Follow Us @soratemplates

Sunday, 9 October 2022

Pahala Bagi Kak A




Sadar ga kalau kadang anak kecil yang masih polos itu seringkali justru menjadi pengingat bagi kita yang sudah dewasa? Menurut saya, mungkin karena mereka masih pure fitrahnya. Belum terkontaminasi lingkungan, belum tergerus nafsu apapun. Itu juga yang secara sadar maupun tak sadar saya dapatkan dari Kak A.


Dulu ketika awal-awal Kak A masuk sekolah, terlihat betul bagaimana perubahan akhlaknya. Salah satu poinnya adalah dia mau melakukan sesuatu karena ingin dapat pahala. Hm, sepertinya konsep pahala sebagai reward sudah bercokol di dalam hatinya. Bukan sekedar tahu bahwa berbuat baik akan dapat pahala, tapi dia paham bahwa harus berlomba-lomba mengumpulkan pahala.


Contohnya begini. Suatu waktu ada sampah berserakan di rumah. Alhamdulillah dia memiliki inisiatif untuk mengambil sampah itu. Sempat suatu ketika dia berkata, "Biar aku aja, Mi. Biar jadi pahalaku."


Wow, menurut saya ini keren sekali. Pertama, dia punya keinginan untuk berbuat baik. Tanpa diminta dan disuruh, Kak A menawarkan diri untuk membantu. Poin lainnya, dia memiliki tujuan yang benar. Ada kan anak yang doing something karena berharap hadiah atau pujian. Tapi, Kak A melakukan hal itu karena mengharap pahala. Masya Allah...


Sejujurnya ini menjadi pengingat buat saya. Sekedar membuang sampah pada tempatnya bisa jadi pahala lho. Apa kabar para orang dewasa yang melakukan ini itu sebatas rutinitas saja tanpa menyelipkan niat mengharap pahala. Padahal innamal a'malu binniat kan. Amal tergantung niatnya. Ya udah deh rutinitas sebatas rutinitas saja tanpa berimbas apa-apa di akhirat sana. Hm..., cukup sia-sia ternyata.


Tapi kondisi itu tak sepenuhnya selalu terjadi pada Kak A. Layaknya anak-anak pada umumnya, kadang kala Kak A memang mungkin sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Jangankan memiliki inisiatif, ketika jelas-jelas diminta untuk membantu sesuatu pun Kak A menolak. 


Waktu itu saya berkata, "Ayo Kak, biar dapat pahala lho."

Dengan santainya dia menjawab, "Pahalaku udah banyak, Mi." Hahaha, pede sekali anak ini.


Yah, walaupun tidak berlaku untuk orang dewasa, tapi jawaban pahalaku sudah banyak cukup menggelitik juga. Pertama, kadang kita sebagai orang dewasa merasa diri kita sudah sholeh, sudah banyak melakukan amal kebaikan. Katanya sih golongan orang-orang yang sudah booking kavling di surga. Padahal tidak ada jaminan kan. 


Kedua, bisa jadi kondisinya justru dia termasuk orang yang sombong dan bebal. Dia menolak kebenaran dan tidak mau melakukan amal kebaikan karena merasa tak butuh lagi. Na'udzubillahimindzalik. Semoga tidak termasuk poin kedua ini.


Menariknya lagi, di lain waktu Kak A punya tanggapan berbeda tentang mencari pahala. Suatu kali inisiatif Kak A untuk membantu everything mencuat lagi. Saya yang melihat justru terkesan kasihan karena sepertinya di luar batas kemampuannya dan khawatir dia akan kelelahan. Tapi karena dia yang ingin membantu, tentu saja dia tak mau di-stop.


Waktu itu saya bilang, "Sudah kak, ga usah bantuin lagi ga papa. Kan pahalamu udah banyak." Hehe, saya membalik statement dia sendiri ketika dia sedang malas membantu.


Tak taunya, dia justru menjawab begini. "Ga papa, Mi. Nanti kalau pahalaku banyak bisa kutransfer ke Mami sama Papi."


Masya Allaah... melting mendengarnya. Ada poin beda lagi yang disampaikan oleh Kak A. Pertama tentang konsep mencari pahala tak akan ada masa berhentinya. Meskipun pahala sudah banyak, tetap harus dicari juga.


Kedua tentang makna birrulwalidain. Bahwa seorang anak yang sholeh bisa menjadi wasilah kebaikan buat orang tuanya. Bukankah anak yang sholeh termasuk salah satu amalan yang tak akan terputus meski nyawa sudah berpisah dengan raga.


Masya Allah Tabaarakallah. Semoga Allah selalu meridhai Kak A sehingga selalu terjaga niat baiknya dan semua amalannya berbuah pahala. Aamiin.


No comments:

Post a Comment