa berpikir. Bukankah Allah memberiku pendengaran yang dengannya aku bisa mendengar adzan, memahami ucapan, dan mengetahui apa yang terjadi di sekililingku, sedangkan banyak orang yang tuli. Bukankah Allah memberiku lisan yang dengannya aku bisa berdzikir dan menjelaskan keinginanku, sedangkan banyak orang yang bisu. Dan bukankah Allah telah menjadikanku seorang muslim yang menyembah-Nya, mengharap pahala-Nya, dan bersabar atas musibahku, sedangkan di luar sana banyak orang yang menyembah berhala padahal mereka juga sakit. Maka, segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia.”

Subhanallah… Kiranya kita perlu belajar dari kisah di atas tentang bagaimana bersabar dengan kekurangan yang kita miliki dan tetap bersyukur atas apa yang Allah beri. Janganlah menjadi orang yang mudah mengeluh hanya karena kekurangan sedikit saja pada diri kita. Apalagi hanya karena merasa iri atas kelebihan fisik yang dimiliki oleh orang lain.

Marilah kita teladani semangat beramal orang tua dalam kisah di atas dan juga semangat berjuang para atlet difabel di ajang paragames itu. Apakah keadaan fisik kita telah membawa kemaslahatan seperti ibadah dzikir yang senantiasa orang tua tersebut ucapkan atau telah membuahkan prestasi seperti yang dilakukan para atlet paragames?

Marilah kita kembali merenungkan keadaan fisik kita, agar kita lebih bisa memaksimalkannya dalam kebaikan dan menjaganya dari kemaksiatan. Kalau para difabel saja capable besyukur dan memanfaatkan fisiknya, jangan sampai kita justru disable mensyukuri dan mengoptimalkan diri kita.


Thursday, 22 December 2011

Psikiatri Biologi

05:48 3 Comments
dr.Debree Septiawan

Suatu gangguan jiwa dapat ditinjau dari segi biologi. Kaitannya nanti dengan mengetahui proses perubahan biologi, fisiologi, maupun biokimianya sehingga dapat dilakukan terapi secara klinis. Maka muncullah istilah psikiatri biologi yang dewasa ini berkembang menjadi psikoneuroimunologi.
Dalam sistem saraf, kita mengenal istilah neuron, sel glia, dan impul saraf. Neuron di otak jumlah milyaran baik aferen dan eferen. Neuron ini akan saling membantu. Misal ada 10 neuron, ketika 2 neuron lemah, 8 neuron akan menutup tugas dari 2 neuron tersebut. Ini terjadi karena ada interkonektif.
Setelah berumur 30 tahun, tiap 1 tahun ada 1% neuron yang mati. Tapi bukan berarti memori akan hilang. Soalnya ada interkoneksi tadi, sehingga neuron yang lain bisa mengcover kehilangan neuron yang lain.
Neuron ini butuh glukosa untuk bekerja. Kalau tidak ada glukosa, maka aka nada mekanisme glukoneogenesis, pembentukan glukosa dari bahan-bahan lain. Yang perlu diingat, dalam otak ada 5 daerah rawan yang bariernya lemah. Padahal neuron juga berhubungan dengan dunia lair. Misal ada benturan di hipofisis (salah satu daerah yang lemah), maka wajar jika bicaranya langsung nglantur dll.
Sel glia meliputi astrosit, oligodendrosit, sel schwan, microglia. Yang kaitannya dengan imunitas dan psikiatrik yang mirkroglia. Yang kaitannya dengan metabolism seperti Fe yaitu astrosit.
Memori kita itu ada kuncinya berupa magnesium. Jika kita baca berkali-kali atau mengulang-ulang berkali-kali, ikatan Mg ini akan lepas sehingga kita bisa ingat. Tapi ada juga orang yang sekali baca langsung ingat. Ini berarti ikatan Mg-nya lemah. Ikatan Mg ini penting biar tidak semua hal dapat kita ingat dengan mudah. Itulah kenapa untuk mengingat itu biar butuh usaha.
Ikatan Mg ini lebih mudah terlepas ketika kita emosi. Makanya kenapa kalau orang patah hati (dalam keadaan emosi) dia jadi ingat terus apa penyebab atau kejadian yang membuat dia patah hati. Termasuk ketika benci dengan seseorang, hal ini justru membuka ion Mg sehingga kita malah ga bisa lupa dengan orang itu. Inilah yang menyebabkan terjadinya phobia. Karena ada emosi sehingga ingat terus dengan keadaan ketakutan itu.
Impuls saraf mulai dari presinap, melewati celah sinaps, dan berakhir di reseptor yang ada di pasca sinaps. Neurotransmitter pecah dari vesikel di presinaps kemudian ke celah sinaps. Sebagin neurotransmitter akan sampai ke reseptor. Tapi ada juga yang dihancurkan, hilang, atau kembali ke presinaps.
Neurotransmiter yang berikatan dengan reseptor berfungsi sebagai first massanger. Kemudian selanjutanya ke sitoplasma oleh G protein yang berfungsi sebagai second massanger. Inti sel sebagai third massanger.
Ada beberapa neuropeptida seperti serotonin, norepinefrin, dopamine. Serotonin kaitannya dengan pengendalian impuls. Jadi orang yang kurang bisa mengendalikan rangsangan dari luar, bisa jadi serotoninnya berlebihan. Misal, dia kaget tiba-tiba langung mukul.
Dopamin kaitannya dengan dorongan. Misal ada orang yang males diajak ngapa-ngapain, bisa jadi dopaminnya rendah. Norepinefrin kaitannya dengan kewaspadaan. Misal gampang ngantuk, bisa jadi norepinefrinnya rendah.
Ketiganya itu saling berinteraksi. Misal norpenifrin dan dopamine berhubungan ketika termotivasi. Untuk bisa termotivasi, orang butuh kewaspadaan (norpepinefrin) alias kesiapan untuk melakukan sesutu  dan juga dorongan (dopamine) untuk melakukan sesuatu.
Dopamin dan serotonin saling berkaitan dalam hal nafsu makan, seks, agresif. Misal orang dorongan seksnya tinggi (dopamine tinggi) dan serotonin tinggi (kemampuan menghadapi rangsangnya tinggi), bisa-bisa setiap bertemu dengan orang yang menurutnya merangsang trus mengajak untuk melakukan hubungan.
Norepenifrin dan serotonin berhubungan dalam hal kecemasan dan sensitifitas. Orang cemas cenderung untuk selalu waspada (norepinefrin tinggi). Ketika ada rangsangan sedikit saja, dia akan berespon (serotonin tinggi). Jadilah muncul kecemasan itu. Bisa juga karena ada rangsangan sedikit saja, dia lantas emosi sehingga terlihat sensitive.
Serotonin, dopamine, dan norepinefrin berkaitan dalam hal emosi, mood, dan fungsi kognitif. Contohnya dalam hal belajar. Untuk belajar, kita butuh dopamine (dorongan kuat). Kita juga butuh norepinefrin tinggi biar ga ngantukan. Kita juga butuh serotonin tinggi biar kita terangsang untuk belajar.
Dalam kaitannya dengan psikiatri (emosi), bagian otak yang paling berperan adalah sistem limbic. Sistem limbic terdiri dari diensefalon yang mengatur emosi dan perilaku, hipotalamus kaitannya dengan emosi, girus singulat kaitannya dengan agresif, amigdala kaitannya dengan rasa takut, dan hipokampus kaitannya dengan memori.
Ada juga sistem HPA axis. Ketika orang stress atau takut, amigdalanya akan mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus akan memproduksi CRF ke hopofisis sehingga hipofisis memproduksi ACTH yang akan mempengaruhi adrenal dan memproduksi glukokortikoid. Glukokortikoid inilah yang menyebabkan stress.

Saturday, 17 December 2011

Berani Menulis Artikel #2 (Kuasai Bahasa, Kuasai Dunia)

11:34 2 Comments



Setelah di bab pertama kita dikompor-kompori untuk mengubah dunia dengan menulis artikel, di bab kedua kita kembali dibakar untuk menguasai formula selanjutnya. Formula yang dimaksud adalah bahasa. Apa pentingnya? Kita mungkin merasa bisa membuat artikel. Tapi jika kita tak menguasai bahasa, bagaimana kita bisa menggunakan bahasa untuk menguasai dunia?

Maka, di bab inilah Wahyu Wibowo membahas tuntas tentang perjalanan peliknya sebuah bahasa. Mulai dari bahasa filasafat, hingga akhirnya muncul bahasa biasa. Mulai dari ujaran performatif dan ujaran deklaratif yang terkesan rumitnya tetapi nyatanya sama saja. Intinya, entah itu diucapkan secara deklaratif atau performatif, setiap ujaran tersebut harus bertanggung jawab atas apa yang diucapankannya.

Hingga kemudian muncul istilah lokusioner yang menyampaikan percakapan dengan kalimat langsung atau tidak langsung, ilokusioner yang menyatakan sesuatu yang khas, maupun perlokusioner yang memberikan efek rasa pada pendegar. Semunya menunjukkan pada satu hal bahwa bahasa adalah faktor terpenting untuk menyampaikan suatu hal yang bisa dipertanggungjawabkan dengan ciri khas dari penulis dan memberikan efek rasa pada pembaca.

Barangkali terkesan sedikit ribet dan terlalu bersusah payah jika harus memahami bahasa. Tetapi dalam buku Berani Menulis Artikel, Wahyu Wibowo mengatakan bahwa menggunakan bahasa tanpa memahami hakikat perkembangannya bisa menimbulkan kendala bagi terciptanya saling pengertian di antara para pemakainya. Kalau kita menggunakan bahasa yang asing, pasti orang-orang tak akan bisa menangkap maksud kita. Karena memang begitulah adanya. Sebuah kebenaran selalu terkait pada penilaian orang melalui bahasa yang digunakan.

So, mari kuasai bahasa dan kita kuasai dunia melalui bahasa di artikel kita.


Thursday, 15 December 2011

Teori Kepribadian dan Gangguan Kepribadian

09:30 0 Comments

dr. Makmuroh

TEORI PSIKOSEKSUAL (Freud)
Lebih menekankan pemenuhan dorongan instinktual secara erotic/libido/dorongan seksual.
Ada beberapa fase:
1.        Fase oral (0-2 tahun)
-          Mencari kepuasan di daerah mulut
-          Kecenderungan untuk memasukkan barang-barang yang dijumpai
-          Dampak jika tidak terpenuhi: cerewet, suka mendebat, merokok
2.       Fase anal (2/3 sampi 4 tahun)
-          Kenikmatan di daerah anus
-          Kecenderungan untuk menahan buang air kecil atau buang air besar
-          Dampaknya, kalau sudah terlanjur ngompol atau buang air besar sembarangan dan orang tuanya marah, anak akan menjadi perfeksionis, obsesif-kompulsif.
3.       Fase oedipal/falik (3/4-6 tahun)
-          Kepuasan di alat kelamin
-          Kecenderungan anak laki-laki dekat dengan ibu, anak perempuan dekat dengan ayah.
4.      Fase laten (5-6 sampai 11-13 tahun)
-          Impuls seksual mereda
5.       Fase genital (11-13 sampai dewasa muda)
-          Impuls seksual disalurkan objek luar

Struktur kepribadian (Sigmund Freud)
1.        Id (tidak sadar)
Sudah ada sejak lahir
Aspek biologis: lapar, haus, seks
Apa-apa berusaha utk segera dipuaskan.
Misal: bayi lapar langsung nangis.
2.       Ego (sadar)
Muncul 6 bulan.
Sudah memiliki kemauan. Misal haus, ya minta minum, dll.
Mengungkap sisi realita.
3.       Supergo
Muncul usia 5 tahun
Harus dididik, kalau tidak diajari ga bisa.
Prinsipnya moralitas, agama.
Untuk membedakan benar salah. Kalau tidak bisa membedakan berarti superegonya tidak berfungsi.

TEORI PSIKOSOSIAL (Erik-Erikson)
Ada 8 fase:
  1. Oral sensory (lahir-1,5 tahun)
Dari segi psikososial bukan tentang kenikmatan, tapi tentang keamanan.
Kalau ibu memberi rasa aman, akan terjadi kepercayaan. Tapi jika ibu tidak memberi rasa aman, akan muncul rasa selalu curiga.
Contohnya: anak pipis tapi tidak segera diganti, berarti anak merasa kalau hidup itu penuh dengan kesengsaraan. Jadinya anak tumbuh dipenuhi rasa curiga.
  1. Anal-Musculature (1,5 sampai 3 tahun)
Kalau dari segi psikoseksual tentang obsesif kompulsif, dari segi psikososial tentang kemandirian.
Kalau dibiasakan toilet training, maka anak akan mandiri. Tapi jika tidak diajari dan malah jadi hobi ngompol, anak akan tumbuh jadi pemalu karena tidak terbiasa untuk ngomong kalau ingin pipis atau jadi ragu-ragu karena merasa takut salah kalau ngompol nanti dimarahi dsb.
  1. Genital-Locomotor (3-6 tahun)
Anak mulai membandingkan alat kelamin yang dimiliki dengan lawan jenis. Kalau orang tua menjelaskan bahwa memang ada perbedaan jenis kelamin, anak akan tumbuh menjadi sosok penuh inisitatif (tidak malu bertanya atau menyampaikan gagasannya, dll). Tapi kalau pada saat itu orang tua langsung memarahi, menganggap kalau hal itu tabu dan jorok, maka anak akan tumbuh diselimuti dengan kesalahan.
  1. Latency (6 sampai 11 tahun)
Antara kerajinan dan inferioritas.
  1. Puberty dan Adolescence (11 tahun – akhir masa remaja)
Anak perempuan hendaknya bersikap seperti perempuan, laki-laki seperti laki-laki.
Sebaiknya ada contoh sosok yang mau ditiru. Kalau sosoknya baik, akan muncul identitas diri yang baik. Kalau sosok yang ditiru buruk, akan terjadi kekacauan identitas.
  1. Young adulthood (21-40 tahun)
Kalau orang tuanya dulu akur, pada usia ini anak juga bisa menjalin hubungan yang baik dengan pasangan, termasuk juga menjalin keakraban dengan teman. Tapi kalau ga, bisa merasa terisolasi, ga punya teman.
  1. Adulthood (40-65 tahun)
Orang bisa tetap melakukan banyak aktivitas. Tapi bisa juga stagnan ga bisa melakukan apa-apa.
  1. Maturity (65 tahun ke atas)
Bisa terbangun integritas yang kuat karena tinggal menuai jerih payah. Tapi bisa juga justru putus asa dan nelangsa karena merasa belum melakukan apa-apa dalam hidup.

TEORI KOGNITIF (Piaget)
Intelegensi dipengaruhi oleh
-          Kemampuan belajar dari pengalaman
-          Menyesuaikan diri
-          Memperlakukan konsep
Dalam proses perkembangan ada proses akomodasi dan asimilasi.
Ada 4 fase:
  1. Sensori motor (0-1,5 atau 2 tahun)
Belajra dengan cara meraba untuk membedakan benda.
  1. Praoperasional (2-7 tahun)
Masih bersifat egosentris.
  1. Operasi konkret (7-11 tahun)
Baru paham kalau ada objek yang konkret.
  1. Operasi formal (11-12 tahun)
Sudah bisa berpikir abstrak tanpa benda konkret.

TEORI KELEKATAN (Bowlby)
Tentang kelekatan seorang anak terhadap sosok yang dianggap special, misal ibu. Jadinya selalu berusaha untuk dekat atau mencari-cari ibu ketika ibu tidak ada.

TUGAS PERKEMBANGAN (Havighurst)
Dibedakan jadi 6 periode:
  1. Periode bayi dan anak kecil
  2. Anak sekolah
  3. Masa muda (pubertas, adolescence)
  4. Masa dewasa muda
  5. Usia tengah baya
  6. Masa dewasa lanjut
Pada masing-masing periode memiliki tugas perkembangan yang seharusnya sudah dapat dipenuhi.

GANGGUAN KEPRIBADIAN
Kepribadian dapat diramalkan melalui tes dan relative stabil (kalau masih anak-anak masih bisa dibentuk).

Gangguan kepribadian harus dibedakan dari perubahan kepribadian. Gangguan kepribadian mulai dari anak-anak sampai dewasa. Kalau perubahan kepribadian terjadi di masa dewasa karena ada suatu hal.

Diagnosis bisa dari PPDGJ III atau DSM IV. Bedanya, kalau di DSM IV pake penggolongan
Kelompok A: aneh, eksentrik (Paranoid, Schizoid, Schizoitipal)
Kelompok B: emosional, dramatic (Antisocial, Ambang, Histrionic, Narsisitik)
Kelompk C: cemas, ketakutan (menghindar, dependen, obsesif kompulsif)



Wednesday, 30 November 2011

Galau? Temukan Inner Peace-mu!

19:58 11 Comments
Bagi Anda yang suka mengikuti film di bioskop, mungkin tidak asing dengan film Kungfu Panda II. Sebuah film animasi menceritakan pendekar dengan wujud hewan yang sarat dengan posan moral. Beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri untuk menonton film tersebut. Saya mendapatkan sebuat kata-kata mantra, 'inner peace'.

Dalam film tersebut, Po sebagai pendekar panda sedang merasakan kegalauan karena penasaran ingin tahu siapa orang tua kandungnya. Karena pikirannya yang tidak tenang itulah, Po pun kalah saat bertarung. Pada saat itu Po menyadari pentingnya inner peace yang diajarkan gurunya. Ketika pikirannya tak fokus, dengan mudah musuh menyerang. Ketika hatinya tak tenang, dengan gampanganya musuh mendapat kemenangan.

Lalu Po pun introspeksi diri. Dia melupakan ambisinya untuk menemukan siapa orang tuanya. Akhirnya dia kembali mendapatkan ketenangan dirinya dan memenangkan pertarungan.

Saya merefleksikan adegan film tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika pikiran dan perasaan tidak tenang, dengan mudahnya musuh-musuh berupa rentetan masalah akan menang menyerang kita, membuat kita kalah dan tenggelam dalam kegalauan.

Banyak orang yang akhir-akhir ini merasa galau, bahkan kata galau menjadi kata sifat paling populer yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Resah diibaratkan galau, stress disamakan dengan galau. Sedikit-sedikit orang merasa kalau dirinya galau.

Saya sendiri merasa heran. Mengapa dengan mudahnya orang merasa galau? Padahal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, galau adalah kacau tidak karuan dari segi pikiran. Apakah sedemikian banyaknya orang yang pikirannya kacau?

Menurut saya, galau bisa terjadi ketika kita tidak memiliki inner peace. Pikiran dan hati kita tak tenang sehingga yang ada hanyalah kegalauan. Ketika jadwal kegiatan begitu padat, kita menjadi tidak tenang karena dituntut untuk segera menyelesaikan. Kita pun menjadi galau. Ketika kita menginginkan atau membutuhkan sesuatu dan segala usaha yang kita lakukan belum membuahkan hasil, kita pun menjadi galau.

Ya, galau menandakan hati kita tidak tenang. Bisa karena hati kita terlalu berambisi untuk mengejar sesuatu sehingga kita memaksa hati untuk bergolak. Pergolakan yang terlalu keras tentu menghilangkan ketenangan yang ada dalam diri kita.

Terlepas dari itu, hati yang galau bisa jadi karena sejatinya memang tidak ada inner peace dalam diri kita. Meski tak ada masalah, tak ada kesibukan, tetap saja hati ini tidak tenang. Hm, berarti memang ada yang salah dalam diri kita.

Barangkali ada yang ingat dengan syair yang dilantunkan penyanyi religi beberapa tahun lalu. “Bila hati gelisah, tak tenang, tak tentram. Bila hatimu goyah, terluka, merana. Jauhkah hati ini dari Tuhan, dari Allah. Hilangkah dalam hati, dzikirku, imanku?”

Syair ini rasanya tepat jika disampaikan pada mereka yang mengaku sedang galau. Apakah hati sedang jauh dari Allah? Wajar kiranya jika hati tak tenang karena jauh dari Allah. Tentunya jika dekat dengan Allah, kita akan menyerahkan segala urusan kita pada-Nya. Kalau sudah begini, tentunya tak ada lagi kegalauan yang mendera. Bukankah urusan kita telah diserahkan pada Allah sedangkan Allah adalah maha segalanya. Pasti urusan kita akan selesai dan tak ada apa-apanya di mata Allah.

Tanyakan juga, hilangkah dzikir dan iman dalam hati? Ya, orang yang memiliki iman tentunya percaya bahwa Allah akan selalu menolongnya. Tetapi jika kita tidak memiliki iman, bagaimana kita akan percaya kalau Allah akan menolong kita?

Demikian pula jika kita jarang berdzikir. Jika kita tak pernah berdzikir mengingat Allah, wajar saja kita lupa bahwa ada Allah yang akan menolong kita. Karena kita lupa dan tak percaya bahwa ada Allah yang akan membantu, kita lantas merasa bahwa urusan ini adalah urusan diri kita sendiri. Pikiran pun semakin berat dan hati semakin kacau. Pantas kiranya kalau galau semakin mendera.

Maka, lakukanlah introspeksi seperti yang dilakukan Po dalam film Kungfu Panda II. Mari kita introspeksi, apakah yang membuat hati kita tak tenang. Apakah benar jika kita telah jauh dari Allah? Ataukah memang semakin hilang dzikir dan iman dalam hati kita?

Temukan jawabannya dalam hati kita masing-masing. Jika memang kita merasa jauh dari Allah, mendekatlah. Selangkah kita mendekat pada Allah, beribu langkah Allah akan mendekat pada kita. Kalau sudah begini, tak akan ada lagi rasa tak tenang dalam jiwa.

Perbanyak mengingat Allah dalam setiap kesempatan dan serahkan segala urusan dengan penuh kepercayaan pada Allah. Niscaya hati akan merasa tenang. Bukankah Allah telah menjanjikan akan memberi rasa tenang jika kita selalu mengingat-Nya?

So, buang jauh rasa galau. Temukan inner peace-mu dengan Allah di hatimu.


Monday, 28 November 2011

Mengubah Makna dengan Huruf N

22:55 5 Comments

Iklan susu formula anak-anak memang lucu-lucu. Mulai dari bintang iklannya yang sudah menggemaskan, tingkah polah mereka yang ikut membuat geregetan, atau konsep iklannya yang memang terasa segar dan lucu. Barangkali ada yang tak akan lupa dengan polah seorang anak menari-nari sambil bernyanyi, atau ide anak-anak dalam berusaha menyelesaikan masalah yang dialaminya.

Salah satu ide unik anak tersebut saya temukan di salah satu iklan susu. Seorang anak mengamati akuariumnya terasa begitu kosong. Hanya ada air dan ikan. Lantas dia memasukkan pernak-pernik kecil ke dalam akuarium tersebut. Tetapi, baginya masih terasa kurang. Dia pun mengambil ipad dan mencari gambar-gambar terumbu karang. Setelah menemukan yang cocok, diletakkanlah ipad itu sebagai background dari akuarimnya.

Ada yang berbeda dari keunikan anak-anak pada iklan tersebut jika dibandingkan dengan iklan anak-anak lainnya. Di bagian akhir iklan, tertampil kata ‘NAKAL?’. Setelah itu, huruf ‘N’ dan ‘tanda tanya’ dihapus sehingga tersisalah kata ‘AKAL’.

Kalau kita renungkan, batasan anak nakal dan anak yang banyak akal memang begitu tipis layaknya sebuah huruf ‘N’ yang mengubah ‘AKAL’ menjadi ‘NAKAL’. Ada seorang anak yang bermain hingga kotor. Sebagian orang tua mengatakan anaknya nakal karena hanya bikin kotor, tapi orang tua lain bisa saja menganggap anaknya itu banyak akan dan dengan enteng berkata “Berani kotor itu baik”.

Ya, batasannya memang begitu tipis, tergantung interpretasi masing-masing orang. Benar-benar hanya terpaut satu huruf saja yaitu huruf ‘N’. Selain contoh kata ‘AKAL’ dan ‘NAKAL’, saya juga mendapatkan contoh kata lain yang cukup dipermainkan dengan kehadiran huruf ‘N’ di sana.

Waktu itu adalah awal masuk saya kuliah. Dalam sebuah acara OSPEK, ketua panitia mengatakan kata-kata ini, “PEMIMPIN adalah PEMIMPI dengan huruf N”. Bayangkan! Hanya dengan huruf ‘N’ seorang pemimpi telah menjadi seorang pemimpin.

Barangkali jaman dulu ketika Soekarno beserta tokoh pemuda menggagas proklamasi, tindakan mereka dianggap hanyalah sebuah mimpi. Bukan hal aneh jika mereka dianggap sebagai pemimpi, orang yang benar-benar bermimpi agar Indonesia bisa merdeka. Tetapi, nyatanya mereka tak sekedar pemimpi, melainkan juga pemimpin yang berhasil mewujudkan mimpinya.

Di sinilah keunikannya. Dari sini kita dapat belajar untuk melihat sesuatu dengan lebih dekat, sedekat kita mengamati adakah huruf ‘N’ yang menyertai seperti pada kedua contoh kata di atas. Lihatlah, betapa sebuah huruf saja telah dapat mengubah makna.

Huruf ‘N’ pada kata ‘NAKAL’ dan ‘AKAL’ membedakan tindakan anak tersebut negatif atau positif. Seorang anak bisa saja sesungguhnya bersikap untuk menunjukkan kecerdasan akalnya namun kita menganggapnya sebagai sebuah kenakalan. Maka, lihatlah sedekat batasan huruf ‘N’.

Huruf ‘N’ pada kata ‘NAKAL’ dapat kita buang sehingga berubah menjadi ‘AKAL’. Demikian pula sikap anak-anak. Sikap anak-anak yang cenderung mengarah ke nakal dapat pula kita ubah. Kita bisa mengontrol anak-anak kita dan membuang unsur-unsur negatif dari perilaku anak-anak itu layaknya kita membuang huruf ‘N’ dari kata ‘NAKAL’. Dengan begitu akan tersisa kata ‘AKAL’ yang merupakan gambaran perilaku positif dari anak yang mencerminkan kecerdasan akalnya.

Begitu juga dalam konteks kata ‘PEMIMPIN’ dan ‘PEMIMPI’. Huruf ‘N’ pada kata ‘PEMIMPIN’ dan ‘PEMIMPI’ membedakan tingkah laku seseorang sebagai hal yang positif atau justru mengkategorikannya sebagai perilaku yang cenderung negatif. Seseorang bisa dianggap poisitif ketika dia menjadi seorang pemimpin. Namun, bisa jadi orang itu akan dicap negatif ketika dia menjadi pemimpi yang hanya bisa bermimpi. Maka, lihat dulu kedua kata itu dengan lebih seksama, layaknya mengamati perbedaan tipis dari ada dan tidaknya huruf ‘N’ di sana.

Huruf ‘N’ dapat kita tambahkan pada kata ‘PEMIMPI’ sehingga berubah menjadi ‘PEMIMPIN’. Demikian pula sikap seseorang. Seseorang yang cenderung terkesan hanya dapat bermimpi tanpa sebuah realisasi dapat pula kita ubah. Kita bisa memotivasi orang tersebut untuk segera bertindak, mewujudkan mimpinya melalui sebuah tindakan nyata dengan sebuah persiapan yang nyata pula. Bahkan jika mimpi itu adalah hal yang benar-benar baru sekalipun, kita tetap dapat mengubahnya dengan motivasi dan tekad yag kuat untuk mewujudkannya. Dalam hal ini yang dibutuhkan hanyalah menambahkan tindakan nyata pada mimpi itu layaknya kita menambahkan huruf ‘N’ pada kata ‘PEMIMPIN’. Dengan begitu akan muncul kata ‘PEMIMPIN’, seseorang yang menjadi pelopor dari sebauh ide yang benar-benar baru tersebut.

Hanya dengan sebuah huruf saja, telah terjadi perubahan makna yang sangat berbeda. Maka, mari kita melihat lebih dekat. Barangkali sebuah keburukan dapat dengan mudah kita ubah menjadi hal yang lebih baik, semudah menambah atau membuang sebuah huruf ‘N’.