Follow Us @soratemplates

Thursday, 28 February 2019

Bismillahirrahmanirrahim...

22:55 21 Comments
Silakan pilih menu bar untuk posting yang ingin Anda jumpai

Motivasi : tulisan yang saya harapkan mempu membangkitkan motivasi
Medis : informasi yang berkaitan dengan bidang yang saya geluti
Referensi : tulisan inline dengan kurikulum yang saya dapati
Artikel : goresan pena sebagai bentuk luapan buah pemikiran selama ini
Puisi : syair-syair sebagai ungkapan kreativitas dan apresiasi seni
Cerita : kisah hidup yang kiranya dapat dijadikan ibrah dan inspirasi


Tuesday, 26 February 2019

Harga Berapa?

22:11 0 Comments
Memangnya kamu akan lebih bahagia kalau pakai baju bermerk?

Sebuah pertanyaan kontemplasi yang kadang muncul buat orang-orang sempit hati. Iya, saya bilang sempit hati karena kalau hatinya lapang-lapang saja maka tidak akan ada pengaruhnya mau pakai merk apapun di badannya.

Mungkin semula ia sangat ceria memakai baju warna cerah secerah mentari pagi itu. Lalu segerombolan orang menelusuri timeline instagram dan menjerit "Wah ada diskon gamis ini lho, murah banget jadi 300 ribu." Dan barangkali ada yang menimpali, "Ah, merk itu kurang pas potongannya kalau di aku. Mending mahal sedikit, bisa jatuhnya pas di badan. Ga jauh beda kok, sekitar 400 ribulah." Lalu hanya gara-gara mendengar celoteh teman-temannya lantas dunianya yang cerah mendadak mendung sambil melirik bajunya, ini hanya 50 ribu, belinya juga di Pasar Baru.

Waktu berselang, banding-membandingkan harga masih berkelanjutan. Di suatu senja sesama rekan bercengkrama sambil membawa bocah-bocah kecilnya. "Anakmu sekolah di mana?"
Sebuah pertanyaan yang mungkin wajar, namun ternyata bisa muncul efek berbeda. 
"Anakku aku masukkan TKIT yang full day. Lumayanlah sampai rumah tinggal istirahat dia." Lalu ada yang menimpali, "Anakku di sekolah alam. Lebih terjangkau sih SPP-nya, tapi lebih bebas bisa main-main di alam." Dan ada yang mengeluh, "Iya, sekolah sekarang mahal banget ya. TK aja SPP sampai 500 ribu. Gimana kuliahnya ntar." Sedangkan sesosok yang tadi terdiam hanya menggumam, anakku di TK pertiwi yang SPP-nya cuma 30 ribu. Suatu fakta yang entah kenapa membuatnya malu.

Begitu saja berlangsung terus. Fase membandingkan ini tak akan ada habisnya. Bermula dari yang single seperti fashion yang berbeda misalnya. Lalu saat menikah saling membandingkan wah kamu pake MUA A, aku cuma pakai salon samping rumah. Wah, kamu lahiran di RS Internasional, aku cuma di tempat praktik bidan. Wah, anakmu punya seri buku bacaan jutaan rupiah, anakku cuma buku diskon 10 ribuan. Sampai mungkin nanti, wah mobilmu 1 milyar, mobilku 100 jutaan second pula.

Padahal, saat beli baju di Pasar Baru itu dia bahagia. Saat menikah dengan MUA samping rumah itu dia cantik mempesona. Saat melahirkan di bu bidan dia bersyukur luar biasa. Saat bisa membacakan cerita dengan buku diskonan dia menikmatinya. 

Namun tiba-tiba itu semua sirna dan merasa bahwa dirinya paling melarat sedunia hanya gara-gara tahu harga barang milik orang lain. Kalau seperti itu, tidakkah artinya dia berhati sempit? Semua kebahagiaanya lantas sirna hanya gara-gara harga. 

Semoga kita tidak termasuk di dalamnya. Orang yang berlomba-lomba sekedar menambah rincian harga di notanya. Atau orang yang menunduk lesu sambil menyimpan rapat-rapat slipnya karena malu. Semoga syukur itu tetap ada dalam hati. Dan semoga dengan syukur itu hati tetap selalu lapang untuk bangga menjadi diri sendiri. Aamiin ....

Monday, 25 February 2019

NHW#4 Mendidik dengan Kekuatan Fitrah

10:18 0 Comments


Menengok NHW#1
Di NHW#1 saya menulis bahwa saya ingin mendalami ilmu inspirasi. Alasannya karena saya ingin lebih banyak berpikir positif melalui muhasabah sekaligus menyebarkannya sebagai pengikat pesan moral yang didapat. Ternyata ketika mendapat contoh tugas NHW#4, mencari sekaligus memberi inspirasi kurang tepat jika dijadikan jurusan ilmu kehidupan, melainkan justru sebagai misi dan peran hidup. Maka saya kupas lagi keinginan saya tersebut di sini.
Di tugas NHW#1 pula saya menjawab bahwa cara untuk memberikan inspirasi adalah dengan membagikannya kepada orang lain lewat social media (facebook, instagram, blog), mengadakan event-event, atau contoh teladan pada keluarga kecil. Dari penjabaran itu saya mengkaji, salah satu media saya untuk berbagi inspirasi adalah lewat tulisan. Maka untuk menjalankan misi dan peran saya tersebut agaknya akan lebih tepat jika saya mendalami ilmu kepenulisan. Nyatanya ketika saya telaah kembali, ilmu tentang tulis-menulis ini memang yang membuat saya berbinar-binar. Jika ilmu kepenulisan ini saya dalami, tentu tulisan saya akan semakin berkualitas. Jika tulisan saya berkualitas, maka inspirasi yang tertuang dalam tulisan itu pun akan tersampaikan dengan lebih baik pula. Tujuan untuk menebar inspirasi tetap tercapai dengan ilmu ini. Maka di NHW#4 ini saya ikrarkan untuk mendalami ilmu kepenulisan.

Menengok NHW#2
Di NHW#2 fokus saya untuk bisa profesional menebar inspirasi adalah dengan mengelola emosi saya terlebih dahulu. Alhamdulillah checklist sudah dibuat dan sudah dijalankan. Ada yang cukup mudah dilakukan hingga sudah terbiasa dalam hampir dua minggu ini. Namun ada pula yang masih sulit luar biasa. Bahkan untuk satu kali check pun belum sempurna sesuai standar patokannya. Mungkin kadarnya perlu disesuaikan lagi agar bisa tercapai.
Namun mengingat di NHW#4 ini mulai mengerucut untuk menebar inspirasi lewat tulisan maka poin-poin tentang dunia literasi belum terlalu banyak dicantumkan dalam checklist. Artinya masih ada yang perlu saya perbaharui lagi.

Menengok NHW#3
Apa kira-kira maksud Allah SWT menciptakan saya di muka bumi? Untuk menjawab pertanyaan ini saya tergelitik dengan pertanyaan lain. Karena pertanyaan ini berujung pada jawaban peran apa yang akan diambil di muka bumi, pikiran saya justru terasosiasikan dengan istilah personal branding. Sepertinya tak jauh berbeda pertanyaan tersebut dengan membuat pertanyaan baru, ingin dikenal sebagai siapakah saya di muka bumi ini?
Di NHW#3 kemarin—berhubung dihadapkan pada surat cinta pada suami dan mengenali potensi anak—saya memilih peran potensi saya sebagai motivator atau pendukung potensi-potensi suami dan anak-anak. Di sini saya mengambil peran sebagai seorang istri dan ibu. Padahal saya juga memiliki peran secara komunal dan universal. Di sinilah yang belum saya jabarkan di tugas NHW#3 kemarin.
Jika saya dihadapkan pada orang-orang, maka branding apakah yang mereka tangkap akan diri saya? Peran apakah yang sudah—dan akan—saya ambil di muka bumi? Sejauh ini yang saya tangkap adalah peran dengan profesi saya sebagai seorang dokter sekaligus penulis. Orang lebih mengenal saya sebagai dokter yang punya ciri khas sebagai penulis. Jika dikaitkan dengan jurusan ilmu kemarin, branding sosok dokter yang suka memberikan inspirasi lewat tulisan sepertinya bisa dilekatkan dalam diri saya.
Untuk bidang yang akan saya kuasai masih menjadi tantangan tersendiri untuk ditemukan. Sejauh ini inspirasi yang didapat sekaligus dibagikan adalah tentang pengembangan diri dari sudut pandang pribadi saya. Saat masih menjadi mahasiswa dan single dulu, tema-tema inspirasi tentang mahasiswa dan muslimah berkualitas menjadi bahan tulisan saya sehari-hari. Berhubung saat ini saya memiliki peran sebagai istri dan ibu—di luar peran profesi dokter—sedikit banyak tema-tema tulisan saya terkait tentang rumah tangga dan pengasuhan anak. Mengingat peran itu, maka barangkali tidak ada salahnya jika saya ikut mendalami ilmu pendidikan ibu dan anak pula, karena pada dasarnya adalah untuk memberikan inspirasi dalam rangka pengembangan diri. Tanpa menutup kemungkinan jika saya juga akan mendalami ilmu kedokteran dan kepenulisan sebagai tema inspirasi pula di tahapan selanjutnya.
Maka di sini saya tetapkan:
Misi : memberikan inspirasi pengembangan diri pada orang lain
Bidang : pendidikan ibu dan anak
Peran : inspirator (melalu profesi sebagai dokter dan penulis)

Menetapkan Ilmu
Dari penentuan misi, bidang, dan peran di atas maka untuk saat ini saya cukup fokus pada pendidikan ibu dan anak terlebih dahulu. Harapannya saya mampu menjadi seorang dokter yang juga penulis tanpa melupakan peran utama sebagai istri dan ibu bagi anak-anak. Dari gabungan peran inilah inspirasi-inspirasi itu yang akan saya bagikan pada orang lain, bahwa seseorang dengan multiperan juga harus tetap profesional. Tahapan ilmu yang akan saya ambil sudah sangat sesuai dengan jenjang yang ada di IIP.
Di kelas Bunda Sayang: saya akan mencari inspirasi tentang pengasuhan anak, dengan menyesuaikan peran saya sebagai seorang dokter dan penulis
Di kelas Bunda Cekatan: saya akan mencari inspirasi tentang pengelolaan rumah tangga yang tidak terbengkalai sekalipun mengambil peran di ranah publik sebagai dokter dan penulis
Di kelas Bunda Produktif: saya akan mencari inspirasi tentang mengasah potensi sehingga makin memaksimalkan peran publik sebagai dokter dan penulis yang produktif
Di kelas Bunda Shaleha: saya akan mencari ilmu bagaimana menyebarkan inspirasi dengan lebih efektif sehingga dapat memberi manfaat lebih banyak bagi orang lain

Menetapkan Milestone
Mengingat bahwa bidang ilmu yang akan dipelajari menyesuaikan dengan kurikulum IIP, maka tahapan milestone pun mengkuti rentang waktu yang ditetapkan oleh IIP. Milestone ini ditetapkan pada tahun 2019 saat usia saya akan memasuki 29 tahun.
KM 0—1 (tahun 1) : menguasai ilmu bunda sayang
KM 1—2 (tahun 2) : menguasai ilmu bunda cekatan
KM 2—3 (tahun 3) : menguasai ilmu bunda produktif
KM 3—4 (tahun 4) : menguasai ilmu bunda shaleha
Tantangannya adalah bagaimana saya bisa bertahan belajar di masing-masing bidang ilmu sepanjang satu tahun. Karena jika dalam satu tahap kalah, artinya diri saya belum berkembang. Padahal ilmu pengembangan diri—khususnya dalam peran sebagai istri dan ibu—inilah yang saya jadikan modal utama untuk berbagi inspirasi.

Mengoreksi Checklist NHW#2
Berhubung bidang pelajaran pendidikan ibu dan anak secara resmi dimulai saat kelas bunda sayang, maka selama tahap matrikulasi dan persiapan menuju kelas tersebut saya belum bisa memasukkan poin pelajaran ini dalam checklist. Namun sebagai bahan persiapan, saya akan melatih diri untuk mengalokasikan waktu kurang lebih 8 jam per hari untuk mulai belajar. Terkait pilihan jurusan ilmu saya untuk menebar inspirasi lewat tulisan tentang pengembangan diri sebagai istri dan ibu, maka sebagai persiapan sambil menunggu kelas bunda sayang tak ada salahnya jika saya membiasakan diri dengan mempelajari ilmu tersebut terlebih dahulu.
Dalam hal menebar insipirasi lewat kepenulisan, saya menambahkan checklist menulis satu tulisan tiap hari dengan panjang minimal 300 kata. Tulisan diposting via blog paling lambat sebelum tidur malam. Terkait ilmu kepenulisan sendiri, saya menambahkan alokasi waktu untuk menambah skill writing dengan membaca materi-materi di grup kepenulisan, tiap hari minimal 1 artikel materi. Dalam hal bidang pelajaran pendidikan ibu dan anak, saya menambahkan checklist untuk membaca materi parenting baik melalui buku atau media sosial dan grup parenting minimal 1 materi tiap hari, kemudian materi tersebut disarikan dalam bentuk tulisan yang akan diposting di blog. Tiga checklist itu dulu barangkali yang perlu saya tambahkan dan saya biasakan dalam 8 jam per hari untuk menjawab misi saya menyebar inspirasi terkait pendidikan ibu dan anak lewat tulisan. 

Lakukan!
Bismilillahirrahmanirrahim .... Insya Allah akan saya mulai hari ini, tepat saat selesai memposting tugas NHW#4 ini. Semoga Allah SWT meridhai. Aamiin ....


Sunday, 24 February 2019

Untung Ada Belanda

21:20 0 Comments
Ini kalau bukan karena peninggalan Belanda, nggak mungkin ada di Indonesia

Kalimat itu dilontarkan oleh salah seorang saudara saya ketika kami bersilaturahim yang rutenya melewati gunung dan hutan. Ya, sebagai warga asli sekitar daerah tersebut, saudara saya sangat merasakan betapa bedanya kualitas peninggalan Belanda dengan buatan Indonesia. Dia berucap, "Bendungan yang awet dan bisa dimanfaatkan sampai sekarang justru bendungan lama buatan Belanda. Bendungan yang bikin sendiri, malah udah rusak. Kalau bukan gara-gara Belanda juga ga mungkin ada jalan nembus hutan gunung begini".

Komentarnya membuat hati saya tergelitik. Saya tidak sedang ingin membicarakan apakah bendungan yang sekarang dikorupsi atau tidak, atau tentang kualitas SDM Indonesia yang mungkin berbeda dengan orang Belanda. Lebih-lebih tentang konstruksi dan lain sebagainya yang saya tak paham. Saya justru tertarik pada diksi munculnya Belanda sebagai pembanding.

Jika menengok sejarah sepertinya yang terlintas adalah Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun. Begitu banyak kekejaman dan ketidakmanusiawian yang Belanda lakukan. Image yang ditangkap dari Belanda adalah sosok penjajah yang menyengsarakan. Kesannya, buruk semua tanpa ada baik-baiknya.

Tapi, ternyata saudara saya justru 'berterima kasih' pada Belanda. Karena Belanda lah yang mampu membuat bendungan awet hingga sekarang sehingga padi-padinya di sawah bisa tetap dapat air. Plus berkat Belanda lah ia bisa melintas kota dengan jarak lebih dekat karena jalan-jalan yang sudah masuk desa. Sesuatu yang sepertinya tidak semua orang mau mengucapkan terima kasih, sekalipun ucapan terima kasih itu tak disadarinya. Namun jelas dari komentarnya dia berterima kasih Belanda pernah hadir di Indonesia.

Di sini saya tersadar bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sejatinya pasti memiliki sebuah manfaat. Untuk ukuran penjajah yang buruk saja nyatanya tetap ada manfaat yang bisa diberikan. Begitu pula seharusnya pada setiap fase hidup manusia. Jikalau hidup di rasa sulit, boleh jadi sebenarnya ada hikmah di balik kesulitan itu. Hanya saja saat ini kita masih belum tahu.

Tantangannya adalah bagaimana kita mampu berpikir jernih untuk mencari sisi positif dari sesuatu yang negatif sekalipun. Karena boleh jadi sesuatu yang buruk itu hanyalah prasangka kita belaka. Sedangkan prasangka belum tentu benar adanya.

Namun selalu berpikir positif juga bukan berarti permisif terhadap kemunkaran. Maka doa agar ditunjukan jalan yang lurus dan ditunjukkan bahwa yang benar nyata-nyata benar serta yang salah nyata-nyata salah memang harus terus dilafalka. Karena dengan doa itu pula kita juga bisa diberikan ilham bahwa prasangka negatif kita barangkali salah dan justru mengandung nilai-nilai positif.

Apakah mudah? Belum tentu. Tapi bukan suatu hal yang mustahil kan? Maka latih saja dan semoga kita bisa menuai hikmah dan mampu berterima kasih pada sesuatu yang semula kita sangka negatif belaka. Insya Allah

Monday, 18 February 2019

NHW#3 Membangun Peradaban dari Dalam Rumah

14:17 0 Comments


Bismillahirrahmanirrahim ...

Jatuh cinta pada suami dan lihat responnya

Alhamdulillah suami memberikan respon positif. Suami memiliki kelebihan dari sisi kepemimpinan, beberapa amanah penting banyak diserahkan pada beliau, padahal usia beliau relatif lebih muda dibandingkan tokoh-tokoh senior lainnya. Beliau juga sering dimintai pendapat atau saran bagi orang-orang atau kerabat yang ada masalah. Solusi-solusi beliau cenderung menentramkan dan membuat mereka kembali kepada Allah SWT. Suami juga relatif jauh lebih sabar dibandingkan saya. Beliau yang bisa mengambil alih posisi saya ketika emosi sudah mendidih. Hal-hal ini yang membuat saya jatuh cinta dan suami berterima kasih akan pengakuan saya.


Amati anak-anak dan tuliskan potensinya

Anak pertama saya usia 3 tahun 1 bulan. Melihat apa potensinya bagi saya saat ini lebih kepada melihat apa minatnya terlebih dahulu. Aktivitas-aktivitas apa yang seolah membuat matanya berbinar jika melakukannya. Terkait apakah itu yang nanti benar-benar potensial bagi dirinya masih perlu saya biasakan lagi untuk melihat kemahirannya.

Sejauh ini dia berbinar jika diajak olahraga, entah itu sekedar jogging, latihan kempo dengan papinya, main bola, atau sok-sokan bermain bulutangkis. Namun mengingat usianya yang baru 3 tahun, praktiknya memang belum sempurna.

Selain itu dia juga senang aktivitas memasak. Jika saya memasak, dia selalu ingin ikut terlibat. Entah sekedar ikut-ikutan memetik sayur atau memotong-motong bahan masakan. Dia juga sangat antusias jika mendengar suara menggoreng. Misalkan eyangnya sedang menggoreng dan terdengar suara menggoreng (sesuatu yang masuk ke dalam minyak panas) dia pasti langsung berlari ke dapur dan minta gendong untuk melihat gorengannya.

Satu lagi potensi yang saya amati adalah sepertinya dia memiliki kecerdasan musikal. Jika diajari lagu baru oleh eyangnya dengan diulang dua atau tiga kali saja sudah mampu untuk mengikuti lagunya. Pernah juga suatu ketika dia ikut pengajian dan ada sholawatan di sana, beberapa hari setelahnya dia terdengar ikut-ikutan bershalawat padahal sebelumnya kami tidak pernah mengajari.

Untuk anak kedua saya karena baru berusia 5 bulan belum mampu untuk saya gali potensinya. Namun jika saya melihat milestonenya dibandingkan kakaknya saat masih bayi dulu, dia sepertinya cenderung lebih cepat perkembangan dari sisi komunikasi. Responnya jika diajak bicara dan tanggapannya jauh lebih ekspresif dibandingkan kakaknya dulu. Insya Allah akan lebih saya gali lagi terkait perkembangannya ini.


Lihat potensi saya dan mengapa saya dihadirkan di tengah suami dan anak-anak dengan potensi demikian

Salah satu potensi saya secara intrapersonal adalah saya senang melayani dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam bekerja sama pun saya cenderung lebih mengayomi orang lain demi memaksimalkan potensinya dan senang jika mereka bisa bertumbuh. Dari kecenderungan itu saya merenungi barangkali Allah SWT menghadirkan saya di tengah keluarga saya adalah agar saya mengakomodasi potensi-potensi suami dan anak-anak. Mungkin saya diminta untuk melayani mereka, memastikan bahwa potensi-potensi mereka terfasilitasi, dan mendorong agar mereka tumbuh mekar dengan potensi khas mereka masing-masing. Saya jadi lebih menyadari, mungkin saya tak boleh egois pada potensi internal saya saja, melainkan barangkali saya memang harus cenderung sedikit menurunkan ambisi demi melejitkan potensi anak dan suami. Kurang lebih ini seperti kata bu septi, saya fokus di dalam dan nantinya saya sendiri yang akan keluar dengan potensi itu. Mungkin lewat suami dan anak yang mekar itulah maka potensi saya lainnya pun akan ikut bertumbuh pula. Insya Allah ...


Lihat lingkungan dan apa tantangannya, mengapa kami harus tinggal di sini
Saya tinggal bersama ibu mertua. Suami adalah anak terakhir dan anak laki-laki satu-satunya. Maka beliau didaulat untuk mendampingi mertua yang tinggal sendiri dan sudah lanjut usia. Di satu sisi, beberapa bulan setelah saya menikah ibu saya meninggal dunia. Mungkin itu rahasia Allah SWT mengapa saya ditempatkan di rumah mertua. Barangkali saya diminta untuk berbakti total kepada ibu mertua sebagai ganti bakti saya kepada ibu kandung yang sudah tiada. Apakah mudah? Tidak. Tahu sendiri bagaimana persepsi tentang hubungan mertua-menantu di luar sana. Maka ini artinya menjadi tantangan diri saya sendiri untuk menyamankan diri dan pandai-pandai membawa diri. Niatnya satu demi menjadi anak yang berbakti.

Dalam lingkup eksternal, kami ditempatkan di lingkungan dengan ekonomi menengah ke bawah. Suami sendiri diberi amanah sebagai ketua takmir masjid. Jika melihat kondisi tersebut—dengan minat saya untuk melayani dan bekerja sama pula—maka program-program pemberdayaan masyarakat sepertinya bisa menjadi solusi bagi warga. Mungkin saya memang harus kembali fokus dan mengalokasikan waktu untuk mengelola klinik masjid. Barangkali dari situ saya pribadi bisa lebih memberi kemaslahatan bagi warga yang kurang mampu namun membutuhkan akses kesehatan.


Sementara itu dulu hasil perenungan saya. Namun seperti kata Teh Elma saat kuliah pakar, potensi serta misi keluarga ini hasil pengamatan yang didapatkan. Maka masih menjadi PR bagi saya untuk terus mengamati peran kami sekeluarga untuk mendapatkan misi yang paling tepat hingga kami bisa benar-benar saling memberi manfaat. Aamiin ...

Monday, 11 February 2019

NHW#2 Profesional dari Hati

13:55 0 Comments


Setelah melewati diskusi singkat padat dengan pak suami, ternyata untuk menjadi seorang yang profesional dengan segala perannya versi saya cukup dengan satu indikator saja yaitu tidak uring-uringan lagi. Menurut wejangan beliau, uring-uringan itu hanya bentuk seseorang yang kurang bersyukur. Kenapa harus uring-uringan kalau anak begini begitu, padahal orang lain saja ada yang mungkin ingin punya anak setengah mati. Dan hanya karena uring-uringan di satu aspek saja, lantas terkena imbas semuanya, mulai dari sikap ke suami sampai terbawa bad mood juga dalam menyesaikan urusan rumah tangga. Maka untuk saya cukup satu itu saja untuk menjadi sosok profesional baik sebagai individu, sebagai istri, ataupun sebagai ibu.

Saya pun teringat pada sebuah video yang pernah saya dapat beberapa waktu lalu. Di video itu diceritakan bagaimana seorang iblis akan menghancurkan sebuah rumah tangga. Ternyata simpel, yang diserang adalah wanitanya.

Dia berikan rasa lelah yang luar biasa kepada si istri. Dari rasa lelah itu maka perlahan-lahan dicabutlah rasa syukur pada dirinya. Ketika rasa syukur itu tidak ada, lama-kelamaan akan muncul rasa tidak memiliki apa-apa. Ia akan minder, akan merasa tidak percaya diri. Jika sudah begitu lambat laun dia akan merasa tidak berharga. Dari rasa tidak berharga inilah yang akhirnya membuatnya menjadi uring-uringan, penuh amarah. Hilang sudah kesabaran dalam dirinya. Kemarahan pun bisa merembet pada sang anak atau suaminya. Hingga akhirnya hilanglah aura surga di rumah tangganya. Na'udzubillah..

Maka jika merunut dari video itu, permintaan agar saya tidak uring-uringan perlu ditarik mundur. Agar saya tidak uring-uringan, maka saya tidak boleh merasa tidak berharga. Agar saya tetap berharga dan percaya diri, saya harus selalu bersyukur. Dan agar saya tidak kehilangan rasa syukur, maka saya tidak boleh terlalu lelah.

Ya, jika ditarik benang merahnya maka begitu konsepnya. Tinggal langkah apa yang akan saya capai agar saya tidak lelah, tetap bersyukur, makin berharga, hingga tak uring-uringam lagi. Dan inilah indikator profesional itu versi saya.

Indikator Individu Profesional

1
S: Sholat taubat
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah ringan
R: Bentuk taubat agar tidak uring-uringan
T: Dua rekaat, sebelum subuh atau maksimal sebelum tidur

2
S: Sujud panjang
M: Setiap hari dilatih selama seminggu
A: Insya Allah bisa
R: Salah satu terapi agar lobus frontal teraliri darah lebih banyak sehingga tidak gampang emosi
T: Dua menit tiap sujud saat sholat taubat

3
S: Istigfar
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah bisa
R: Agar melembutkan hati
T: Minimal 1000 kali

4
S: Dzikir doa nabi yunus
M: Setiap hari dilatih selama seminggu
A: Insya Allah bisa
R: Bentuk tauhid dan memuji Allah sekaligus mengakui bahwa diri ini dzalim, agar dijaga tidak semakin dzalim
T: Dicoba 1000 kali

5
S: Menulis alquran
M: Setiap hari dilatih selama seminggu
A: Insya Allah bisa
R: Salah satu bentuk terapi belajar sabar
T: 1 juz dalam seminggu

6
S: Speed reading
M: Setiap hari dilatih selama seminggu
A: Insya Allah semoga bisa
R: Cara agar mendapat inside baru sekaligus melatih otak untuk membuat koneksi antarbuku, sehingga tetap update dan tidak muncul rasa tak berharga
T: Mengambil 3 buku secara acak, masing-masing dibaca minimal 5 halaman. Siang hari atau sore hari

7
S: One Day One Share
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah bisa
R: Implementasi dari jurusan ilmu yang ingin dikuasai, agar bisa memberi inspirasi bagi orang lain, sehingga tetap menjadi pribadi yang berharga
T: Menulis status, posting ig, atau artikel blog yang berisi hikmah minimal satu kali tiap hari

8
S: Qoilulah
M: Setiap hari diusahakan selama sebulan
A: Insya Allah mudah
R: Salah satu sunnah rasul untuk tidur siang, trik agar tidak lelah sehingga bisa tetap fresh hingga malam hari tanpa uring-uringan
T: Setengah jam setiap hari sambil menidurkan bayi


Indikator Istri Profesional

1
S: 5 syukur
M: Setiap hari dilatih selama seminggu
A: Insya Allah harus bisa
R: Sebagai bentuk syukur atas apa yang sudah dilakukan suami di hari itu
T: Menulis minimal 5 kebaikan suami yang harus disyukuri, maksimal sebelum tidur

2
S: Terapi ridho
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah bisa
R: Sebagai bentuk keridhaan pada suami sehingga hati tetap lembut dan tidak uring-uringan
T: Mengucap "aku ridha pada suamiku" sambil memandang wajahnya saat tidur

3
S: Tersenyum saat suami pulang
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah harus bisa
R: Sebagai bukti bahwa hati tetap riang dan tidak uring-uringan
T: Menjawab salam sambil tersenyum setiap suami pulang dari bepergian


Indikator Ibu Profesional

1
S: Mengusap ubun-ubun hingga tulang belakang
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah bisa
R: Sebagai konsekuensi untuk menumbuhkan kembali hormon cintanya, sebagai penebus sel otak yang rusak karena dibentak
T: Minimal 3 kali saat menidurkan anak

2
S: Membaca doa ibnu abbas
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah bisa
R: Agar Allah memudahkan dalam proses mendidik anak
T: Dibaca sambil mengusap punggung anak

3
S: Terapi ridho
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah bisa
R: Sebagai bentuk ridha pada anak sehingga hati lebih tenang, tidak uring-uringan
T: Mengucap "aku ridha pada anakku" saat mengusap punggung anak

4
S: 5 syukur
M: Setiap hari dilatih selama seminggu
A: Insya Allah bisa
R: Bentuk terapi mengingat kebaikan anak agar selalu bersyukur
T: Menuliskan 5 kebaikan anak di hari itu maksimal sebelum tidur

5
S: Berkisah
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah diusahakan bisa
R: Metode untuk memasukkan nilai-nilai dan menguatkan bonding
T: Siang atau malam sebelum tidur, minimal 15 menit

6
S: Mengaji
M: Setiap hari dilatih selama sebulan
A: Insya Allah bisa
R: Metode untuk talaqi pada anak hingga ia cinta pada quran
T: Mengulang satu ayat setiap waktu sampai anak bisa menirukan. Minimal satu ayat per hari


Bismillahirrahmanirrahim ...
Tak perlu muluk-muluk asalkan benar-benar dilakukan. Indikatornya secara global adalah satu bulan lagi hati menjadi lebih tenang dan tak ada uring-uringan. Semoga Allah mudahkan. Aamiin ...

Monday, 4 February 2019

NHW#1 Inspirasi, Kebaikan Tiada Henti

13:38 0 Comments


Manusia adalah makhluk pembelajar. Seperti sebuah hadis mengatakan tuntutlah ilmu sejak dalam buaian hingga liang lahat, salah satu tugas utama dalam hidup seorang manusia adalah untuk terus menimba ilmu.

Dalam hidup ini ada banyak ilmu yang bisa dipelajari. Dengan dalih ingin terus belajar, boleh-boleh saja jika seseorang ingin mempelajari semua ilmu tersebut. Namun, bisa jadi ia hanya akan dianggap sebagai orang yang biasa-biasa saja tanpa keahlian tertentu karena keterbatasan manusia sehingga ia mempelajari semuanya tetapi sekedar superfisial saja. Berbeda dengan orang yang ahli dalam satu bidang tertentu. Layaknya seorang dokter spesialis, ia akan dianggap cakap karena memiliki ilmu khusus yang ia kuasai.

Begitu juga dalam menjalani kehidupan ini. Ada banyak ilmu yang bisa seseorang memiliki untuk membuatnya cakap diperhitungkan di mata dunia. Namun kecakapan ini bukan semata-mata untuk dinilai eksis, tetapi untuk membuat manfaat seluas-luasnya. Salah satu ilmu yang bisa didalami adalah ilmu tentang inspirasi, sebuah ilmu bagaimana mendapat inspirasi sekaligus memberikan inspirasi bagi orang lain.

Ilmu tentang inspirasi ini boleh jadi dianggap sebagai salah satu ilmu yang penting karena tidak semua orang tergerak untuk mendalaminya. Konsep dasarnya adalah berbagi. Namun alih-alih memberikan ikan kepada orang lain, orang dengan pendalaman ilmu inspirasi lebih memilih untuk memberikan kailnya. Ia tak hanya akan berbagi materi yang mungkin habis dalam sekali pakai, tetapi ia berbagi inspirasi yang boleh jadi dari inspiarasi itu mampu mengubah kehidupan seseorang dalam jangka waktu yang lebih abadi.

Di samping itu ilmu inspirasi sangat mungkin untuk diteruskan kepada orang lain. Jika satu kebaikan diinspirasikan lalu sambung-menyambung ditularkan tentu akan terjalin sebuah untaian kebaikan yang tak akan ada habisnya. Inilah konsep amal jariyah yang sesungguhnya. Maka akan sangat beruntung seseorang yang kerap berbagi inspirasi karena insya Allah ada banyak pahala yang mengalir tiada henti.

Untuk dapat meraih ilmu inspirasi ini setidaknya ada dua cara yang bisa dilakukan. Cara pertama yaitu berlatih one day one reflection (ODOR). Di tahap awal seseorang harus mampu memetik inspirasi terlebih dahulu. Inspirasi itu bisa didapat dari mana saja, bisa dari buku, film, sosok lain, atau sekedar fase kehidupan yang telah ia lewati. Tahap ODOR ini mengajak seseorang untuk melembutkan hatinya dengan muhasabah, merenungkan ayat-ayat kauniyah, serta mencari setiap hikmah. Karena telah memancangkan tekad untuk mendalami ilmu inspirasi maka setidaknya harus ada satu inspirasi yang ia dapat dalam satu hari.

Setelah mendapat inspirasi, cara berikutnya adalah dengan one day one share (ODOS). Layaknya anjuran Rasulullah SAW sampaikan dariku walau hanya satu ayat, maka satu inspirasi saja yang ia dapat dihari tersebut sepantasnya dibagikan kepada orang lain. Sharing ini bisa dilakukan via status atau konten media sosialnya, atau lewat tulisan-tulisannya, bisa juga dengan percakapan pada orang lain, atau minimal dalam bentuk perbuatan bagi keluarga terkecilnya. Seminimal apapun itu semangat yang dijaga adalah untuk berbagi kebaikan setiap hari karena amalan yang paling baik adalah amalan yang meskipun sederhana tetapi bersifat konsisten. Boleh jadi kelak di akhirat amalan berbagi inspirasi inilah yang akan mengetukkan pintu surga untuknya.

Mudah sepertinya, namun tetap saja ada tantangannya. Salah satu hambatan terbesar adalah rasa sungkan atau pekewuh untuk menularkan kebaikan. Barangkali ada rasa takut dicap pamer atau sok dari orang lain. Semua itu seharusnya tak perlu dialami asal niat selalu diperbaiki. Jika ia membagikan inspirasi semata-mata tidak untuk riya' maka insya Allah tak akan ada kendala. Pun jika ia berbagi inspirasi setiap hari itu demi mengikat inspirasi itu sendiri agar tak lari, maka manfaat itu tentu akan diperoleh untuk dirinya sendiri.

Maka tak perlu khawatir dan risau. Jika memang ini adalah ilmu yang menarik dan sanggup untuk dijadikan spesialiasi, tak perlu ragu untuk menguasai. Sekalipun akan nampak langka, tapi tak masalah terlihat berbeda. Karena menjadi biasa sudah terlalu dominan, menjadi berbeda justru terlihat istimewa. Maka petiklah inspirasi dan sebarkanlah. Semoga inspirasi itu menjadi kebaikan yang pahalanya mengalir tak ada putusnya.