Follow Us @soratemplates

Thursday, 31 March 2011

Si Penjual Ikan

18:11 0 Comments
Kemarin, tak sengaja saya mendapatkan sebuah kisah menarik saat iseng-iseng mengganti gelombang radio. Kisah inspirasi tentang penjual ikan. Kurang lebih ceritanya begini:

Suatu hari, seorang laki-laki mecoba-coba berjualan ikan segar. Dia berjualan di piggiran jalan. Sebagai informasi, dia memasang papan di gerobaknya dengan tulisan "DI SINI JUAL IKAN SEGAR".

Tak berapa lama kemudian, datanglah pembelinya yang pertama. Pembeli itu mengomentari tulisan di papannya. "Mengapa harus ditulis kata 'di sini'? Bukankah semua orang juga tahu kalau kamu berjualan ikan segar di sini, bukan di sana?"
"Benar juga," kata penjual itu.
Selepas pembeli pertama itu pergi, dihapusnya kata 'di sini' sehingga papan itu tinggal bertulisan "JUAL IKAN SEGAR".

Lalu, datanglah pembeli kedua. Pembeli ini juga menanyakan tulisan yang ada di papan. "Mengapa harus ditulis kata 'segar'? Bukankah semua orang juga tahu kalau kamu berjualan ikan segar, bukan ikan busuk?"
"Benar juga," pikir penjual itu.
Maka dihapusnya kata 'segar' sehingga papannya tinggal bertuliskan "JUAL IKAN".


Tak berapa lama, datanglah pembeli yang ketiga. Pembeli ini pun mengomentari tulisan yang ada di papan milik penjual. "Mengapa harus ditulis kata 'jual'? Bukankah semua orang juga tahu kalau ikan ini dijual, bukan sekedar dipajang?"
"Benar juga", pikir penjual itu lagi.
Maka dihapusnya kata 'jual' dari papannya. Papan itu pun tinggal bertuliskan kata "IKAN".

Kemudian datanglah pembeli yang keempat. Pembeli yang keempat ini juga mengomentari tulisan yang ada di papan. "Mengapa harus ditulis kata 'ikan'? Bukankah semua orang juga tahu kalau kamu berjualan ikan, bukan daging?"
"Benar juga" kata penjual itu pada akhirnya.
Maka diturunkanlah papan pengumumannya itu.

Hingga beberapa lama, berlalu-lalanglah orang di jalan itu tanpa peduli bahwa di situ jual ikan segar.

*******************************
Hikmah:
Pertama, hikmah yang diberikan dari radio itu.
Jika kita ingin selalu memuaskan hati orang lain, kita tidak akan memperoleh apa-apa. Seperti penjual ikan itu, karena ia ingin memuaskan hati pembelinya, dihapusnya kata demi kata dari papan pengumumannya. Hingga akhirnya dia tidak mendapat apa-apa karena orang lain tidak tahu bahwa ia penjual ikan segar.

Kedua, hikmah yang saya simpulkan sendiri.
Jadilah dirimu sendiri tanpa mengambil pusing komentar orang lain di luar sana. Memang, pendapat orang lain ada benarnya. Tapi semua pendapat, saran, dan kritik yang ditujukan pada kita haruslah difilter dengan baik. Tak semua saran itu baik, tak semua kritik itu membangun. Jadi, tetaplah menjadi dirimu sendiri jika memang pilihanmu itu adalah yang terbaik.

Monday, 28 March 2011

Diam Bukan Jawaban

15:17 0 Comments

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Saat masih duduk di bangku sekolah dulu, saya mendapatkan suatu paham yang menarik. Apabila seorang wanita diajak menikah oleh seorang pria, akan ada dua reaksi sebagai jawaban. Jika wanita tersebut spontan mengatakan tidak, berarti dia memang tidak ingin menikah dengan pria tersebut. Tapi jika wanita itu diam, berarti sejatinya dia menerima tawaran tersebut. Katanya, barangkali karena hati sang wanita terlalu berbunga-bunga hingga tak bisa mengucapkan sepatah kata, atau bisa jadi karena dia jaim tak ingin menunjukkan kalau sebetulnya dia memang benar-benar ingin menikah dengan pria tersebut. Hm…, entahlah. Yang pasti dalam kasus ini, diam dianggap sebagai sebuah jawaban ‘ya’. Tapi benarkah diam merupakan suatu jawaban?

Saya cenderung tidak sependapat. Bagaimana kalau ternyata dia diam karena bingung menyampaikan penolakan? Atau bisa jadi dia diam karena merasa bimbang. Hayo…, bukankah alasan itu masuk akal?

Oke, lupakan masalah lamar-melamar itu. Saya mengalami kasus lain yang meruntuhkan postulat diam sebagai jawaban. Kasus yang terjadi di ruang kuliah. Seorang dosen sedang mengajar di depan kami semua. Lantas beliau melontarkan sebuah pertanyaan untuk menciptakan komunikasi dua arah. Tapi kelas hening. Kami semua diam dan tak ada seorang pun yang menjawab. Lantas dosen itu menunjuk beberapa orang yang duduk di depan. Lagi-lagi hanya diam dan sesekali disertai senyuman. Dosen itu pun berkata, “Diam bukan jawaban. Senyum juga bukan jawaban. Ga mungkin kan kalau kalian ujian nanti trus soalnya hanya disenyumin aja.” Hm…, masuk akal.

Bagi saya, diam bukanlah jawaban karena diam memiliki terlalu banyak arti. Diam memang bisa berarti persetujuan yang identik dengan jawaban ‘ya’. Tapi di lain sisi, diam juga bisa berarti penolakan ketika sang penjawab sudah terlalu muak untuk menjawab sehingga memilih untuk diam saja sebagai bentuk penghindaran. Diam juga bisa menandakan kebimbangan sehingga takut untuk memilih di antara dua pilihan jawaban yang ditawarkan. Diam juga terlalu banyak membawa suasan hati. Entah itu marah, sedih, sepi, miris, dan sejuta perasaan lainnya.

Betapa terlalu simpelnya jika diam lantas diartikan sebagai ya. Bagaimana kalau ternyata hatinya mengatakan tidak, namun karena dia diam saja lantas dianggap ya. Hm…, terlalu banyak salah tafsir jadinya. Jadi, tunggulah jawaban yang sesungguhnya. Sebuah kata atau sekedar anggukan atau gelengan kepala karena diam terlalu berbahaya jika diartikan sebagai ‘ya’.



PS:

Terinspirasi oleh proses ijab qabul mbak Yatmi kemarin. Saat mbak Yatmi ditanya “apakah pernikahan ini pilihan sendiri atau karena paksaan” dan mbak Yatmi hanya diam saja.

Nah lo, jika diartikan karena paksaan gimana coba. Hm…



Sunday, 27 March 2011

Walau Hujan

18:43 7 Comments

Aku teringat pada sebuah puisi di buku paket Bahasa Indonesia saat masih kelas 3 SD dulu.

Walau hujan, ayah tetap pergi ke kantor

Walau hujan, ibu tetap pergi ke pasar

Walau hujan, aku tetap pergi ke sekolah

Karena hujan adalah rahmat Tuhan

Sebuah bait puisi yang aku ingat betul. Saat ini, puisi itu menyindirku setengah mati.

Beberapa waktu lalu saat ada acara sore di kampus, seorang teman bertanya “Avi bisa datang?” dan aku menjawab, “Insya Allah datang, kalau tidak hujan.” Agh, mengapa hujan dijadikan sebagai alasan?

Lain waktu saat hujan deras di kampus, hari sudah semakin sore dan kebetulan aku tak membawa motor. Resah, menghubungi ibu barangkali saja bisa pulang bersama dengan nebeng mobilnya agar tak perlu berhujan-hujan. Alhamdulillah, ibu sedang di sekitar kampus UNS dan pulanglah aku dengan lega di bawah naungan atap mobil. Tetapi kami tak langsung pulang. Ibu harus ke kampus UNISRI dulu untuk melakukan kewajibannya. Ibu bilang, “Hujan deras begini, mahasiswanya paling sedikit. Tunggu aja kak, paling kuliahnya cuma sebentar.” Aku tak beranjak sedikit pun dari dalam mobil. Seperti biasa, hanya komat-kamit menatap air hujan berharap untuk segera berhenti. Dari kejauhan tampak seseorang berjalan perlahan-lahan dengan memakai payung. Ternyata seorang mahasiswa yang memasuki ruang yang sama dengan ruang yang dituju ibu. Tak berapa lama, sebuah sepeda motor juga melintas dengan pengendara yang memakai mantel. Lagi-lagi pengendara itu memasuki ruang yang sama dengan ibu. Sejurus kemudian, sebuah SMS masuk dari ibu yang memberi tahu bahwa aku disuruh pulang dulu karena mahasiswanya ingin tetap ada kuliah. Hm…, walau hujan mereka tetap pergi kuliah…

Aku pun teringat pada suatu peristiwa. Saat itu hujan deras sekali. Seorang sahabat karib sejati saya nekat keluar menerobos hujan untuk menjemput bapak saya di stasiun. Lagi-lagi, walau hujan. Dulu sekali, seorang sahabat saya yang lain juga rela pergi melintasi negara dan menerobos hujan karena tau sahabat karib saya sedang sendirian sakit dan tak ada teman. Walaupun di Solo saat itu hujan deras. Bahkan banjir dan tanah longsor terjadi di wilayah Solo dan sekitarnya. Ya, walau hujan…

Aku merasa menjadi seorang pengecut. Seseorang yang takut sekali pada hujan deras dengan accesoris petir dan kilatnya yang menyambar. Padahal ketakutan itu hanyalah perkara hati yang dikuatkan karena terus dipupuk oleh ketakutan-ketakutan yang dibenarkan oleh akal pikiran. Padahal seharusnya hujan deras tak sebegitu menakutkan.

Aku akan menjadi orang yang egois jika hanya berdoa, berharap hujan segera reda di setiap hujan deras tiba. Padahal bisa jadi orang di sekitarku sedang membutuhkan hujan saat itu. Entah untuk apa. Atau paling tidak tumbuhan dan hewan di sekitarku. Ya, karena hujan adalah rizqi Allah. Allah-lah yang tahu di mana rizqi-Nya akan ia berikan. Betapa egois jika aku meminta agar rizqi itu dihentikan saja semata-mata untuk mengusir ketakutanku.

Ya, hujan tidak menakutkan. Bahkan waktu kecil aku senang bermain hujan. Saat TK nekat pulang sekolah bersama seorang teman dengan memakai payung pelepah pisang. Persis terinspirasi oleh cerita-cerita yang menggunakan payung pelepah pisang. Sudah pasti basah kuyup, tapi aku senang.

Hanya sepenggal kisah yang membuatku takut dengan hujan deras, selebihnya hujan tak membuat masalah. Hanya karena tubuhku pucat, dingin, dan bibir membiru saat harus berguling-guling di tengah lapangan di bawah guyuran hujan deras saat diklat PMR SMA dulu. Atau saat kedinginan luar biasa dengan tubuh yang basah di tengah sibuknya aktivitas saat menjadi panitia kemah PRADANA di pucuk gunung di Boyolali dulu, dengan sikap yang harus tetap tenang agar tidak membuat peserta makin panik karena tenda-tenda kebanjiran. Atau ketika pulang kuliah di Depok dulu di tengah-tengah hujan deras dengan angin kencang yang membuat payungku terbalik, persis saat kilat menyambar.

Semua itu hanya sepenggal kisah, di antara ratusan moment hujan yang pernah hadir dalam hidupku. Ini bukan karena nila setitik lalu rusak susu sebelanga. Tak seharusnya karena beberapa penggal kisah itu lantas melupakan indahnya karunia Allah berupa hujan. Astagfirullah…

Maka, mulai hari ini kutepis jauh-jauh dari hati dan pikiranku yang mengatakan hujan deras itu menakutkan.

PS:

Untuk Anda yang merasa phobia atau ketakutan setengah mati dengan sesuatu, cobalah untuk melihat dari sudut pandang yang lain. Phobia atau ketakutan itu tak abadi. Buka hati dan pikiran karena phobia itu bisa diubah. Dengan syarat hati dan pikiran yang bersinergi membentuk kekuatan untuk mencintai sesuatu yang diphobiakan. Karena phobia itu hanyalah perkara hati yang dibenarkan dengan akal pikiran.

Tuan Deras, aku benar-benar ingin bersahabat denganmu

Ampuni hamba Ya Allah yang belum bisa memahami semua kehendak-Mu

(Ditulis setelah merenung menatap hujan deras dari balik jendela kamar)



Saturday, 26 March 2011

Hentikan Pujian Itu!

20:23 2 Comments

Subhanallah, cantiknya..

Baik banget sih…

Gila…, IPK-nya sempurna

Wuih…, keren

Dst..dst..


Beberapa kata pujian yang pastinya sering terdengar di telinga kita. Mungkin tak persis sama redaksi katanya, tapi mendengar beberapa patah kata yang menyiratkan pujian pasti pernah. Mungkin Anda yang dipuji. Bisa jadi Anda yang memuji. Jika, Anda yang dipuji, bagaimana rasanya?

Sebagian ada yang merasa senang. Hatinya berbunga-bunga karena mendapat pujian. Sebuah senyum terukir, atau mungkin gelak tawa. Disertai untaian kata “terima kasih”.

Sebagian lagi merasa tak pantas. Mencoba mengelak, entah dalam hatinya menyukai pujian itu atau tidak. Tapi ia mengelak. Mengucap “Alhamdulillah” meski lirih. Ya, Alhamdulillah (segala puji hanya bagi Allah). Memang hanya Allah lah yang pantas dipuji, bukan dirinya. Seandainya pun dia layak dipuji, semata-mata karena Allah lah yang membuat ia dipuji. Lagi-lagi, karena Allah semata.

Sedang, sebagian yang lain merasa marah luar biasa. Merasa bahwa pujian itu sangat menggangggunya. Tau kah Anda kenapa? Karena pujian itu sangat berbahaya. Bukankah sebuah hadits mengatakan “Jika seseorang memuji, lemparlah ia dengan pasir karena pujian itu akan membuat riya’ dalam hatinya.”

Riya’, sebuah perkara yang akan menghancurkan segalanya. Penyakit hati yang mengikis niat semula, mengurai semua keikhlasan yang mungkin ada sebelumnya. Pada kasus pertama, orang yang mengucapkan “terima kasih” jelas di hatinya ada rasa bangga pada dirinya sendiri sehingga ia merasa senang dan wajar jika ia membalas ucapan sang pemuji dengan ucapan terima kasih. Pada kasus kedua, siapa yang tahu kondisi hatinya. Bagaimana jika bibirnya mengucap hamdalah namun hatinya mengiyakan pujian untuknya? Bukankah itu sama saja dengan kasus pertama?

Lantas, ada yang membantah. Memangnya kenapa jika memuji? Ini hanya bentuk apresiasi. Sebuah bentuk menghargai. Bukankah itu baik?

Saya berpikir sebaliknya. Ya, memang itu suatu apresiasi, tapi jika niat Anda ingin berbuat baik, yang terjadi justru sebaliknya. Anda tidak membuatnya ‘baik’ tapi membuatnya menjadi ‘buruk’ karena menyirami sifat riya’ dalam hatinya. Sekali lagi, riya’ yang akan mengikis niatnya, mengurangi keikhlasannya. Karena pujian adalah candu. Sekali dipuji dengan perbuatan sesuatu, lain waktu ia akan melakukan perbuatan tersebut dengan berharap mendapatkan lagi pujian itu.

Silakan Anda membantah lagi dengan mengatakan saya memujinya dan percaya kalau ia tak mungkin riya’. Tak mungkin? Bagaimana Anda menjaminnya? Sekali lagi, riya’ adalah perkara hati. Dan tak ada seorang manusia pun tahu segala sesuatu yang ada dalam hati.

Maka, pantas kiranya kita melempar pasir pada orang yang memuji kita. Karena orang itu hanyalah merusak kita dan menumbuhkan benih-benih riya’ dalam hati kita. Adakah dari kita yang bahagia dengan sebuah pemberian penyakit hati?

Jadi, hentikan pujian itu. Karena Anda tak tahu benar siapa orang yang Anda puji. Bisa jadi hari ini Anda memuji, tapi lain hari Anda justru akan memaki. Tak ada yahg tahu. Anda tentangnya, dan dirinya dengan hatinya. Maka, hentikan pujian itu. Demi menyelamatkan hati saudaramu…




Thursday, 17 March 2011

Anatomi Systema Digestivus Propius

05:43 0 Comments

dr. Sri Indratni


Sistema digestivus terdiri dari cavum oris, pharynx, tractus digestivus.

Di sini ada yang berfungsi mengunyah, mengolah, menyerap, dan mengeluarkan.

Systema digestive mulai dari cavum oris sampai anus.

Tapi kalo tractus digestivus mulai dari oesophagus sampai anus.

Intestinum tenue terdiri dari duodenum, jejunum, ileum. Apa beda dari ketiganya?

Kalo di duodenum, banyak terdapat kelenjar pencernaan. Soalnya di sini terjadi pencernaan yang hebat.

Kalo di jejunum, ditemukan vili intestinalis. Soalnya di sini terjadi absorbsi makanan yang hebat.

Sedangkan di ileum, ada banyak llimfonodi. Soalnya makanan yang ke sini udah tinggal sisa-sisa.

Trus, masuk ke intestinum crassum. Di sini terjadi absorbsi air.

CAVUM ORIS

Cavum oris dibagi menjadi 2

  • cavum oris propium (yang ada di dalam)
  • vestibulum oris (yang di depan lateral)

Yang perlu diketahui adalah batas-batasnya. Langsung baca slide aja ya…

Antara cavum oris propium dan vestibulum oris akan berhubungan di 2 tempat yaitu

  • spatium interdentale (celah antar gigi – buat giginya yang jarang-jarang. Kalo giginya rapat, ya berarti ga ada)
  • spatium yg ada di belakang gigi (tepatnya belakang molar 3).

PHARYNX

Dibagi jadi 3

  • Nasopharynx / epiphaynx : berhubungan dengan cavum nasi oleh choana
  • Oropharynx / mesopharynx: dihubungan dengan cavum oris oleh isthmus faucium
  • Laryngopharynx / hypopharynx: dihubungan dengan larynx oleh additus laryngeus (sampai VC 6)

Bangunan yang penting di pharynx yaitu tonsilla palatina. Penting tau batas-batas tonsila palatina! Tapi langsung liat slide aja ya… ^^

OESOPHAGUS

Dibagi menjadi 3 bagian:

  • Pars cervicalis: ada angustia superior (V.C 6)
  • Pars thoracalis: ada angustia media di percabangan bifurcatio trachea (V.Th 4-5)
  • Pars abdominalis: ada angustia inferior di hiatus oesopahus (V.Th 10)

Nah, kalo kita tu pas makan ngarasa kok sulit nelen, itu tu karena ada angustia alias penyempitan itu. Jadi yang ngrasa sakit atau sulit itu si angustia tadi.

VENTRICULUS

Bentuk ventriculus di pengaruhi oleh beberapa faktor

  • Sikap tubuh : antara duduk dan berdiri, besarnya ventriculus beda
  • isi ventriculus
  • stadium pencernaan yang telah dicapai : ketika baru makan, makanan belum masuk ke ventriculus, jadinya masih merasa laper terus. Tapi beberapa saat kemudian, waktu makanan udah masuk ke ventriculus, baru kita ngrasa kenyang dan perutnya paru keliatan. Makanya, ada hadits berhentilah makan sebelum kenyang. Biar kita memberi kesempatan buat makanan jalan santai dulu sampai ke ventriculus.
  • derajat kontraksi otot perut : pada kontraksi otot perut yang kuat (misal pada olahragawan). Karena ototnya kenceng, walaupun makan buuaaanyak, perutnya ga akan keliatan. Soalnya ototnya yang kenceng akan nutupi bentuk ventriculusnya.
  • desakan organ2 di sekitarnya : misal heparnya membesar, ventriculusnya akan menonjol
  • tonus & motilitas lambung.

Bagian-bagian dari ventriculus yang harus tau (termasuk juga letaknya buat responsi) yaitu:

  • curvatura mayor
  • curcatura minor
  • incisura cardiac
  • incurasa angularis
  • sulcus intermedius

Hubungan ventriculus dengan peritoneum ada 2 yaitu

1. Omentum minus (di curvature minus)

  • lig. Gastohepaticum : menghubungkan antara gaster (ventriculus) dengan hepar
  • lig. Hepatoduodenale : menghubungan hepar dengan duodenum
2. Omentum majus (di curvature major)
  • lig. Gastrophrenica: antara gaster dengan diafragma
  • lig. Gastrolienalasi : menghubungan gaster dengan lien
  • lig. Gastrocolica : menghubungkan gaster dengan colon

Nah, si omentum majus berhubungan dengan banyak banget kan. Jadinya dia itu akan nutupi mereka semua. So, waktu pertama kali buka tubuh di bagian abdomen yang keliatan adalah omentum majusnya.

Si omentum majus yang nutupi banyak ini baik hati. Fungsinya:

- utk melindungi abdomen

- mencegah adanya infeksi

- memberi nutrisi ke abdomen. Soalnya di omentum ada cadangan nutrisi.

DUODENUM

Di sini deket pancreas, yang fungsinya ada sebagai eksokrin dan endokrin.

Nah, jadinya nanti di duodenum pars descenden (inget ya, ada berapa pars di duodenum??) akan ditemui papilla-papilla sebagai muara dari duktus pancreas itu.

Pada ductus cysticus mengeluarkan empedu, bertemu dengan hepar trus keluar di papilla duodeni.

Nah, misalnya kita baru sakit. Trus kita ga mau makan. Eh, kita muntah. Waktu muntah itu yang keluar cairan pahit warna hijau. Itu adalah cairan empedu. Kalo sampe waktu muntah yang keluar adalah cairan empedu, itu menandakan kalau ventriculus kita kosong.

Kalau muntah yang dari ventriculus tu biasanya bau asem. Soalnya ventriculus ada makanan yang udah dicampur dengan asam lambung. Jadinya waktu keluar rasanya asam. Trus warnanya juga ga ijo, soalnya belum ketemu sama cairan empedu di duodenum.

JEJUNUM & ILEUM

Secara makroskopis, jejunum dan ileum ini sulit dibedakan.

Secara mikroskopis, bisa dibedakan. Kalo di jejunum banyak vili intestinalis (buat absorbsi makanan), kalo di ileum banyak limfonodi. Salah satu limfonodinya yaitu plaques peyeri.

INTESTINUM CRASSUM

Di sini terdapat bangunan seperti garis-garis disebut taenia. Ada 3 taenia

- Taenia mesocolica

- Taenia omentalis

- Taenia libera

Penting tau bangunan-bangunan ini:

- haustra (yg menonjol) & incisura

- plica semilunares (di bagian dalam)

- appendix epiploicae (kantung lemak buat cadangan makanan)

APPENDIX VERMIFORMIS

Penentuan letak appendix

- pangkal appendix

dengan garis Monroe-Richter : garis dari SIAS kanan ke umbilicus

pangkal appendix di 1/3 lateral (titik Mc.Burney)

- ujung appendix

dengan garis Lans : ditarik dari SIAS kiri ke SIAS kanan

ujung appendix di 1/6 lateral kanan

DINDING ABDOMEN

Dibagi menjadi 9 regio

- Hipochondriaca dextra : hepar, vesica felea

- Epigastrica : sebagian hepar & ventriculus

- Hipochondriaca sinistra : ventriculus, lien

- Lumbalis dextra : colon ascenden

- Umbilicalis : duodenum, pancreas

- Lumbalis sinistra : colon descenden

- Inguinalis dextra : appendix, caecum, ovarium dextrum, ureter dexter

- Hipogastrica : vesica urinaria

- Inguinalis sinistra : ureter sinister, ovarium sinister, akhir dari colon descenden



Silakan download file di atas di sini: Anatomi Systema Digestivus Propius