Follow Us @soratemplates

Monday, 29 September 2014

Should We?

Satu bulan lagi koas saya selesai. Satu bulan lagi saya sudah tak bisa berlindung dengan dalih, "Kan masih koas". Satu bulan lagi saya berproses menghapus kata 'muda' dari titel dokter muda saya. Dan tiba-tiba saya ketakutan.

Saya ketakutan apa yang akan saya lakukan setelah ini. Bukan karena akan menjadi pengangguran, melainkan membayangkan tanggung jawab yang akan kami pegang. Saya melihat dokter-dokter di sekitar saya, dan saya bertanya "Haruskah kami begitu juga nantinya?"

Saat ini saya sedang menemani teman yang akan ujian stase anak. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 dan pasien terakhir belum selesai diperiksa. Dokter yang memeriksa sudah berumur, sudah nenek-nenek yang menurut kami, "Ya Allah, apa beliau tidak lelah hingga selarut ini?"

Saya teringat seminggu yang lalu saat menemani ibu periksa jantung ke profesor saya. Beliau sudah hampir pensiun, jalan pun sudah tertatih-tatih. Tapi hingga jam 21.00, rumahnya masih terbuka untuk menerima pasien. "Haruskah begitu hingga renta nanti?"

Saya ingat saat saya harus ujian malam di salah satu rumah sakit swasta. Dokter saya praktik di sana hingga jam 22.00 juga. Padahal esok harus kembali ke moewardi lagi hingga siang hari. Selepas magrib sudah kembali ke RS swasta ini lagi. Entah jika beliau buka praktik pagi atau sore di rumah. Hingga beliau hanya baru akan terhenti ketika tubuhnya sakit. "Begitukah hingga Allah harus memberikan sakit untuk membuatnya istirahat?"

Belum lagi para residen yang masih sekolah untuk mendapat gelar spesialisnya. Harus sudah di rumah sakit jam 6.00 pagi. Belum jika dokter bedah yang harus menyelesaikan operasi hingga malam dan lanjut menyiapkan operasi untuk esok hari, dan jam 6.00 harus sudah datang lagi. "Oh my god, itukah rutinitas yang akan kami jalani nanti".

Seorang teman lantas berkomentar, "Kita boleh kok untuk mengakhiri jalan ini. Boleh kok untuk tidak meneruskan proses ini." Tapi kami lantas menggeleng. Tidak! Sudah sejauh ini, sudah tinggal satu bulan lagi. Ini mimpi kami, ini cita-cita kami.

Maka kami mungkin hanya butuh tekad layaknya di film 5cm. Yang kami perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa.

Mampukah kami? Insya Allah. Jika Allah memang menjadikan itu sebagai jalan kami, pastilah akhirnya akan benar-benar kami jalani. Semoga...

2 comments:

  1. Insya Allah bisa vi ..
    saling mendoakan dan mengingatkan ya vi, biar kita bisa tanggung jawab sama kesempatan dan ilmu yang udah Allah kasi ..
    (: (:

    ReplyDelete
  2. Aamiin... :)
    Adem deh dikasih komen sama dezca. Saling mendoakan ya..
    Sayang dezca banget.. :*

    ReplyDelete