Follow Us @soratemplates

Wednesday 5 October 2022

Tulisan Dulu vs Sekarang




Malam ini saya sedang melakukan kontemplasi. Ada yang berbeda dengan diri saya saat ini dengan diri saya di masa lalu. Tentu saja, status saya berubah, aktivitas harian saya berubah, dan banyak hal lain. Termasuk salah satunya tentang tulisan saya.


Kalau diingat ulang beberapa tahun lalu, rasanya saya tidak perlu pikir panjang ketika akan menorehkan kata di sini. Rasa-rasanya saya sudah hampir tak peduli. Ibarat kata, ini adalah rumah saya. Blog saya. Terserah saya mau diisi dengan apa. Agaknya saya lebih banyak skeptis, memangnya siapa yang akan baca? Mungkin dengan asumsi itulah saya jadi bebas untuk menuliskan apapun tanpa peduli apakah tulisan saya bagus atau tidak, apakah layak dibaca atau tidak, bermanfaat atau tidak, dan seterusnya. Lagi-lagi saya bebas berekspresi di sini.


Tapi dunia berubah. Begitu juga dengan sosial media, termasuk blog salah satunya bagi saya. Rasanya, jejak media itu perlu dipertimbangkan. Personal branding seseorang tentu tak luput dari media apapun yang dia gunakan. Entah itu sekedar facebook atau instagram, atau sampai ranah blog, channel youtube, dan akun-akun lainnya.


Dampaknya saya rasa jadi seperti saya saat ini. Ketika akan menorehkan kata, saya seolah dipaksa untuk mengkaji lagi: ini harus jadi naskah yang layak konsumsi. Tidak boleh kalau hanya cerita tak jelas. Tak boleh juga kalau hanya aliran rasa. Tapi malam ini saya merenungkan lagi. Memangnya saya menulis buat siapa? Pun untuk apa?


Beberapa malam sebelumnya, saya mengorek-orek isi gdrive saya. Bertebaran file-file gdoc di drive saya. Beberapa saya baca lagi dan waktu saya tersadar. Hey, kenapa tulisan begini hanya ditulis di drive? Kenapa tidak sekalian diunggah di blog? Bukankah beberapa tahun lalu tulisan semacam ini bebas saja keluar di blog tanpa perlu ragu?


Ya, benar juga. Kadang, kita yang justru membatasi diri kita sendiri. Kita (mungkin lebih tepatnya saya) yang justru membuat standar untuk diri saya sendiri bahwa menulis harus bagus. Menulis ga boleh sekedar curahatan hati. Padahal, siapa yang mengharuskan itu?


Kebetulan karena iseng, saya tergabung dalam sebuah komunitas yang goalsnya adalah konsisten menulis dalam setahun. Lalu saya melirik-lirik link yang telah dibagikan oleh teman-teman sesama peserta. Dari beberapa nama itu, ada peserta yang full menulis tanpa putus. Dan ketika saya buka, "Lho ini sederhana kan".


Saya teringat dengan program seratus hari zaman di Laskar Kang Nass dulu. Bukankah saya tak ada masalah ketika dulu upload tiap hari? Yang saya share pun adalah hal yang remeh temeh. Tapi, siapa sangka dari hal-hal yang sepele itu juga ada yang suka dan merada terinspirasi. Masya Allah...


Jadi sepertinya saya seharuanya membuang ego saya untuk menulis lagi. Kalau memang apa yang saya tulis benar-benar parah hingga khawatir akan menjadi energi negatif yang membawa lebih banyak madharat daripada manfaat, oke saya terima kondisi tersebut. Tapi kalau ternyata itu adalah hal netral, yang mungkin bisa jadi bisa diambil ibrohnya, so what gitu lho? Tuliskan saja di sini.


Tak perlu takut apakah tulisan itu berdampak atau tidak. Toh mereka yang hadir dan mampir hingga membaca kalimat terakhir di tulisan ini pun tidak saya paksa untuk membaca kata demi kata. So, win win solution kan. Saya bisa menuliskan ide dan rasa setiap hari, mengisi blog, tanpa harus merasa mendzalimi.


Bismillah, semoga bisa menjadi titik balik tersendiri.

No comments:

Post a Comment