Ramadhan #3
Di sebuah kesempatan seorang teman menyapa. Saat menanyakan kabar seorang teman lainnya, dia bertanya, "Apa kabar dirinya? Masih sibuk dengan urusan duniawinya?" Saya yang ditanya bungkam. Pertanyaan itu bukan tentang diri saya, tetapi justru menyindir saya habis-habisan. Apakah saya juga masih terlalu sibuk dengan urusan duniawi?
Barangkali cara melihat kesibukan adalah dengan mengkalkulasi aktivitas kita dalam 24 jam. Orang dikatakan sibuk jika dalam sehari dia lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan waktu luang. Tentu saja waktu luang juga diisi dengan berbagai aktivitas, namun di sini konteksnya berbeda. Aktivitas saat waktu luang dianggap sebagai aktivitas tambahan saja, yang bisa jadi dihilangkan dan tidak terlalu mempengaruhi jalannya kehidupan. Tentu berbeda dengan aktivitas utama yang memang harus dilakukan pada hari itu juga.
Nah, coba saja dilihat. Jika kesibukan itu dikaitkan dengan urusan dunia, berarti dalam 24 jam lebih banyak waktu yang kita habiskan untuk urusan dunia dibandingkan urusan akhirat. Andai dikalkulasi, rasanya hal itu sangat mungkin terjadi. Bayangkan, berapa jam kita bekerja, makan, mandi, tidur, perjalanan ke tempat sekolah atau kerja, beres-beres rumah, dan lain sebagainya. Bandingkan dengan aktivitas akhirat. Apakah hanya sholat? Yang mungkin cuma 5-10 menit sebanyak 5 kali. Tanpa sholat sunnah, tanpa mengaji, tidak sampai 1 jam dalam sehari waktu kita dipakai untuk urusan ukhrowi. Begitukah?
Jika seperti contoh di atas, kesannya memang sangat tidak berimbang. Tapi mau bagaimana lagi? Bukankah bekerja, makan, tidur, mandi, dan aktivitas lainnya memang menyita waktu lebih banyak? Bagaimana bisa aktivitas itu dihilangkan?
Hm, bukan dihilangkan tentunya, tapi bagaimana agar aktivitas itu bukan sekedar aktivitas duniawi semata. Bagaimana jika dalam aktivitas itu dihadirkan hati yang senantiasa berdoa? Bukankah aktivitas itu akan dinilai ibadah juga? Begitu pula ketika aktivitas itu dihiasi dengan hati yang tawadhu, tentu bukan mengejar dunia semata.
Ambil contoh saja tentang tidur. Ketika itu menjadi urusan dunia, maka orang akan terlelap begitu saja. Barangkali tidur bisa menjadi aktivitas yang mengingatkan dengan akhirat jika diawali dengan berwudhu, berdoa, bermuhasabah, dan sunnah-sunnah tidur lainnya. Sekalipun aktivitasnya tetap sama tentang tidur, tetapi karena hati dihadirkan maka akan terasa nuansa ukhrowi dalam aktivitas kita.
Salah satu indikator pula ketika terlalu sibuk dengan dunia adalah apa yang kita rasakan ketika bangun tidur. Pernah suatu ketika di pagi hari saya bangun dan merasa sangat resah. Berceritalah saya kepada teman-teman. Lantas seorang sahabat menimpali, "Orang yang resah ketika bangun tidur jangan-jangan karena terlalu banyak memikirkan dunia". Tertohok, dan saya akui pada saat memang benar adanya.
Tentu kita tidak ingin terbangun di pagi hari dengan kondisi resah bukan? Tentu kita ingin menjalani hari dengan lebih nyaman, kan? So, mari kita perbanyak perbandingan urusan ukhrowi dalam 24 jam kita. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang meletakkan dunia di hati hingga sangat mempengaruhi. Aamiin....
Tuesday, 1 July 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment