Follow Us @soratemplates

Tuesday, 31 July 2012

Kan Kuikuti Imamku


Ketika kita sholat, orang yang paling menentukan adalah seorang imam. Cepat lambatkah, khusyuk tidakkah, imamlah faktor yang sangat berperan. Seorang imam adalah pemimpin. Dan ia memiliki paling tidak seorang makmum sebagai orang yang ia pimpin.

Seorang makmum pastilah orang yang mengikuti imamnya, karena jika tidak sama dengan imam berarti mereka bukan satu jama’ah. Saat sholat didirikan, makmum haruslah sami’na wa atho’na, kami dengar dan kami taati. Makmum akan mendengarkan bacaan atau seruan imam, dan kemudian akan mengikuti setiap gerakan imam.

Layaknya sholat, seorang laki-laki dan perempuan yang telah menikah pun ibarat membuat sebuah jama’ah. Sang laki-laki adalah imam, dan perempuan adalah makmum. Sebagai imam, laki-laki memang berhak untuk ‘menyeru’ dan ‘bergerak’. Di lain sisi, sebagai makmum, wanita memang wajib ‘mendengar’ dan ‘mengikuti’.

Jika dilihat sedangkal itu bisa jadi justru diartikan seorang imam bisa bertindak sesuka hati dan seorang makmum sungguh merana sekali. Tetapi ternyata tidak demikian.

Menjadi seorang imam tidaklah gampang. Imam yang baik juga memiliki kriteria tertentu, mulai dari bacaan yang fasih, hafalan yang banyak, atau lebih dewasa. Imam juga harus mengetahui tata cara sholat yang benar yang sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Artinya, demikian juga dengan lelaki. Seorang lelaki juga harus memenuhi kriteria ketika memimpin. Tidak hanya menyeru untuk mengikuti gerakannya, tetapi paham apakah seruannya itu ‘fasih’ dan memang benar-benar ia kuasai, apakah ia memiliki ‘hafalan’ dasar yang kuat untuk menyuruh hal tersebut, dan apakah seruan dan gerakannya memang sesuai atu diperbolehkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Artinya, mereka pun tak bisa sembarangan dalam memimpin.  

Dari sudut pandang makmum pun demikian. Makmum tak semata-mata hanya mengikuti saja. Ketika imam salah, makmum juga punya hak bahkan wajib untuk mengingatkannya. Demikian juga perempuan. Ketika laki-laki salah, dia pun punya hak untuk membetulkan.

Ketaatan ini pun tidak harus dipandang sebagai taklid buta. Dalam hal sholat saja ada banyak perbedaan yang terjadi. Entah itu mengangkat telapak tangan setinggi telinga, bahu, atau dada. Tetapi meskipun sedikit berbeda, makmum tetap melakukan gerakan itu. Artinya, penyesuaian diri dengan kondisi dan keyakinan yang lebih mantap juga perlu dipertimbangkan sehingga wanita tak hanya menurut bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya. Tetapi lagi-lagi, asalkan semua ada dalilnya.

Dan imam tentunya adalah imam ketika sholat. Jika ternyata imam justru menyuruh tidak sholat, tentu bukan imam namanya. Artinya bukan seseorang yang harus diikuti gerakannya. Demikian juga dengan laki-laki. Jika yang diserukan adalah hal yang buruk atau bentuk kedurhakaan pada Allah SWT, maka tidak wajib bahkan jangan sampai diikuti oleh para perempuan. Karena memang perempuan berhak membangkan jika laki-laki menyuruhnya berbuat kesyirikan.

Jika imam khusyuk, maka kemungkinan besar khusyuk pula jamaahnya. Makmum taat, sholat nikmat. Jika laki-laki khusyu, maka kemungkinan besar khusyu pula perempuannya. Perempuan taat, kehidupan pun semakin nikmat.

No comments:

Post a Comment