Follow Us @soratemplates

Sunday, 6 July 2014

Mereka Mendengar

Ramadhan #8

Sebulan yang lalu saya sedang menjalani stase anak. Di stase ini saya mendapat jatah satu minggu jaga di bangsal HCU Neonatus. Bayi-bayi baru lahir yang butuh perawatan khusus masuk ke bangsal ini. Karena jaga, otomatis saya berinteraksi dengan bayi-bayi itu setiap harinya.

Salah satu bayi yang saat itu dirawat bernama bayi Ny.M. Mereka memang belum diberi nama karena usianya baru dalam hitungan hari. Jadi menyebutnya pun dengan nama ibu mereka. Saat saya di stase obsgyn, Ny.M ini termasuk dalam pasien yang saya rawat karena ketuban pecah dini dua bulan sebelum masa kelahiran. Otomatis Ny.M ini mondok cukup lama. Dan karena saya bertugas follow up setiap pagi, mau tidak mau sering berinteraksi juga dengan Ny.M. Ketika saya sudah pindah ke stase anak, ternyata saya dipertemukan dengan bayi Ny.M ini.

Bayi Ny.M ini rewel luar biasa. Dia termasuk bayi yang sering menangis dibandingkan bayi yang lainnya. Kalau sedang diperiksa, hampir tidak bisa diam. Otomatis, waktu pemeriksaan pun menjadi lebih lama. Karena saya merasa 'kenal' dengan Ny.M, saya jadi memiliki ketertarikan tersendiri pada bayi Ny.M ini. Karena kondisinya cukup buruk, dia termasuk bayi yang harus diperiksa setiap jam. Otamatis setiap jam saya akan menyambanginya bergantian dengan teman saya, dan saat itulah saya berinteraksi dengannya.

Saat sepi dan harus memeriksa dia sendiri, saya curhat padanya, "Ayo, kamu diem, lah. Itu temen-temenmu tidur semua." Atau saat dia harus diperiksa ini itu setiap jam, saya berkomentar, "Tuh kan, kakimu ditusuk lagi kan. Makanya cepetan sehat biar ga diperiksa gini lagi." Atau ketika dia rewel luar biasa dan saya tidak bisa menstabilkan kakinya, saya pernah berkata, "Ssst, ibumu dulu tu sakit-sakitan lho. Masak kamu mau sakit juga. Ndak boleh nakal. Nanti kalau nakal ga sembuh-sembuh kamu sakit-sakitan terus kayak ibumu lho". Dan berbagai kata-kata lainnya yang sekedar iseng saya ucapkan daripada saya cuma hening memeriksa sendirian.

Suatu ketika saat saya sedang memeriksa bayi lain di pagi hari, saya mendengar ibu bidan yang sedang mengajari adik siswa cara mengganti popok. Ibu bidan itu berkata, "Kalau sedang merawat bayi, sambil diajak ngobrol. Jangan cuma diganti popok saja, ditinggal. Dikasih susu saja sambil didiamkan. Meskipun masih bayi, mereka juga bisa mendengar."

Saya yang berada di box bayi tidak jauh dari mereka berdua terdiam. Duh, berarti bayi Ny.M (dan bayi-bayi lainnya) juga mendengar dong kalau suka ngobrol dengan mereka.

Saya jadi teringat tentang teguran Allah SWT pada Rasulullah SAW di surat Abasa. Saat itu Rasulullah SAW memalingkan wajahnya dari seorang yang buta. Kalau dinalar, orang buta pasti tidak akan tahu kalau Rasulullah SAW memalingkan wajahnya, tapi ternyata Allah SWT menegur beliau.

Barangkali begitu juga dengan bayi-bayi itu. Sekalipun mereka belum bisa bicara, belum memahami apa-apa, tetapi mereka mendengar. Dan bisa jadi mereka merasakan apa yang kita bicarakan.

Hm, tiba-tiba saya merasa bersalah pada bayi Ny.M, khususnya karena kadang 'mengancam' (walaupun dengan maksud bercanda) ketika dia rewel. Agaknya setiap ucapan memang harus dijaga. Sekalipun itu sekedar bercanda kepada orang bahkan bayi yang belum memahaminya.

Astagfirullahal'adzim....




No comments:

Post a Comment