Follow Us @soratemplates

Thursday 4 September 2014

Smile :)

Bagaimana perasaanmu hari ini? Jika Anda bertanya pada saya tadi pagi, mungkin saya akan menjawab, "Ah, malas, ga enak badan, skip saja lah hari ini". Tapi, coba tanyakan di petang tadi, maka saya akan menjawab, "Happy...! Alhamdulillah, hari ini menyenangkan!". 

Ada apa gerangan? Tidak ada apa-apa sebenarnya. Saya hanya sedang memaknai tentang konsep bahagia. Ada yang bilang, "Bukan karena bahagia maka kamu tersenyum, tapi karena tersenyum maka kamu bahagia". Hari ini saya merasakan betul makna di balik kalimat itu.

Tadi pagi saya berangkat ke rumah sakit dengan semangat seadanya saja. Yah, sekedar menjalani hari, berharap rutinitas hari ini berakhir dengan segera. Mungkin kalau saya berkaca, wajah saya akan terlihat tertekuk di mana-mana. 

Tapi, refleks otot wajah saya berubah.Tepatnya ketika memasuki bangsal pagi itu dan mulut ini berkata, "Pagi ibu, saya dari bagian jantung, mau periksa tensi ya. Pagi ini ada keluhan?" Mulai berceritalah pasien-pasien itu. Entah tentang nyerinya, entah tentang sesaknya, sembari saya berkutat dengan manset tensimeter di pergelangan tangan mereka. Saya? Tersenyum.

Lalu saya melangkah ke poliklinik, menemui pasien-pasien yang sudah duduk manis di ruang tunggu. Ah, banyaknya, mungkin saya akan menggerutu begitu. Tapi, lagi-lagi ketika mulut berkata, "Silakan duduk pak/bu, baru pertama datang?" atau "Mau operasi ya pak/bu?" atau ketika pertanyaan berlanjut, "Apa yang dirasakan pak/bu?". Lagi-lagi saya tersenyum.

Jam sudah lewat pukul 14.00. Teman koas bahkan sudah kabur dan mengajak saya pulang saja. Tapi pasien di luar kamar periksa masih banyak. Residen masih memeriksa pasien satu demi satu. Kalau mau, saya bisa saja pulang. Dan saya hampir saja menggerutu karena berpikir, "Duh residennya lama sekali, mau pulang jam berapa ini". Tapi, saya justru melangkah masuk ke ruang periksa residen dan justru mendiskusikan pasien. Beliau mengajari saya ini itu. Ah, Alhamdulillah dapat ilmu. Pun ketika keluarga pasien yang saya periksa sebelumnya berkata, "Belum pulang bu dokter?" dan saya menjawab, "Belum, bu. Menunggu dokternya sekalian." Lagi-lagi cuma bisa dengan tersenyum.

Ketika pulang, waktu menunjukkan lebih satu jam dari jam kerja. Seharusnya saya segera pulang karena ada janji jaga klinik salah satu organisasi yang saya ikuti. Kalau dipikir-pikir, sudah sore begini pasti malas sekali harus berangkat lagi dan menjaga klinik. Betapa enaknya sampai di rumah langsung berbaring dan melepas lelah. Tapi saya teringat bagaimana beberapa tahun yang lalu saya kecewa ketika menghubungi koas dan sibuk tidak bisa menjaga klinik. Maka, saya tekadkan untuk berangkat, demi menjaga semangat adik-adik tingkat.

Dan lagi-lagi itulah yang terjadi pada saya. Ketika pasien bercerita, "Saya sudah sendirian bu dokter, sakit-sakitan begini," atau, "Suami saya kecelakaan dan jadi begitu, dok. Obatnya habis," atau "Saya cocok berobat di sini dok, mau minta obat ini saja". Lagi-lagi saya tersenyum.

Dalam hati saya berpikir, ah dokter itu sungguh manusia bermuka dua. Bagaimana teraduk-aduknya hatinya, tetap saja dia bermuka topeng dengan memasang senyum di depan pasiennya. Munafikkah? Tidak, menurut saya. Bagi saya hari ini, justru senyum saya yang dipaksa keadaan itulah yang membuat hati saya benar-benar bahagia.

Mungkin benar bahwa dokter itu adalah artis, ya pekerja seni. Seorang senior pernah berkata ketika saya dan teman-teman menjadi pengurus harian OSIS SMA dulu. "Pengurus inti OSIS itu harus bisa jadi artis dan bermain peran. Kalian boleh pusing memikirkan program kerja, tapi ketika bertemu anak buah dan mendengar keluhan mereka, posisikan diri untuk menjadi ayah dan ibu yang mengayomi. Ketika kalian bertemu teman non-pengurus OSIS, tertawalah dan bermainlah seolah OSIS tak ada masalah. Begitu seterusnya." Saya rasa, peran dokter tak jauh berbeda.

Mengapa saya tersenyum? Entahlah. Mungkin saya bersyukur karena kondisi saya jauh lebih baik daripada pasien-pasien saya. Mereka mengeluh pada saya. Artinya, posisi saya jelas lebih beruntung dibandingkan mereka. Atau, mungkin hanya sekedar sopan santun semata sebagai seseorang penyaji jasa. Entah apapun itu, yang pasti saya merasakan bahwa karena tersenyum maka saya bahagia, dan belum tentu sebaliknya yaitu karena bahagialah maka saya baru tersenyum.

Sungguh, saya berterima kasih sekali pada pasien-pasien yang saya temui hari ini. Terima kasih karena telah membuat saya bahagia. Tentu saja saya tidak bermaksud bahagia di atas penderitaan mereka. Tapi, mereka begitu banyak memberikan hikmah untuk hati ini. Terima kasih. Dan yang bisa saya lakukan hanyalah mendoakan mereka agar Allah SWT segera memberikan kesehatan pada mereka. Aamiin...

Saya jadi teringat pada seorang sahabat lama saya, sahabat OSIS saya yang selalu memaksa saya untuk tersenyum. Ketika tekanan terasa berat di mana-mana, dia akan selalu memaksa, "Keep smiling!". Ketika air mata rasanya ingin menetes, dia akan menggenggam erat tangan saya sambil tersenyum dan berkata, "Keep smiling".

Ya, keep smiling. Tetaplah tersenyum karena justru dengan tersenyum maka kau akan bahagia.




No comments:

Post a Comment