Follow Us @soratemplates

Wednesday 24 January 2024

I Can Hear Your Voice: Merdeka




Baru-baru ini saya menyelesaikan drama korea berjudul I Can Hear Your Voice. Sebuah drama lawas (tentu saja) yang masuk waiting list karena pernah dispill oleh sesedokter di jagad media. Kebetulan saya juga tertarik dengan tema yang diangkat. Klop sudah menjadi edisi marathon beberapa waktu kemarin.

Drama ini menceritakan seseorang yang tiba-tiba punya kekuatan ajaib bisa mendengar apa yang ada dalam pikiran orang lain. Setiap dia melihat mata lawan bicaranya, maka dia tahu suara-suara apa yang ada di pikirannya meskipun tidak keluar di mulutnya. 

Konflik yang muncul sepanjang drama adalah si tokoh utama bernama Soo Ha ketika kecil mendapati ayahnya dibunuh di depan mata. Ketika ia akan dibunuh, seorang gadis cilik (Hye Sung) menyelamatkannya. Gadis ini kemudian bersaksi di pengadilan dan menjadikan si terdakwa (Joon Gook) mendapat hukuman penjara. Sang pembunuh pun memiliki dendam untuk menghabisi nyawa Hye Sung.

Ada yang menarik dari drama ini. Selain beberapa kasus hukum yang diangkat disajikan dengan apik, beberapa pesan moral juga tersirat di sini. Misalnya, ketika ibu Hye Sung akan dibunuh oleh Joon Gook, dia berkesempatan untuk mengangkat telepon dari putrinya. Alih-alih memberi tahu keadaannya, ibu Hye Sung justru memberikan nasihat kepada putrinya.

Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi. Kalau di dunia semua seperti ini, maka hukum tak ada gunanya. Orang hidup di dunia ini hanya memiliki waktu singkat untuk mencintai. Jadi kenapa harus memelihara dendam di hati? Orang yang memiliki dendam di hatinya sesungguhnya adalah orang yang iri terhadap kita. Maka daripada membalas dendam, kasihanilah mereka yang menyakitimu karena artinya dia tidak memiliki yang kita miliki. 

Kurang lebih begitu pesannya. Wow, dalem sekali ini!

Pesan di atas mirip dengan teori pemaafan yang disampaikan oleh salah seorang psikolog senior, Kang Asep Chaerul Ghani. Sejatinya luka atau benci atau dendam yang kita miliki adalah sesuatu yang kita kelola sendiri. Artinya jika kita masih memiliki rasa itu, sebenarnya kita sendiri yang rugi karena membiarkan itu ada dan mengganggu kehidupan kita.

Lalu sudut pandang mengasihani oknum yang mengusik kehidupan kita juga sangat menarik. Jika mereka masih ada waktu untuk mengurusi kehidupan kita, artinya mereka sebenarnya iri dengan kita. Lalu kenapa kita harus pusing-pusing dan sibuk untuk menanggapi juga. Kembali lagi, hidup di dunia ini singkat. Alih-alih menanggapi orang-orang yang melukai kita, lebih baik fokus pada kasih sayang dan hidup penuh cinta.

Di scene yang lain diketahui bahwa ternyata Joon Gook membunuh ayah Soo Ha karena dia merasa kecewa donor organ yang seharusnya menjadi hak istrinya justru dialihkan ke ibu Soo Ha. Joon Gook merasa mendapat ketidakadilan setelah dia berusaha susah payah hingga akhirnya istrinya meninggal. Dia menyalahkan ayah Soo Ha dan menganggap bahwa ayah Soo Ha lah yang memulai rangkaian pembunuhan ini.

Poin ini cukup menarik. Seorang suami sejati memang selayaknya memberikan yang terbaik untuk istrinya. Dia sudah berusaha keras dan setia mendampingi istrinya apapun keadannya. Hingga di titik frustasi ketika satu-satunya harapan untuk istri sirna, sangat wajar jika seorang suami yang baik akan merasa bersalah pada istrinya. Ini adalah bentuk tanggung jawab seorang suami, di mana dia mengutamakan istri dibandingkan urusan lainnya.

Namun ketika Joon Gook akan membunuh Hye Sung agar Soo Ha tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang dicintai, Soo Ha memiliki kontrol diri yang baik. "Aku berbeda. Aku tidak akan menjadi binatang sepertimu." Poin ini menohok Joon Gook.

Ya, sebesar apapun cinta kepada seseorang, akal sehat dan norma tetap tidak bisa dilanggar. Dan kembali lagi, tidak ada dendam yang bersemayam di dalam hati. Soo Ha menunjukkan bahwa dia pribadi yang menang. Dia tidak terpengaruh meski dipojokkan dalam kondisi akan kehilangan kekasih dan punya kesempatan untuk membalas dendam. Tidak, Soo Ha tidak memilih opsi itu. Dia memilih tetap menjadi manusia, dan bukan binatang yang gelap mata menuruti nafsunya.

Begitulah, drama ini membawa pesan untuk bisa menjadi pribadi yang merdeka. Tak perlu terpengaruh dengan dendam atau luka masa lalu, pun jangan berbuat gegabah hanya karena terbawa nafsu. Drama ini mengajarkan kita untuk melepaskan segala kondisi menyakitkan yang kita punya dan tetap berpegang teguh dengan prinsip kebaikan yang ada.

Nice!


No comments:

Post a Comment