Bagaimana rasanya memiliki pekerjaan bertumpuk-tumpuk? Ada segudang job yang menanti untuk dikerjakan. Ada segudang aktivitas yang menunggu untuk dilaksanakan. Senangkah? Bersemangatkah? Atau lelahkah?
Beberapa hari yang lalu, secara tersirat saya justru
mengeluh tentang hal itu “Pekerjaan kok ga ada habisnya. Selesai deadline ini,
ditunggu deadline lain. Habis itu udah ada deadline berikutnya. Kapan
istirahatnya?”
Kawan saya yang baik hati dengan spontan menjawab, “Kan Faidza faroghta fanshob. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
Saya pun terdiam. Dan saya baru benar-benar merasakannya hari ini.
Kemarin saya berhenti sejenak. Setelah selama seminggu lebih seakan tak
bernafas karena dikejar deadline, hari kemarin saya benar-benar ingin tenang.
Siang hari saya sudah tidur, hitung-hitung membayar hutang karena hanya tidur 2
jam di malam sebelumnya. Sore mulai kuliah lagi. Begitu ba’da magrib, saya
sudah stand by di tempat tidur. Bangun-bangun pun hanya untuk urusan crusial.
Sholat, tidur, bikin kopi, tidur, nyalakan laptop, tidur lagi.
Apa yang terjadi kemudian? Saya justru merasa tidak enak, baik badan
maupun pikiran. Rasanya semua hal justru berjalan di luar koridor yang
seharusnya.
Maha Benar Allah dengan segala firmany-Nya. DI ayat di atas sudah jelas
tertulis. Apabila kamu selesai satu urusan, maka lanjutkan urusan lain dengan
sungguh-sungguh. Tapi, saya justru mengingkari ayat di atas. Setelah selesai
satu urusan, saya justru berhenti sejenak, bahkan tidak bersungguh-sungguh
untuk mempersiapkan urusan yang lain. Astagfirullah…
Memang begitulah seharusnya. Manusia tak akan pernah berhenti memiliki
urusan di muka bumi ini. Maka setelah selesai satu urusan, lakukan lah yang
lain. Kalau merasa tak mampu? Mati saja? Tidak juga. Setelah mati pun kita
tetap dihadang dengan urusan berikutnya. Urusan alam kubur, urusan akhirat. Tak
kan ada habisnya.
Barangkali kodratnya memang begitu. Dan ketika kita menyalahi kodrat
dengan berhenti sejenak, justru itulah yang tidak baik. Ketika dalam beberapa
hari kita terpacu dengan padatnya pekerjaan, lalu menghilangkan segala pikiran.
Dampaknya, bisa jadi ketika memulai urusan yang baru, hasilnya tak akan
semaksimal seandainya kita menlajutkan beat
kepadatan aktivitas sebelum kita berhenti sebelumnya.
Seperti yang dituturkan oleh salah seorang penulis. Dia menghabiskan
waktu 13 bulan untuk membuat sebuah novel. Begitu selesai, dia berhenti. Apa
yang terjadi? Begitu dia ingin menulis lagi, kekuatan yang dia butuhkan menjadi
lebih besar. Memulai menulis kembali itu menjadi sebuah kesulitan.
Mengapa? Karena fokus berkurang. Beberapa hari telah fokus dengan beat tinggi tiba-tiba menghilangkan
fokus itu. Padahal mencari sebuah kefokusan itu membutuhkan cara tersendiri
pula.
Maka, benarlah jika setelah selesai satu pekerjaan hendaknya melakukan
pekerjaan lain. Karena hanya dengan beginilah, kita akan mampu menjaga ritme
kehidupan kita. Jika terbiasa dengan beat
tinggi, pasti tak akan masalah untuk terus ngebeat. So, let’s get the beat!
Special untuk teman-temanku
yang baru saja menyelesaikan satu pekerjaan dan sudah dinanti pekerjaan lain di
depan mata. Semoga semangat kalian menjadi ibadah pengamalan ayat Al-Qur’an.
Aamiin…
wah,, avi promosi ni yee,, "let's get the beat" ,, hehe
ReplyDeletesetuju, Vi',, sering loo aq berfikir,, "wah, otak butuh istirahat nii,, habis berfikir keras, kalo gtu santai2 dulu ahh,, mulai nya ntar aja kalo udah mendekati",,
tapi yang didapat malah, malesnya keterusan dan harus mulai dari 0 lagi buwat dapet semangat yang sebelumnya,, padahal memulai suatu pekerjaan kan lebih sulit rasanya,,
sip2,, so, "let's get the beat" ya,, ^.^
Nah, itu vit. Ayo cari beat buat nulis blogmu lagi.. :)
ReplyDeleteVi',, aq udah mulai nulis lagi tadi malam,, dan ketika sampai pada tahap penutup,, aq njeglek,, bingung,,
ReplyDeletekayane tulisane dadi aneh bin rak nyambung,,
huhuhu sediihh tenan,,
hehe, ga papa. Yang penting nulis dulu. Edit berkali-kali kan masih bisa, insya Allah.
ReplyDelete