Follow Us @soratemplates

Friday 2 September 2011

Makan…!


Berhentilah makan sebelum kenyang. Pernah mendengar tentang ini? Pasti sudah sering sekali. Sepertinya, hanya mendengar terasa mudah saja. Tapi, bagaimana dengan penerapannya? Apakah semudah proses mendengarnya?

Saya akui, perintah ini cukup sulit untuk saya lakukan. Apalagi kalau sudah ngumpul lebaran di rumah simbah dengan banyak saudara. Persis seperti lagu waktu kecil dulu ‘satu mulut saya, tidak berhenti makan’. Perut terus-terusan menggiling. Baru benar-benar berhenti kalau sudah tidur. Habisnya, mau gimana lagi. Tau anak cucu ngumpul, simbah saya tak henti-hentinya masak. Sebagai cucu yang baik, saya kan merasa harus turut andil. Turut andil menghabiskan maksudnya. Daripada mubadzir. Iya nggak?
Hm, di sini nih menariknya. Pendapat spontan saya yang menyangkal perintah itu dengan dalih daripada mubadzir.

Bagaimanapun perintah tersebut tetaplah perintah yang baik. Pasti sudah sering mendengar kalau perut sebaiknya diisi sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara. Kalau salah satu lebih banyak, makanan misalnya, pasti keadaannya tidak baik. Nah, di sinilah pentingnya makna berhenti makan sebelum kenyang.

Dari segi medis, hal ini jelas terbukti. Dalam pengaturan pola makan, yang lebih baik adalah makan sedikit  tapi sering, daripada makan banyak tapi jarang. Makanya, kenapa dalam program diet atau pengaturan menu di rumah sakit ada lima jam makan. Makan pagi, snack pagi, makan siang, snack sore, dan makan malam. Porsi makannya pun cukup saja. Disesuaikan dengan kebutuhan kalori pada saat itu. Berarti kan prinsip makan berhenti sebelum kenyang jelas tercukupi di sini.

Masalah mubadzir ini pun sebenarnya mengada-ada saja. Memang kita tidak boleh membuang-buang makanan. Tapi bukan berarti lantas menghabiskan semua makanan dalam sekali makan. Ada cara untuk mengakalinya. Yaitu dengan mengambil secukupnya saja. Tekan nafsu sebaik mungkin dan ambil secukupnya jadi. Dan makanan yang di piring itulah yang harus dikenai prinsip mubadzir. Kalau mengambilnya tak pakai nafsu dan sekedar secukupnya, insya Allah tak akan ada yang mubadzir. Makanan yang tak diambil pun masih bisa disimpan dan dimakan lain waktu. Jadi, tak perlu kekenyangan dan tak sampai buang-buang makanan juga kan.

Masalahnya, kalau lebaran begini terkadang trik begitu memang susah. Setiap silaturahmi ke rumah saudara, tak jarang disuguhi makan. Kalau mengikuti prinsip di atas, pasti akan menolak. Tapi kalau menolak, nanti membuat tuan rumah merasa tidak enak hati. Dikiranya tidak mau makan, atau dikira tidak menghargai tuan rumah.

Kalau untuk kasus ini, saya mengikuti trik bapak saya. Kalau ditawari makan, diusahakan untuk tetap menerima. Tapi biar ga kekenyangan, gunakan trik ambil sedikit tapi banyak. Misalkan disuguh nasi, lauk, oseng-oseng, kerupuk. Nah, caranya ambil nasi kira-kira satu atau dua sendok makan saja. lalu nasi yang hanya sedikit itu dilebarkan ke mana-mana. Nasi dibuat setipis mungkin mengenai dasar piring, dan diusahakan menutupi selebar mungkin dari luas piring. Lalu, ambil oseng-oseng sedikit saja. Taruh di bagian pinggir piring dan biarkan melingkar panjang. Ambil lauk dan taruh di sisi yang berbeda. Lalu ambil kerupuk dan taruh menutupi sisi yang tidak terdapat apa-apa.

Nah, begitu makan di depan yang punya rumah, diusahakan makannya pelan-pelan dan sedikit-sedikit saja. Dengan makanan yang terlihat luas di piring, dikiranya kita mengambil banyak makanan. Dengan waktu makan yang lama, dikiranya kita memang makan cukup banyak juga. Padahal…

Itu sih cuma salah satu trik saja. Biar tetap berhenti makan sebelum kenyang, tetap menghormati tuan rumah, dan tidak membuat makanan jadi mubadzir. Trik ini cukup ampuh juga. Penasaran? Silakan coba. Atau, Anda punya trik lainnya?


No comments:

Post a Comment