Dulu, wanita dianggap makhluk di bawah pria. Tapi, seiring isu-isu emansipasi, banyak wanita yang semakin mensejajarkan diri. Bahkan tak jarang, wanita bisa jadi memiliki posisi yang lebih tinggi.
Mereka terlihat sangat sukses. Cerdas dan tangguh. Mendekati
sempurna, barangkali. Tapi dengan kesempurnaanya, terkadang mereka justru khawatir
pada diri mereka sendiri. Dengan posisinya yang sedemikian tinggi, adakah
laki-laki yang mau mendaki?
Tak jarang kita temui seorang direktur wanita sukses tak
segera menikah, atau wanita lulusan S-3 tapi tak segera melepas masa lajangnya.
Bukan semata-mata karena mereka mengejar karier atau akademis, tapi karena tak
seorang pun pria yang tergetar hatinya untuk mendekat.
Ini bukan sesimpel karena tak ada satu pun pria yang
memandangnya. Pasti ada, bahkan mungkin sangat banyak. Tapi, mata yang
memandang itu hanya menatap saja, sekedar mengagumi. Seandainya mereka diminta
untuk mempersuntingnya, terpaksa mereka harus berpikir beberapa kali. Mengapa?
Karena mungkin mereka merasa tak pantas, atau tak mau bersusah diri. Barangkali
mereka berkomentar, “Dia terlalu tinggi, terlalu tak terjangkau.”
Ibaratnya seperti pohon apel. Buah apel yang bergelantungan
di pohon begitu memikat hati seseorang. Ada apel yang di bawah, di tengah,
maupun di pucuk atas. Apel-apel itu sama-sama menggiurkan. Seandainya ada apel
di pucuk atas yang demikian ranum, orang yang melintas belum tentu langsung
sigap meraihnya. Mereka akan pikir-pikir panjang. Bisakah aku mencari galah?
Atau, aku takut jatuh kalau harus memanjat. Akhirnya, mereka ambil saja apel
yang di bagian bawah. Yang terjangkau, yang tak perlu repot. Toh, pada dasarnya
tetap sama saja bisa menikmati sebuah apel.
Apel yang di pucuk paling atas mungkin merasa sedikit tidak
terima. Kekhawatiran untuk busuk bisa saja terjadi. Tetapi ketika ada seseorang
yang berhasil meraih apel itu, pasti akan terjadi hal yang luar biasa. Sang
pengambil akan memperlakukan apel itu lebih istimewa karena sudah susah payah
berusaha. Orang lain yang semula hanya sanggup berharap pasti turut pula
mengakui perjuangannya.
Demikian juga wanita tangguh tadi. Ada kekhawatiran ia akan
lapuk di makan usia karena tak seorang pun pria berani mendekat. Atau dia
khawatir karena banyak pria yang cukup puas mendapat yang terbaik dari sudut
pandang mereka, sudut pandang yang tak berani berharap padanya. Tapi, pasti
akan ada pria yang jauh lebih cerdas yang akan mendapatkannya. Pria yang punya
sebuah galah. Pria yang tangguh pula karena berani memanjat tanpa takut cedera.
Artinya, wanita tangguh pasti mendapat lelaki tangguh.
Setidaknya tangguh dalam berjuang mendapatkannya. Maka, tak perlu berpikir
buruk bahwa akan busuk di pucuk. Tetaplah menjadi wanita tangguh, termasuk
tangguh menunggu demi sesosok pria yang tangguh.
No comments:
Post a Comment