Follow Us @soratemplates

Saturday, 26 March 2011

Hentikan Pujian Itu!


Subhanallah, cantiknya..

Baik banget sih…

Gila…, IPK-nya sempurna

Wuih…, keren

Dst..dst..


Beberapa kata pujian yang pastinya sering terdengar di telinga kita. Mungkin tak persis sama redaksi katanya, tapi mendengar beberapa patah kata yang menyiratkan pujian pasti pernah. Mungkin Anda yang dipuji. Bisa jadi Anda yang memuji. Jika, Anda yang dipuji, bagaimana rasanya?

Sebagian ada yang merasa senang. Hatinya berbunga-bunga karena mendapat pujian. Sebuah senyum terukir, atau mungkin gelak tawa. Disertai untaian kata “terima kasih”.

Sebagian lagi merasa tak pantas. Mencoba mengelak, entah dalam hatinya menyukai pujian itu atau tidak. Tapi ia mengelak. Mengucap “Alhamdulillah” meski lirih. Ya, Alhamdulillah (segala puji hanya bagi Allah). Memang hanya Allah lah yang pantas dipuji, bukan dirinya. Seandainya pun dia layak dipuji, semata-mata karena Allah lah yang membuat ia dipuji. Lagi-lagi, karena Allah semata.

Sedang, sebagian yang lain merasa marah luar biasa. Merasa bahwa pujian itu sangat menggangggunya. Tau kah Anda kenapa? Karena pujian itu sangat berbahaya. Bukankah sebuah hadits mengatakan “Jika seseorang memuji, lemparlah ia dengan pasir karena pujian itu akan membuat riya’ dalam hatinya.”

Riya’, sebuah perkara yang akan menghancurkan segalanya. Penyakit hati yang mengikis niat semula, mengurai semua keikhlasan yang mungkin ada sebelumnya. Pada kasus pertama, orang yang mengucapkan “terima kasih” jelas di hatinya ada rasa bangga pada dirinya sendiri sehingga ia merasa senang dan wajar jika ia membalas ucapan sang pemuji dengan ucapan terima kasih. Pada kasus kedua, siapa yang tahu kondisi hatinya. Bagaimana jika bibirnya mengucap hamdalah namun hatinya mengiyakan pujian untuknya? Bukankah itu sama saja dengan kasus pertama?

Lantas, ada yang membantah. Memangnya kenapa jika memuji? Ini hanya bentuk apresiasi. Sebuah bentuk menghargai. Bukankah itu baik?

Saya berpikir sebaliknya. Ya, memang itu suatu apresiasi, tapi jika niat Anda ingin berbuat baik, yang terjadi justru sebaliknya. Anda tidak membuatnya ‘baik’ tapi membuatnya menjadi ‘buruk’ karena menyirami sifat riya’ dalam hatinya. Sekali lagi, riya’ yang akan mengikis niatnya, mengurangi keikhlasannya. Karena pujian adalah candu. Sekali dipuji dengan perbuatan sesuatu, lain waktu ia akan melakukan perbuatan tersebut dengan berharap mendapatkan lagi pujian itu.

Silakan Anda membantah lagi dengan mengatakan saya memujinya dan percaya kalau ia tak mungkin riya’. Tak mungkin? Bagaimana Anda menjaminnya? Sekali lagi, riya’ adalah perkara hati. Dan tak ada seorang manusia pun tahu segala sesuatu yang ada dalam hati.

Maka, pantas kiranya kita melempar pasir pada orang yang memuji kita. Karena orang itu hanyalah merusak kita dan menumbuhkan benih-benih riya’ dalam hati kita. Adakah dari kita yang bahagia dengan sebuah pemberian penyakit hati?

Jadi, hentikan pujian itu. Karena Anda tak tahu benar siapa orang yang Anda puji. Bisa jadi hari ini Anda memuji, tapi lain hari Anda justru akan memaki. Tak ada yahg tahu. Anda tentangnya, dan dirinya dengan hatinya. Maka, hentikan pujian itu. Demi menyelamatkan hati saudaramu…




2 comments:

  1. Assalamualaikum..
    saya salah lagi ya?kemarin2 memujimu hebat.
    sungguh bukan maksud saya membuatmu riya' atau apa yang buruk,betul.
    itu cuma ekspresi spontan saja karena saat itu saya mendengar berita tentangmu dan saya kagum. dan reflek saya yang sering seperti itu, langsung memuji.
    maaf,,maaf banget kalo tidak berkenan..
    semoga kebiasaan itu bisa saya hilangi sedikit2..
    terimaksih sudah diingatkan secara tidak langsung lewat tulisan ini.
    tulisannya bagus.

    ReplyDelete
  2. astaghfiruLLOH...
    waduh.
    sori2 itu kalimat terakhir tolong dihapus saja.
    atau anggap saja itu doa.
    maaf..maaf..banget.

    ReplyDelete