Bukan, ini bukan tentang sawang sinawang. Ini dilakukan bukan sebagai bentuk kufur nikmat dan membayangkan andai aku jadi mereka. Tidak seperti itu. Ini dilakukan sebatas untuk memperkaya khasanah kita dalam melihat sesuatu. Karena hanya dengan melihat secara helicopter view lah kita bisa menyaksikan semuanya lalu mampu menentukan akan bertindak apa.
Weekend lalu anak-anak mengajak ke taman kota. Berhubung saya sudah janji dan kebetulan sore itu tidak ada aktivitas karena suami keluar kota, kami pergi ke taman yang dituju. Sesuai dugaan, taman akan penuh dengan anak-anak yang bermain, lengkap dengan berbagai karakter orang tua yang mengantar. Sambil mengawasi anak-anak bermain pasir, saya menyaksikan potongan demi potongan adegan di sana.
Tepat di belakang anak-anak, ada seorang (atau dua orang) anak yang juga bermain pasir., mengais-ngais pasir dengan truknya ditemani seorang ibu yang berjongkok di sampingnya. Sebuah sendok menyorong ke mulut si anak, bergantian mungkin dengan adiknya.
Saya tersenyum. Lagi-lagi trik orang tua demi membuat anak-anak lahap makannya. Mungkin bukan sekali ini si anak pergi ke taman sambil orang tuanya sibuk menjejalkan suap demi suap nasi. Hingga terdengar kalimat, "Kalau ga mau makan, kita pulang". Hm..., negosiasi sesuai dugaan.
Di sebelah kiri, seorang ibu menuntun anak balitanya menaiki tangga titian. Setapak demi setapak anak tangga dia lewati. Dia cukup berani karena makin tinggi, anak itu tak mau dipegangi. Sang ibu hanya mendampingi di samping tangga siap siaga sebagai bentuk mitigasi. Di ujung tangga, seorang lelaki bersiap. Ponsel di tangannya merekam langkah demi langkah si anak. Ada seutas senyum di bibirnya. Hm..., sepertinya dia bahagia karena anaknya bisa bermain sepuasnya.
Tak jauh berbeda, sepasang ayah bunda juga melakukan hal yang sama. Si anak sekitar usia satu tahun duduk asyik di tengah pasir. Mereka berdua asyik mengabadikan sang buah hati, sambil sesekali menyodorkan ponsel masing-masing. "Kok ga bisa fokus ya. Ini pencahayaannya begini ya. Lensanya itu", dan obrolan sejenis. Pasangan itu asyik mereview hasil karya masing-masing.
Satu keluarga muda kemudian datang menghampiri tempat kami. Anak laki-lakinya berlari melepas alas kaki dan menginjakkan telapak ke pasir putih. Sang ayah buru-buru menghardik, "Mainnya di sana saja, kamu udah mandi". Ayah itu pun mengangkat anaknya menjauh dari arena pasir dan mengajak ke sudut taman yang lain. Tentu dengan diiringi ekspresi si anak yang berbeda saat kedatangannya.
Ada juga seorang ibu yang mengikuti ke manapun langkah kedua anaknya. Meski anak-anak lain melepas alas kaki (dan memang ada papan bertuliskan alas kaki harap dilepas), tapi mereka menggunakan sandalnya. "Dipakai sandalnya biar ga kotor", begitu katanya ketika kedua anak hendak melepas sandal ketika datang tadi.
Masih banyak aktivitas lain. Para mamah-mamah muda yang saling bertegur sapa dan berlanjut ngobrolin anaknya, atau orang tua yang melihat anaknya sudah asyik maka dia pun asyik dengan hand phonenya, atau orang tua yang menikmati camilan sore dengan tangan penuh jajanan yang beraneka rupa.
Tangki saya terisi hanya dengan mengamati begitu saya. Persis seperti kata salah satu fasil di komunitas beberapa pekan lalu, "Hanya bertemu begini saja, sejatinya kita sudah saling belajar parenting dari setiap keluarga"
Ya, saya hanya mengamati para orang tua dan anak-anak di taman itu meski tidak mengenalnya. Tapi saya berlajar hanya dengan melihatnya. Dan hasil belajar itu tentu akan menjadi bekal untuk interaksi saya berikutnya. Sesimpel itu, dan semenyenangkan itu.
No comments:
Post a Comment