Demam bola..., lagi. Apalagi kalau bukan piala dunia. Event 4 tahunan ini agaknya memang memberikan nuansa magis di seluruh dunia. Coba saja lihat, mayoritas TV di setiap rumah menayangkan siaran bola. Entah itu siaran langsung di malam hari ataupun terpaksa melihat siaran ulangnya di siang hari. Asyik memang melihat pertandingan bola. Tapi apakah engkau menyadari bahwa dibalik ketegangan dan keasyikan selama mata menatap layar kaca, kita bisa tergelincir mendapatkan sesuatu yang justru tidak asyik?
Pertama, mengumpat.
Tidak dapat dipungkiri para pecinta bola yang begitu menikmati pertandingan akan ikut menyatu dengan ritme pertandingan. Begitu sebuah serangan dilancarkan dan ternyata gagal, mayoritas akan kecewa. Sayangnya, bentuk kekecewaan itu jika tidak direm dengan baik justru jadi petaka. Bisa jadi kata pertama yang keluar justru mengabsen penghuni kebun binatang. Atau kalau pun tidak sampai berkata kotor, mulut tak bisa dikontrol untuk mengeluarkan umpatan. Misalkan, "Ah..., bodoh! Strikernya ga mutu...!", atau kata-kata lain yang sebenarnya maknanya biasa tapi dengan nada mengumpat menjadi luar biasa.
Sebenarnya memang wajar jika kita kecewa, cuma konsekuensinya harus berusaha agar mulut tetap terjaga.
Kedua, berdoa untuk keburukan.
Sebagai penonton yang punya tim jagoan, pastinya selalu menginginkan timnya untuk menang. Tak jarang di sela-sela jalannya pertandingan, mulut pun komat-kamit berdoa. Entah itu dilafalkan layaknya sebuah komentar atau hanya dalam hati ibarat sebuah harapan. Namun, terkadang doa yang dipanjatkan justru doa yang buruk, tepatnya mengandung unsur keburukan bagi orang lain. Misalnya begini, "Mudah-mudahan tim B kalah, mudah-mudahan dia di kartu merah...," dst....
Coba jika doanya diubah, "Mudah-mudahan tim A yang menang..." Sebenarnya maknanya sama, A menang, B kalah. Tapi kandungan dari doanya yang berbeda.
Saya ingin bertanya, apakah boleh mendoakan hal yang buruk untuk orang lain? Meskipun berbeda, agaknya kasus itu mendekati seperti "Ya Allah..., masukkan dia ke neraka." Kenapa tidak berdoa saja, "Ya Allah..., masukkan hamba ke surga"?
Ketiga, terlena waktu sholat
Ini yang gawat dan parahnya tidak cuma satu tipu daya yang bisa melenakan waktu sholat.
Tipu daya pertama yaitu terlena waktu Isya'. Jam tayang piala dunia kali ini ada yang tidak bersahabat, jam setengah 7 malam. Padahal di sela-sela 45 menit pertama, suara adzan Isya' memanggil. Tinggal dilihat saja, apakah suara adzan tak digubris karena kalah meriah dari suara komentator atau tetap setia pada Allah SWT yang memanggil lewat seruan adzan.
Serangan sholat belum selesai sampai di sini. Masih ada tipu daya kedua yaitu terlena waktu tahajud. Bisa jadi karena menonton pertandingan dari setengah 7 sampai jam setengah 4 tanpa tidur dan akibatnya tidak bisa mendapatkan keutamaan sholat tahajud untuk tidur terlebih dahulu. Atau kalaupun sudah tidur tapi bangunnya waktu pertandingan sudah mulai, justru lebih memilih melihat pertandingan dulu dan baru sholat tahajud di jeda setengah pertandingan.
Dan yang paling sering menjadi kasus yaitu tipu daya ketiga, terlena waktu subuh. Karena mata sudah tidak istirahat sejak setengah 7 atau karena jarak antara usai pertandingan terakhir dengan subuh masih 1 jam, tak jarang dalam proses penantian subuh mata justru terlelap dan baru terbangun saat masuk waktu dhuha. Sungguh memprihatinkan.
Syaithan memang tidak akan berhenti. Lewat semarak meriahnya pesta bola ini syaithon pun ikut semarak untuk mengelabui. Mudah-mudahan kita termasuk golongan yang bisa mengendalikan diri dan tidak tertipu dengan keasyikan menonton pertandingan bola.
Friday, 18 June 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
betul, hal yang mubah tetapi jadi mengalahkan sunah bahkan yang wajib, na'udzubillahi min dzalik.
ReplyDeletesip...
ReplyDeletemudah-mudahan kita tidak termasuk yang seperti itu
amiin
ReplyDelete