Ada istilah yang pernah saya dapat waktu masih kecil dulu. Lebih baik punya pagar mangkok daripada pagar tembok. Ada yang paham maknanya?
Ini bukan berarti bahwa kita mensubstitusi tumpukan bata menjadi tumpukan mangkok untuk pagar di sekeliling rumah kita. Maksud dari istilah itu adalah akan lebih baik jika kita mengelilingi rumah kita dengan memberikan mangkok kepada tetangga.
Kenapa begitu? Karena sesungguhnya tetangga adalah saudara terdekat kita. Maka, ketika kita berbuat pada tetangga dekat kita, mereka akan menjadi pagar yang ikut menjaga rumah dan keluarga kita. Kurang lebih begitu maknanya.
Nah, konsep itu saya alami betul ketika berumah tangga (walaupun dulu ketika masih tinggal dengan ibu pun saya juga tahu dan mempraktikkan hal ini). Bermula dari satu mangkok ternyata akan muncul mangkok-mangkok lain yang turut menjaga kita. Dan hingga saya menuliskan cerita ini, saya cukup takjub dengan efeknya.
Awalnya, saya membagikan gula jawa ke tetangga depan, belakang, dan samping rumah. Iya, hanya gula jawa saja. Itupun karena ada anak kos yang membawakan gula cukup banyak. Oleh-oleh dari ibunya katanya. Itu pula karena semula si anak sakit dan saya memberi obat dengan cuma-cuma. Nah kan, dari sini saja kami sudah saling memberi.
Pekan ini, saya kebanjiran 'mangkok-mangkok' lagi. Dari hari Rabu kemarin, ada tetangga yang datang membawakan pisang, es krim, dan makanan frozen seperti bakso, sosis, dan nugget. Hari Jumat kembali datang tetangga yang lain ke rumah. Beliau membawakan ayam mentah dan karak. Padahal di pagi harinya suami baru saja beli karak, dan beberapa hari sebelumnya saya juga baru membeli ayam. Auto penuh freezer kami.
Siangnya, ketika suami akan pergi keluar kota bersama rekannya, ternyata sang teman membawakan pisang raja dua lirang. Katanya panen sendiri. Masya Allah, padahal pisang canvendish yang dari hari Rabu saja belum habis. Alhamdulillah...
Hari Sabtu saya kembali membagikan gula jawa ke tetangga samping. Kebetulan hari-hari sebelumnya belum mendapat moment yang pas. Barulah tetangga samping ini diberi hari Sabtu itu. Siapa sangka hari Ahad paginya si ibu tetangga samping membawakan sop-sopan untuk kami. Jelas-jelas sop-sopan itu beli di warung. Padahal sungguh kami tidak berharap dibalas begitu. Cuma bisa bersyukur Alhamdulillah.
Agak siangnya, bapak dan ibu datang ke rumah. Lagi-lagi kami kebanjiran amunisi. Ibu membawa ayam mentah, telur, tempe, tahu, cabai, tomat, kangkung, dan bayam. Masya Allah, kulkas kami benar-benar full. Pasalnya, hari Jumat saya juga baru saja beli cabe. Suami juga beli tempe, kangkung, dan telur. Hehe kalau dipikir-pikir, belanjanya hampir mirip. Lagi-lagi Alhamdulillah...
Belum berhenti sampai di situ. Senin pagi ini, ibu tetangga depan rumah kembali beraksi. Pintu rumah kami diketuk dan Mbak depan rumah membawakan tomat, kubis, dan labu siam. Masya Allaah... Agaknya mereka baru saja ke rumah besannya hari Ahad kemarin. Dulu ketika keluarga besan datang ke sini pun dibawakan sayur yang sama persis. Dan saya pun kecipratan sayur yang memang banyak dan segar-segar itu. Padahal pekan sebelumnya, si ibu depan rumah baru saja panen mangga. Lagi-lagi saya pun dapat jatah juga.
Masya Allah Alhamdulillah. Hanya bisa bersyukur dan berterima kasih pada Allah. Kulkas kami full, bahkan sebagian bahan masih kami taruh di luar kulkas. Rasanya sangat cukup untuk jadi bahan masakan sepekan ke depan.
Dari sini saya diingatkan kembali tentang pagar mangkok. Ternyata bukan hanya sekedar mengurangi jatah belanja, melainkan membuat hati menjadi hangat juga. Bukankah dengan saling memberi makan akan saling menyayangi? Manakah yang tidak lebih menyenangkan dari disayangi oleh tetangga sekitar kita. Sekali lagi, Alhamdulillah...
No comments:
Post a Comment