Follow Us @soratemplates

Thursday 1 September 2011

Lebaran atau Liburan


Ada satu rubrik menarik di majalah langganan ibu minggu kemarin. Menu utamanya membahas tentang lebaran. Apa yang menarik? Majalah itu menyoroti satu fenomena yang sering terjadi di masyarakat akhir-akhir ini. Agenda lebaran dewasa ini justru dialokasikan untuk liburan. Hm, sebenarnya lebaran atau liburan?

Sejak kecil, ketika mendengar kata lebaran, yang terbayang adalah jalan-jalan mengunjungi rumah simbah dan sanak saudara. Sampai sekarang pun tetap dilaksanakan. Tapi, ada satu agenda yang kini selalu dilakukan, yaitu liburan.

Dua tahun lalu, saya dengan sepupu-sepupu perempuan dari keluarga bapak pergi ke Waduk Gajah Mungkur dan Taman Jurug. Sedangkan sepupu-sepupu yang laki-laki main ke pantai Jogja. Tahun lalu, saya dengan keluarga dari ibu pergi ke pantai Pacitan. Malam ini pun, setelah serangkaian acara, sepupu-sepupu mulai ribut menentukan mau libur ke mana.

Hm, liburan!

Ini masih mending. Setelah silaturahmi selesai, baru liburan. Kalau penuturan di majalah ibu saya lebih parah lagi. Mereka tak lagi melakukan silaturahmi. Orang-orang yang tua telah tiada, generasi-generasi muda sudah malas untuk berkumpul bersama. Yang ada, waktu luang yang mungkin jarang ditemukan mereka manfaatkan sebaik-baiknya untuk liburan bersama keluarga kecilnya.

Ya, agak miris memang. Silaturahmi tak lagi menjadi sebuah kebutuhan. Generasi muda jaman sekarang lebih fokus pada keluarga kecil mereka. Jujur, saya saja tak bisa menyebutkan tiga generasi di atas saya. Kalau kumpul keluarga trah, saya tak tahu namanya. Asal tahu itu keluarga saja, rumahnya yang di sekitar itu saja.
Kalau pun keluarga jauh yang menjadi dekat, itu pun harus ada historinya. Entah karena saya karya wisata ke Bali lalu dijenguk saudara di hotel. Atau karena saya awam merantau di Depok lalu dibantu saudara. Sebatas itu saja. Kalau tak ada momen itu, mungkin saya tak merasakan ikatan saudara itu. Hm, parah!
Yah, padahal silaturahmi itu penting. Begitu banyak manfaat yang bisa kita peroleh dari silaturahmi. Sayang, manusia tak banyak tahu, atau tak mau tahu.

Silaturahmi akan memperpanjang usia. Yah, kita tahu jatah usia kita memang tak akan bertambah atau berkurang. Tapi barangkali makna panjang usia itulah yang kita peroleh. Ketika kita bertemu orang lain, bisa jadi hati kita bahagia. Bisa saling bersuka cita, saling bercanda, penuh senyum tawa. Nah, inilah yang maknanya bisa memperpanjang usia kita. Ketika kita tersenyum dan bahagia, hormon-hormon dan sel-sel di dalam tubuh kita pun akan ‘merasa bahagia’. Keadaan inilah yang penting bagi kesehatan kita. Dengan sehat inilah, usia kita terasa lebih panjang.

Silaturahmi akan membuka pintu rizqi. Haha, bagi anak kecil hal ini jelas sangat terbukti. Siapa yang makin rajin mengunjungi rumah-rumah, makin banyak pula fitrah yang diterima. Nah kan, silaturahmi membuka pintu rejeki. Memang bisa dibenarkan. Dengan saling berjumpa, bisa jadi terbuka peluang rejeki di depan mata. Yang pengusaha, bisa jadi ini dijadikan peluang untuk membuka mitra kerja. Yang saudagar, bisa jadi ini dijadikan peluang untuk menjajakan dagangannya. Banyak lagi. Semuanya bisa jadi peluang untuk membuka jalan mengais rizqi.

Persis seperti yang tercantum dalam salah satu hadits. “Barangsiapa yang suka rezekinya dilapangkan, atau usianya dipanjangkan, hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Al-Bukhari, bab Orang yang suka dilapangkan resekinya).

Nah, ingin lapang rezeki dan panjang usia kan? So, ayo silaturahmi.

No comments:

Post a Comment