Sebuah tulisan tak akan ada artinya jika tak ada yang membaca. Maka, di bab ketiga dari buku Berani Menulis Artikel (BMA) karya Wahyu Wibowo ini mulai sedikit disinggung mengenai bagaimana merebut hati para pembaca. Sebuah kalimat kunci yang saya temukan di bab ini adalah “Kita akan mampu melebur ke komunitas apa pun yang hendak kita jamah melalui tulisan , karena kita telah memiliki kesadaran kritis berbahasa dan telah memahami struktur dasar organisasi tulis-menulis”. Dari sini ada dua poin yang digarisbawahi yaitu kritis berbahasa dan struktur dasar tulis-menulis.
Pertanyaan menyindir dilontarkan oleh Wahyu Wibowo, “Selama
ini mereka menulis dalam bahasa Indonesia, akan tetapi boleh dipertanyakan, pahamkah
mereka terhadap eksistensi bahasa Indonesia?” Bahasa bukan sesuatu yang bisa
dianggap remeh. Bahkan Aldous Huxley berani berkata bahwa manusia tanpa
(memahami) bahasa tak ubahnya monyet.
Bahasa Indonesia yang susah payah diperjuangkan dalam Sumpah
Pemuda seharusnya tetap dijunjung tinggi. Caranya? Tentunya dengan menggunakan
bahasa dengan baik dan benar. Benar dalam arti tunduk dengan kaidah gramatika,
kaidah ejaan, dan kaidah istilah, serta baik dalam arti memperhatikan situasi,
konteks, dan segmen pendengar.
Di bab ini pula, Wahyu Wibowo mulai menunjukkan sepak
terjangnya dengan memberikan kiat praktis secara teknis dalam menulis artikel.
Teknis tersebut terangkum dalam poin kedua yaitu mengenai struktur dasar
organisasi tulis-menulis. Tiga hal penting dari struktur dasar tulis-menulis yang
harus dikuasai sehingga bisa memikat pembaca yaitu menentukan topik, tema, dan
judul tulisan.
Topik berbeda dengan tema. Topik adalah pokok masalah atau
pokok pembicaraan, sedangkan tema adalah dasar cerita, amanat utama yang ingin
disampaikan, atau garis besar dari sebuah karangan.
Sebagai penulis, kita harus memilih topik dengan tepat. Topik
tersebut harus bermanfaat dan layak dibahas dan bukan perkara remeh yang
sebenarnya tak perlu untuk ditulis. Topik juga harus topic yang menarik minat
kita sehingga kita memiliki passion untuk menuliskannya. Topik yang kita tulis
hendaknya topik yang kita kenal sehingga kita menguasai tulisan kita dan dapat
mempertanggungjawabkannya. Dan yang terakhir topik jangan terlalu baru. Kita
memang dituntut up to date, tetapi kalau terlalu up to date kita justru tak
memiliki data yang relevan untuk sumber tulisan kita. Karena bagaimanapun
sebuah artikel jurnalistik membutuhkan keseriusan yang dibuktikan dengan
kelengkapan data.
Demikian pula dalam memilih judul. Seorag penulis dikatakan
piawai apabila dia memperhatikan judul tulisannya. Judul yang kita pilih
hendaknya singkat-padat, kreatif, dan berkonotasi positif sehingga pembaca akan
tertarik untuk membaca tulisan kita karena judul kita yang unik tersebut. Judul
seharusnya mencerminkan isi tulisan sehingga pembaca dapat mengetahui apa yang
kira-kira akan kita paparkan hanya dengan membaca judul kita. Judul hendaknya
mudah dibaca dan diucapkan sehingga pembaca tak ilfil dan mendadak malas membaca tulisan kita karna judul yang
terkesan aneh-aneh. Dalam menulis judul, sebaiknya dibuat dalam bentuk frase
dan dapat diterima secara umum. Sah-sah saja menggunakan bahasa asing sebagai
judul, namun jika itu terkesan lebay
bisa jadi pembaca pun menjadi mual untuk sekadar membaca tulisan kita.
Intinya, penguasaan bahasa dan struktur tulis-menulis adalah
sebuah bingkai untuk modal utama menguasai pembaca. Namun terlepas hal teknis
dan teoritis di atas, yang tak kalah penting adalah menjaga keselarasan antara
hati dan pikiran. Kita tak mungkin bisa memikat pembaca jika ternyata apa yang
kita tulis hanyalah bualan semata, seakan kita hanya bisa menulis tanpa mau
menerapkan sendiri apa yang kita sampaikan dalam tulisan. Maka, kuasai dulu
hati dan pikiran kita sebelum kita menguasa hati dan pikiran pembaca.