Follow Us @soratemplates

Sunday 25 September 2011

Tenggelam di Permukaan


Ada sebuah percakapan menarik antara saya dan kawan saya tadi siang. Waktu itu kami sedang sama-sama galau mencari tema untuk sebuah karya tulis. Meski berbeda tim, saya asal nimbrung saja. Melihat saya enak-enakan dan malah asyik nimbrung, teman saya berkomentar.

“Pasti karya tulisnya udah selesai.”

Saya hanya menjawab, “Belum kok, masih ngambang di permukaan.”

Teman saya yang lain berkomentar, “Lha kita malah masih tenggelam.”

Saya nyeletuk, “Ya bagus no. Berarti kan mengendap. Ilmunya udah benar-benar mengendap di otak.”

Teman saya tak mau kalah, “Lha dirimu malah udah ngambang. Berarti habis mengendap, ilmunya udah siap di permukaan.”

Selanjutnya, kami pun hanya saling bersilat lidah untuk menentukan mana yang lebih baik antara mengambang dan tenggelam.

Karena obrolan kami ‘tak jelas’, teman saya pun berkomentar, “Yang lebih baik adalah mentas.

Saya langsung membantah, “Kalau dalam hal mengatasi masalah, mentas justru terkesan melarikan diri dari masalah,” Hm…, panjang sudah urusannya.

Oke, saya hanya akan menguatkan argumen saya saja. Tentang mengambang, tenggelam, dan mentas jika dilihat dari sudut pandang masalah.

Jika kita berguru pada teori fisika (duh, sejatinya saya lupa rumusnya) , pada awalnya suatu benda akan mengambang di permukaan. Begitu berat jenisnya lebih berat, dia akan tenggelam. Tetapi suatu waktu, dia akan kembali ke permukaan.

Begitu juga dalam hal menghadapi masalah. Pada awalnya, masalah datang dan mengambang di pikiran kita.  Entah itu berupa perasaan galau, atau sekedar kita tidak ingin terlalu memikirkannya. Lama-kelamaan, bukan tak mungkin masalah yang sekiranya dianggap sepele itu akan menjadi hal yang berat. Mau tak mau, kita pun akan mengendapkan masalah tersebut.

Mengendap di sini bisa memiliki dua makna. Mengendap bisa dalam arti kita benar-benar memikirkan masalah tersebut. Segala aspek kita pikirkan hingga otak dan hati kita benar-benar tercurah untuk menemukan solusinya. Tetapi mengendap bisa dalam arti kita menguburnya dalam-dalam.  Menyembunyikannya dalam lapisan tanah terdalam sehingga masalah tersebut tak lagi Nampak di permukaan.

Jika mengendap dalam arti mengubur, habis sudah perkara. Masalah ‘selesai’. Selesai dalam arti tak terselesaikan. Tapi jika mengendap tadi adalah dalam rangka memfokuskan diri untuk mencari solusi, maka suatu saat kita akan kembali muncul ke permukaan. Untuk apa? Untuk menawarkan solusi kita, untuk benar-benar menyelesaikan masalah kita.

Kalau sudah di permukaan dalam rangka menyelesaikan perkara, selanjutnya bisa saja kita mentas dari samudra masalah. Kita akan melenggang dengan bahagia keluar dari permasalahan yang mendera. Di sini adalah mentas dalam konotasi yang baik. Tapi, mentas juga bisa berarti buruk. Misalnya ketika kita tak menemukan solusi, lalu memilih untuk mentas saja dari samudra masalah. Di sini yang ada justru kesan melarikan diri.

Hm, ini sekedar iseng saja memaparkan bagaimana  sikap manusia ketika harus mengarungi samudra masalah. Apakah tidak menggubrisnya dengan tidak mau terjun alias tetap di permukaan, memilih terjun dan menemukan solusi, memendamnya untuk mengakhiri, kembali ke permukaan untuk menyelesaikan, atau justru lari tanpa solusi. Apapun itu, yang pasti masalah akan tetap datang dan harus dihadapi. Mau menghadapi dengan cara apa, itu terserah Anda.

No comments:

Post a Comment