Follow Us @soratemplates

Wednesday, 1 August 2012

Bertepuk Sebelah Tangan


Ketika cinta bertepuk sebelah tangan, mungkin akan terasa menyakitkan. Bisa jadi seseorang yang tertolak itu akan mengumpat keras. Atau mungkin belum benar-benar tertolak, tetapi orang yang dijatuhi cinta sama sekali tidak menyadarinya.

Bukan tidak jarang seseorang mengirimkan sinyal-sinyal tertentu kepada orang lain. Entah itu dipandang dari sisi syar’i ataupun tidak. Tapi sinyal dalam bentuk apapun bisa jadi tidak segera terlacak. Ada orang tertentu yang sangat peka (kalau tidak mau dibilang ge-er), tetapi ada juga yang sangat tidak sensitif (kalau tidak mau dibilang bebal).

Jika pihak yang tertolak berpikir positif, dia bisa beranggapan bahwa orang itu pastilah pandai mengelola hatinya. Pintar menjaga sikap, menjaga rasa. Tapi, jika sang tertolak tidak terima dan berpikir negatif, bisa jadi dia menganggap bahwa orang itu sangatlah angkuh, terlalu sombong untuk sekedar peduli dengan sang tertolak.

Dilihat dari sudut pandang penolak, bisa jadi dia memang tidak merasakan sinyal-sinyal itu. Ibaratnya gelombang radio. Ketika sudah disetel chanel A, maka walaupun sinyal B juga sampai ke pasawat radionya, tetap saja tidak akan bisa didengarkan. Mengapa? Karena sudah ada A yang lebih dulu diterima oleh pesawat radio.

Demikian juga dengan hati seseorang. Orang bisa jadi tidak menangkap sinyal dari orang lain karena hatinya sudah terisi dengan sinyal lainnya. Bisa jadi ia sudah bersuami atau sudah beristri sehingga cintanya benar-benar tertujukan pada pasangannya. Jadi walaupun ada sinyal-sinyal lainnya, tak akan mungkin bisa masuk ke hatinya karena sudah tertutup oleh begitu besarnya gelombang cinta pada pasangannya.

Tetapi, bagaimana dengan yang belum menikah? Mengapa tetap saja ada seseorang yang demikian bebal terhadap sinyal yang diberikan?

Pasti tetap ada cinta di hatinya. Perkaranya, untuk siapa? Mungkin dia punya dambaan rahasia. Tapi terlepas dari itu, ada cinta utama yang ia punya. Bisa jadi dia telah mengisi hatinya dengan cinta luar biasa yaitu cinta kepada Tuhannya.

Buah dari cinta yang spesial itu maka ia tak akan berpaling dengan cinta lainnya. Gelombang cintanya pada Sang Pencipta lebih besar daripada sinyal pancaran cinta lainnya. Maka wajar saja jika ia bergeming. Dalam kondisi inilah orang akan terkategorikan sebagai orang yang pintar mengelola hati, menjaga sikap, menjaga rasa.

Tapi, kecintaan kepada Rabb-nya tentunya bukan sebuah cinta yang dianggap angkuh oleh orang lain. Bukan karena cinta buta yang demikian agung lantas orang menjadi sok suci dan benar-benar mengesampingkan cinta lainnya. Mengapa? Karena cinta pada sesame makhluk pun juga tak kalah pentingnya. Bukankah Rasulullah mendambakan ummat yang banyak? Tentu saja itu akan terwujud karena ada cinta antar sesama makhluk-Nya. Bahkan cinta ini menjadi separuh dien yang harus dicari.

Yang terpenting adalah bagaimana membungkus cinta itu. Apakah memang masih saatnya untuk menolak demi cinta yang mulia, atau sudah waktunya menciptakan cinta luhur yang baru dengan melibatkan Allah sebagai pihak ketiga. Jika memang belum saatnya, semoga itu karena menjaga, dan bukan karena keangkuhan semata.


No comments:

Post a Comment