Follow Us @soratemplates

Tuesday, 6 November 2012

Serius, Ini Bercanda

Kemarin, saya iseng menengok statistik blog saya. Ada sesuatu yang menggelitik di sana. Dari berbagai kata kunci mesin pencarian google yang mengarah ke blog saya, ada satu kata kunci yang menarik yaitu 'arti candaan pada wanita'. Saya tersenyum. Bukan apa-apa, kalau sampai ada seseorang yang mengetikkan kata kunci itu di google, bukankah perkara arti candaan memang sedemikian pentingnya?

Diakui atau tidak, candaan memang seringkali memberikan multitafsir. Orang yang diajak bercanda bisa mengartikan candaan itu bermacam-macam. Kadang, multitafsir ini yang menyebabkan masalah. Kita hanya bercanda, orang lain menanggapi serius. Misal kita hanya menggoda, orang lain sudah terlanjur salah tingkah dan melting dibuatnya. Kita hanya bergurau, orang lain sudah terlanjur panas dan emosi karenanya. Bisa jadi terjadi sebaliknya. Kita sedang membicarakan hal serius, tetapi orang lain menanggapinya dengan bercanda. Kita sedang bersungguh-sungguh, tetapi orang lain menganggapnya bahwa itu gurauan semata. Hm..., terlalu kompleks.

Berhubung memang kompleks, pantas kiranya Rasulullah SAW memberikan aturan dalam bercanda. Terlepas dari melihat situasi dan kondisi, sebuah candaan haruslah tidak memiliki unsur kebohongan. Bagaimanapun kita memang tidak boleh berbohong. Terlebih jika kita justru menggunakan kebohongan itu untuk candaan. Salah-salah candaan kita yang hanya bohong belaka itu dianggap serius oleh teman kita. Bisa dipastikan akan timbul masalah setelahnya.

Tentang candaan dan keseriusan, ada seorang teman yang berkomentar demikian, "Selalu ada keseriusan di balik sebuah candaan". Mendengar itu, saya bergidik. Bayangkan jika candaan kita adalah sebuah kebohongan, jangan-jangan kita pun serius untuk berbohong pula. Sekalipun kita hanya bercanda, bukankah dosa bohong tetap dianggap serius dan bukan bercanda? 

Terlebih lagi candaan bohong kita itu akan menjadi menyakitkan jika lawan bercanda kita menanggapi dengan serius. Misal kita bercanda dengan berbohong akan datang ke rumahnya. Sekalipun itu bercanda, teman kita akan mengira bahwa setidaknya tebersit ada keinginan kita untuk main ke rumahnya. Balik lagi seperti yang teman saya katakan bahwa ada keseriusan di balik sebuah candaan, teman kita bisa menilai ada sedikit keseriusan dari candaan kita itu. Mungkin saja dia berharap bahwa kita akan datang. Atau jangan-jangan dia sudah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan kita. Padahal kita hanya berbohong. Bukankah ini akan menyakitkan karena membuat teman kita sedikit berharap sekalipun itu hanya 1% saja dari 99% kadar candaannya.

Pun sebaliknya. Untuk mereka yang terlalu bebal dan tak pandang bulu ketika bercanda, kata-kata ada keseriusan di balik sebuah candaan bisa juga menjadi skakmat untuknya. Barangkali kita bisa menelaah lagi, jangan-jangan kita pun terbersit 1% saja keseriusan ketika melontarkan sebuah candaan. Putar kembali memori tentang gurauan, godaan, ejekan, hardikan, dan semacamnya. Bagaimana jika itu tebersit sedikit saja keseriusan? Bukankah itu berbahaya juga? Karena bisa jadi dalam hati kita ada keseriusan untuk mencari perhatian teman dengan godaan kita. Atau jangan-jangan dalam hati kita memang serius ingin mencela teman kita. Naudzubillah..

Lebih-lebih kita pun tidak dianjurkan untuk terlalu banyak bercanda. Secara tak sengaja pula, saya menemukan sebuah tweet yang mengatakan, "Jangan terlalu banyak bercanda karena akan membuat hati menjadi mati dan membuat orang lain tidak percaya lagi".

Terlalu ekstrem mungkin. Tapi kalau dipikirkan memang benar adanya. Bukankah Rasulullah SAW telah berkata bahwa terlalu banyak tertawa adalah tanda hati yang mati? Padahal dalam sebuah candaan yang biasa timbul adalah derai tawa. Tentu saja jika terlalu banyak bercanda, akan semakin banyak juga tawa yang tercipta. Salah-salah tawa itu bisa membuat hati menjadi keras dan akhirnya mati.

Dampak lainnya, orang menjadi tak percaya dengan kita karena seringnya kita bercanda. Mungkin image candaan membuat sisi serius kita pun diragukan hingga kadang orang menganggap bahwa apa yang kita katakan dengan serius adalah candaan semata. Nah, ini akan semakin merepotkan ketika kita terbiasa bercanda dengan sebuah kebohongan. Suatu ketika kita berkata jujur, bisa jadi kita dianggap hanya membual saja. Salah-salah ini justru akan menyakiti diri kita sendiri karena tidak dipercaya dan dianggap sebagai pembohong.

Yah, jika memang tidak ingin terlalu ribet seperti ini memang lebih baik mengurangi bercanda. Daripada multitafsir dan membuat sakit hati, lebih baik tidak bercanda seenak hati. Bukan berarti tidak boleh bercanda sama sekali, karena bercanda pun menjadi sebuah kebutuhan dalam hidup ini. Bahkan Rasulullah SAW pun orang yang suka bercanda. Tapi tentu saja candaan beliau adalah candaan yang jujur dan tidak menyakitkan hati.

Maka, hati-hati menjaga hati, baik itu hati sendiri atau hati orang lain. Jangan sampai candaan kita justru menjadi boomerang yang membuat kita risau dan sakit hati sendiri. Pun jangan sampai candaan kita menyakiti hati orang lain karena ditafsirkan salah dengan sebuah keseriusan.

Yup, karena selalu ada keseriusan dalam setiap candaan. Sekalipun itu dalam taraf minimal bahwa kita serius untuk bercanda pada saat itu. Jadikan keseriusan itu adalah keseriusan yang baik, dan bukan keseriusan yang menyakitkan dan membuat salah paham.



7 comments:

  1. plak aku juga kok ini nit.. :)

    ReplyDelete
  2. mm,,
    kalo misal bercanda dengan kebohongan kemudian ditutup dengan kalimat :"eh yang tadi itu bohong lho"
    apa itu masih termasuk bohong ya?

    ReplyDelete
  3. Mungkin memang diakhiri dengan kejujuran, tapi khawatirnya sudah terlanjur salah paham ketika berbohong tadi. Wallahua'alam

    ReplyDelete
  4. ehem...ngerasa :D

    *eh...avi apa kabar? sehat? lama ga ketemu...

    ReplyDelete
  5. alhamdulillah sehat safrida.. :)

    ReplyDelete