Follow Us @soratemplates

Monday, 5 November 2012

Tulisan Terakhir


Ada sebuah kisah tentang tulisan terakhir dari sebuah blog. Seseorang menuliskan tentang kematian dalam blognya dan beberapa hari setelahnya dia meninggal dunia. Tak ada yang tahu bahwa itu akan menjadi salah satu tulisan di hari terakhirnya ngeblog. Bahkan sang penulis pun tak tahu bahwa ia telah dipersiapkan untuk menuliskan kematian saat itu.

Meskipun penulis maupun pembaca tidak sama-sama tahu, yang pasti tulisan itu menginspirasi dan memberikan rasa haru. Lantas, saya mengintrospeksi diri saya sendiri. Jikalau saya mati nanti, apakah tulisan saya (atau lebih spesifiknya tulisan terakhir saya) akan menginspirasi dan membuat haru juga?

Rasanya, ini tak ada bedanya dengan kondisi khusnul atau su'ul khotimah. Selama hidup manusia bergant-ganti melalukan perbuatan yang baik dan yang buruk. Namun ketika di akhir, siapapun akan berharap agar diakhirkan dengan sebuah perbuatan atau kondisi yang baik.

Demikian juga dalam menulis. Semua orang bisa saja bergantian menuliskan sesuatu yang baik serta buruk. Namun ketika di akhir, pasti ia juga berharap agar bisa memberikan tulisan yang baik.

Masalahnya, tidak ada orang yang tahu kapan masa akhir itu. Bisa jadi, tulisan saya inipun adalah tulisan terakhir saya. Berhubung sama-sama tidak tahu, lantas bagaimana?

Sama saja dengan perintah untuk selalu berbuat baik agar siapa tahu ketika malaikat Izroil bertugas kita memang sedang melakukan hal yang baik. Maka demikian dalam tulisan. Selalu saja menuliskan tulisan yang baik agar jika itu menjadi tulisan terakhir, maka memang tulisan baik lah tulisan terakhir kita.

Sebenarnya memang sesimpel itu. Tapi seperti juga manusia yang sering tergelincir untuk berbuat dosa, tak ada bedanya dengan penulis yang kadang kala tergelincir untuk membuat tulisan sederhana, tak bermakna, bahkan tak berguna. Kalau manusia diperintahkan untuk bertaubat, istigfar, dan tidak mengulangi lagi perbuatannya, bagaimana dengan penulis blog? Sepertinya sama saja. Berusaha untuk semakin berhati-hati agar tidak membuat tulisan yang sia-sia dan bertaubat dengan menyortir tulisan yang sekiranya dianggap tidak berguna.

Haruskah dengan begitu? Tidak juga, toh tidak ada pakemnya. Tak ada perintah taubat tulisan. Yang ada adalah perintah untuk bertaubat bila melakukan kesalahan. Jikalau kesalahan itu dalam bentuk tulisan, bukankah berarti kembali ke pakem sebelumnya.

Jadi, taubati saja aktivitas menulis kita layaknya mentaubati perbuatan lainnya. Bukan semata-mata dengan melihat tulisan itu sendiri, tapi bagaimana melihat tulisan sebagai bagian aktivitas dalam kehidupan. Semoga saja kita benar-benar berakhir dalam keadaan khusnul khotimah, apapun dalam kehidupan kita termasuk tulisan kita.

Aamiin..

No comments:

Post a Comment