Follow Us @soratemplates

Monday 10 October 2011

Menulis Itu Sulit



Hm, saya bisa ‘dibunuh’ teman saya kalau saya membuat pernyataan itu. Beberapa waktu lalu saya sering mengompor-ngompori teman saya untuk menulis. Kata saya, “menulis itu gampang, apa susahnya menulis. Tinggal ambil bolpoin, tulis. Buka laptop, ketik. Jadi.”

Oke, dari segi teknis memang semudah itu. Tapi proses untuk menulis itu bukan sesuatu hal yang semudah itu. Terkadang muncul kendala yang tak terduga.

Mulai dari sarana. Banyak yang mengeluh tak bisa menulis karena tak ada sarana. Mungkin belum ada computer atau laptop, tapi bukan berarti tak punya bolpoin dan kertas kan. Kalau menyerah, ya bisa saja dianggap susah. Tapi kalau memang niat menulis, tak akan ada halangan. Tumpukan kertas pun jadi.

Lalu, ide. Hm, perkara ide seprtinya sudah berkali-kali saya jadikan bahan PSH. Intinya, tangkap saja semuanya. Tapi ini juga tak semudah kedengarannya. Barangkali saat suntuk, hati tak mudah mencerna kehidupan untuk menjadi sebuah ide. Ketika pikiran penat, tak mudah mengolah kata menjadi tulisan yang nikmat. Ya, ada saja kondisi psikis kita yang mungkin membuat kita tak segampang itu menjaring ide yang bertebaran di muka bumi.

Ini berkaitan dengan perkara mood. Tak sedikit teman-teman yang mengeluh tidak punya mood. Rasanya malas untuk nulis. Ujung-ujungnya hanya buang-buang waktu. Dan barangkali karena tidak produktif itu lantas lain hari justru makin malas untuk meluangkan waktu. Takut waktunya terbuang sia-sia lagi. Kalau sudah begini, kapan mau nulisnya?

Belum lagi kalau sudah berani mengirim ke media atau berbagai media. Karya yang tak kunjung dimuat, karya yang tak juga menang-menang lomba, rasanya menambah daftar buruk kalau menulis itu perkara susah. Ujung-ujungnya bosan berharap, dan malas untuk menerima ketidakenakan serupa. Maka berhentilah menulis.

Yah, menulis memang tidak semudah mengambil bolpoin dan menggoreskannya di kertas. Dulu saya menganggapnya, aktifitas itu adalah menulis. Tapi setelah saya pertimbangkan, rasanya itu lebih pantas dikatakan sebagai mencoret-coret. Ya, mencoret-coret itu gampang. Tapi mengubahnya menjadi tulsian, mungkin butuh perjuangan.

Jadi benar kiranya kalau menulis itu sulit. Kalimat ini sebenarnya saya dapatkan dari seorang penulis beberapa waktu yang lalu. Penulis itu menceritakan bahwa dia memiliki sebuah komunitas. Di komunitas itu, hampir 500 orang yang mendaftar sebagai anggota. Tapi, menghilang semua. Hanya hitungan jari yang benar-benar bisa menjadi penulis, dilihat dari eksistensinya maupun karyanya dalam bentuk buku.

Dari data itu saja kita sudah bisa mengiyakan kalau menulis itu adalah perkara susah. Jangan harap karena bergabung dalam komunitas menulis lantas bisa dikatakan sebagai penulis. Seorang penulis dikatakan penulis ketika ada tulisan. Dan menciptakan sebuah tulisan itulah yang membutuhkan perjuangan.

Mungkin benar adanya, bahwa seorang penulis itu akan mengalami seleksi alam. Penulis yang tak tahan menghadapai susahnya menulis, akan memilih mundur dan berhenti. Tapi penulis yang mau merasakan susahnya menulis, tak akan pernah berhenti. Dan karena tidak berhenti menulis itulah, suatu waktu ia akan mengatakan bahwa menulis itu mudah.

Ya, menulis itu sulit. Tapi menulis itu mudah kalau kita mau menghadapi yang sulit. Karena tak ada kesulitan, tanpa ada kemudahan.

Keep writing!  

  

No comments:

Post a Comment