Berhentilah makan sebelum kenyang. Pernah mendengar tentang
ini? Pasti sudah sering sekali. Sepertinya, hanya mendengar terasa mudah saja.
Tapi, bagaimana dengan penerapannya? Apakah semudah proses mendengarnya?
Saya akui, perintah ini cukup sulit untuk saya lakukan.
Apalagi kalau sudah ngumpul lebaran di rumah simbah dengan banyak saudara. Persis
seperti lagu waktu kecil dulu ‘satu mulut saya, tidak berhenti makan’. Perut
terus-terusan menggiling. Baru benar-benar berhenti kalau sudah tidur.
Habisnya, mau gimana lagi. Tau anak cucu ngumpul, simbah saya tak
henti-hentinya masak. Sebagai cucu yang baik, saya kan merasa harus turut
andil. Turut andil menghabiskan maksudnya. Daripada mubadzir. Iya nggak?
Hm, di sini nih menariknya. Pendapat spontan saya yang
menyangkal perintah itu dengan dalih daripada mubadzir.
Bagaimanapun perintah tersebut tetaplah perintah yang baik.
Pasti sudah sering mendengar kalau perut sebaiknya diisi sepertiga makanan,
sepertiga air, dan sepertiga udara. Kalau salah satu lebih banyak, makanan
misalnya, pasti keadaannya tidak baik. Nah, di sinilah pentingnya makna
berhenti makan sebelum kenyang.
Dari segi medis, hal ini jelas terbukti. Dalam pengaturan
pola makan, yang lebih baik adalah makan sedikit tapi sering, daripada makan banyak tapi
jarang. Makanya, kenapa dalam program diet atau pengaturan menu di rumah sakit
ada lima jam makan. Makan pagi, snack pagi, makan siang, snack sore, dan makan
malam. Porsi makannya pun cukup saja. Disesuaikan dengan kebutuhan kalori pada
saat itu. Berarti kan prinsip makan berhenti sebelum kenyang jelas tercukupi di
sini.
Masalah mubadzir ini pun sebenarnya mengada-ada saja. Memang
kita tidak boleh membuang-buang makanan. Tapi bukan berarti lantas menghabiskan
semua makanan dalam sekali makan. Ada cara untuk mengakalinya. Yaitu dengan
mengambil secukupnya saja. Tekan nafsu sebaik mungkin dan ambil secukupnya
jadi. Dan makanan yang di piring itulah yang harus dikenai prinsip mubadzir.
Kalau mengambilnya tak pakai nafsu dan sekedar secukupnya, insya Allah tak akan
ada yang mubadzir. Makanan yang tak diambil pun masih bisa disimpan dan dimakan
lain waktu. Jadi, tak perlu kekenyangan dan tak sampai buang-buang makanan juga
kan.
Masalahnya, kalau lebaran begini terkadang trik begitu
memang susah. Setiap silaturahmi ke rumah saudara, tak jarang disuguhi makan.
Kalau mengikuti prinsip di atas, pasti akan menolak. Tapi kalau menolak, nanti
membuat tuan rumah merasa tidak enak hati. Dikiranya tidak mau makan, atau
dikira tidak menghargai tuan rumah.
Kalau untuk kasus ini, saya mengikuti trik bapak saya. Kalau
ditawari makan, diusahakan untuk tetap menerima. Tapi biar ga kekenyangan,
gunakan trik ambil sedikit tapi banyak. Misalkan disuguh nasi, lauk,
oseng-oseng, kerupuk. Nah, caranya ambil nasi kira-kira satu atau dua sendok
makan saja. lalu nasi yang hanya sedikit itu dilebarkan ke mana-mana. Nasi
dibuat setipis mungkin mengenai dasar piring, dan diusahakan menutupi selebar
mungkin dari luas piring. Lalu, ambil oseng-oseng sedikit saja. Taruh di bagian
pinggir piring dan biarkan melingkar panjang. Ambil lauk dan taruh di sisi yang
berbeda. Lalu ambil kerupuk dan taruh menutupi sisi yang tidak terdapat
apa-apa.
Nah, begitu makan di depan yang punya rumah, diusahakan
makannya pelan-pelan dan sedikit-sedikit saja. Dengan makanan yang terlihat
luas di piring, dikiranya kita mengambil banyak makanan. Dengan waktu makan
yang lama, dikiranya kita memang makan cukup banyak juga. Padahal…
Itu sih cuma salah satu trik saja. Biar tetap berhenti makan
sebelum kenyang, tetap menghormati tuan rumah, dan tidak membuat makanan jadi
mubadzir. Trik ini cukup ampuh juga. Penasaran? Silakan coba. Atau, Anda punya
trik lainnya?
No comments:
Post a Comment